Joe Biden Stop Dukungan ke Arab Saudi yang Perangi Houthi, Statusnya Sebagai Teroris Akan Ditinjau
Keberadaan presiden baru seperti Joe Biden dianggap akan membuat situasi negeri paman Sam lebih stabil dan juga akan berdampak baik untuk dunia
SERAMBINEWS.COM - Pelantikan Presiden baru Amerika Serikat (AS), sepertinya memicu gelombang optimisme.
Keberadaan presiden baru seperti Joe Biden dianggap akan membuat situasi negeri paman Sam lebih stabil dan juga akan berdampak baik untuk dunia internasional.
AS dipandang akan menjadi negara yang berjalan lebih baik, setidaknya dibanding era kepemimpinan Donald Trump.
Terbukti dengan melonjaknya indeks di bursa saham Amerika Serikat, Wall Street.
Salah satu kebijakan Joe Biden adalah mencabut "muslim travel ban" atau larangan bagi warga dari negara-negara muslim yang mayoritas berasal dari Timur Tengah.
Tak hanya itu, kebijakan eksekutif lain dari Biden yakni akan mengakomodir banyak imigran di negara tersebut untuk bisa memperoleh kewarganegaraan Amerika Serikat.
Baca juga: Haji Umas Fasilitasi Pengobatan Santriwati Penderita Kanker yang Viral di Medsos
Baca juga: Live Streaming TVRI Thailand Open 2021 Babak 16: Menanti Kejuatan Leo/Daniel vs Unggulan Malaysia
Namun, di era Biden akan ada babak baru terkait kebijakan Amerika Serikat untuk urusan Timur Tengah.
Pemerintahan Presiden AS terpilih Joe Biden akan segera menyetop dukungan terhadap negara Arab Saudi yang selama ini menyerang milisi Houthi di Yaman.
AS juga akan meninjau kembali penetapan gerakan Houthi sebagai kelompok teroris.
Menurut pemberitaan AFP, potret kebijakan luar negeri tersebut diutarakan oleh Antony Blinken yang disebut sebagai calon Menteri Luar Negeri AS yang ditunjuk Biden.
Blinken mengatakan, dia akan segera meninjau penetapan yang diinisiasi oleh pemerintahan Donald Trump tersebut karena adanya kehawatiran bakal memperburuk krisis kemanusiaan di Yaman.
Baca juga: Jokowi Pilih Listyo Sigit Jadi Kapolri Pengganti Idham Azis, Moeldoko Ungkap Alasannya

Dia menyebut, rencana yang diinisiasi Trump tersebut justru semakin mempersulit upaya pembicaraan damai dengan Houthi, kelompok pemberontok di Yaman.
Blinken mengatakan AS tetap berpikiran jernih tentang Houthi.
Pemerintahan Trump mengumumkan langkah tersebut pada 11 Januari, sembilan hari sebelum Biden mengambil alih Gedung Putih pada Rabu.
Trump telah menjadi sekutu setia bagi Arab Saudi sejak dia menjabat sebagai Presiden AS.
Di bawah Trump, AS menawarkan bantuan logistik dan penjualan perlengkapan militer terhadap Arab Saudi selama kampanye enam tahun untuk mengusir Houthi yang telah mengambil alih sebagian besar Yaman.
Di sisi lain, Blinken mengatakan bahwa Arab Saudi telah berkontribusi pada situasi kemanusiaan terburuk di dunia.
Baca juga: VIRAL Nota Kesepakatan Menhan Prabowo & Perancis, Sejumlah Alutsista Siap Diboyong ke Indonesia
"Houthi memikul tanggung jawab yang signifikan atas apa yang terjadi di Yaman, tetapi kampanye (Arab Saudi) juga telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap situasi itu."
"Jadi dukungan kami harus dihentikan," kata Blinken.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kelompok bantuan telah memperingatkan risiko penetapan Houthi sebagai kelompok teroris justru memperburuk keadaan Yaman.
Pasalnya, di negara tersebut, jutaan orang bergantung pada bantuan internasional untuk dapat bertahan hidup.
Penetapan itu mulai berlaku Selasa (19/1/2021) dan direspons oleh Houthi dengan nada permusuhan.
"Kami siap untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan terhadap setiap tindakan permusuhan," kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: Viral Video Angin Puting Beliung Seperti Belalai di Atas Waduk, BMKG Beri Penjelasan
Donald Trump yang masih akan "melawan"
Era Presiden Amerika Serikat (AS) dengan seribu kontroversi, Donald Trump pun berakhir.
Pada Selasa (19/1/2021) menjadi hari terakhir Donald Trump menjabat penuh sebagai presiden.
Donald Trump akan digantikan pasca Joe Biden resmi dilantik pada Rabu (20/1/2021).
Banyak hal akan berubah di Amerika Serikat pasca perpidahan kekuasaan dari Donald Trump ke Joe Biden.
Seperti kebijakan imigran, perjanjian Paris hingga permasalahan pandemi Covid-19 di negeri paman Sam tersebut.
Trumo yang merupakan Presiden AS ke-45 itu menyampaikan pidato perpisahan dari Gedung Putih, sebelum Hari Pelantikan Joe Biden.
Namun, menarik mencermati apa yang disampaikan oleh politis dari Partai Republik tersebut.
Trump memperingatkan bahwa "bahaya terbesar" sekarang dihadapan negara ini yang "kehilangan kepercayaan pada kebesaran nasional kita".

