Berita Banda Aceh

Nilai Kasus Perkosaan Anak di Aceh Besar Sudah Membahayakan, Darwati Minta Pelaku Dihukum Maksimal

Ia menilai kasus-kasus tersebut telah sampai pada tingkat membahayakan bagi generasi masa depan Aceh Besar secara khusus

Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Nur Nihayati
For Serambinews.com
Darwati A Gani 

Ia menilai kasus-kasus tersebut telah sampai pada tingkat membahayakan bagi generasi masa depan Aceh Besar secara khusus

Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Darwati A Gani, menyatakan sangat prihatin dan menyesalkan atas maraknya tindak pidana Islam (jarimah jinayat) pemerkosaan, terutama kasus pemerkosaan anak, di Aceh Besar akhir-akhir ini.

Ia menilai kasus-kasus tersebut telah sampai pada tingkat membahayakan bagi generasi masa depan Aceh Besar secara khusus dan Provinsi Aceh pada umumnya.

Untuk itu, ia meminta jaksa menuntut para terdakwa dengan hukuman maksimal. Majelis hakim pun ia harapkan menjatuhkan hukuman maksimal pula.

Baca juga: Terbalut Kain, Dua Kerangka Manusia Ditemukan di Tambak, Gegerkan Warga di Aceh Timur

Baca juga: Natasha Willona Sebut Pernah Hidup Susah Tinggal di Rumah Kayu, Kondisnya Kumuh dan Miris

Baca juga: VIDEO - Anak Gugat Ayah, Tunjuk Kakak Sebagai Kuasa Hukum Kasus Tanah 3x2 Meter

Hal itu dinyatakan Darwati kepada Serambinews.com, Rabu (27/1/2021) pagi setelah membaca pemberitaan media ini tentang seorang paman dan ayah di Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, berkali-kali merudapaksa anak kandungnya, Bunga (bukan nama sebenarnya) yang masih berusia 11 tahun.

Kasus perkosaan itu terjadi di rumah yang sama sepanjang Agustus 2020 setelah ibu korban meninggal dunia April lalu.

Hal itu terjadi karena paman korban yang baru pulang