Presiden berusia 74 tahun itu menjalankan jabatannya, dari melawan sampai China tidak seperkasa seperti sebelumnya hingga serangkaian kesepakatan damai di Timur Tengah.
Saya sangat bangga menjadi presiden pertama dalam beberapa dekade yang tidak memulai perang baru," ucap Trump.
Merujuk pada kerusuhan di Capitol AS pada 6 Januari, dia berkata, "Semua orang Amerika merasa ngeri dengan serangan di Gedung Capitol...Itu tidak pernah bisa ditoleransi."
Trump mengakui bahwa pemerintahan baru akan menjabat, artinya dia mengakui kekalahannya.
Namun, ternyata dia mengatakan bahwa ada pergerakan lain yang sedang ia perjuangkan dan akan memberi perlawanan.
"Saya ingin Anda tahu bahwa gerakan yang kami mulai baru saja dimulai," ucapnya.
Saat diblokir dari akses akun media sosial pribadinya, Trump memberikan nada damai tapi menantang dalam video yang dirilis melalui akun media sosial resmi pemerintah.
"Kami telah melakukan apa yang harus kami lakukan di sini, dan lebih banyak lagi," kata Trump seperti yang dilansir dari BBC pada Selasa (19/1/2021).
"Saya mengambil pertempuran yang sulit, pertarungan yang paling berat, pilihan yang paling sulit, karena itulah yang Anda pilihkan untuk saya lakukan," ucapnya.
Catatan negatif Trump
beberapa catatan negatif tetap ia lakukan jelang lengser dari jabatan.
Satu di antara hal yang disorot baru-baru ini adalah tradisi tur Gedung Putih.
Ibu Negara Melania Trump tak mengirim undangan pada ibu negara berikutnya, Jill Biden, untuk tur gedung putih.
Seorang juru bicara Gedung Putih membenarkan berita ini ketika dikonfirmasi DailyMail, Selasa (19/1/2020).
Padahal, tur Gedung Putih merupakan tradisi AS yang sudah dilakukan sejak 1950-an.
Kala itu Bess Truman menjamu suksesornya, Mamie Eisenhower.
Namun, ini tak sepenuhnya salah Melania.
Sebab, dua ibu negara akan melakukan tur ketika petahana mengundang presiden terpilih di Oval Office.

Sementara hingga kini, Donald Trump belum pernah melayangkan undangan itu pada Joe Biden.
Melania Trump akan menjadi ibu negara modern pertama yang tidak mengundang penggantinya ke Gedung Putih.
Tradisi Tur Gedung Putih terus dilakukan meski situasi politik memanas.
Bahkan Laura Bush mengundang Michelle Obama dua kali, sendiri dan bersama putrinya.
Michelle Obama juga mengajak Melania tur tak lama setelah Donald Trump memenangkan kursi kepresidenan.
Keluarga Obama tetap memberikan sambutan hangat kepada Trump setelah dia terpilih.
Padahal Trump sempat memberikan komentar miring pada Obama ketika pemilu, termasuk mempertanyakan kelahiran Presiden ke-44 itu.
Barack dan Michelle Obama menjamu Donald dan Melania Trump pada 10 November 2016, hanya dua hari setelah Trump memenangkan Gedung Putih.
Saat para pria mengobrol di West Wing, kedua wanita itu minum teh di kediaman keluarga.
Selain itu, Michelle memberi Melania tur ke tempat tinggal keluarga pertama dan membawanya untuk melihat Truman Balcony.
(Tribunnewswiki.com/Ris)
Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul Kebijakan Luar Negeri AS di Era Joe Biden: Stop Dukungan ke Arab Saudi, Cabut Status Teroris Houthi?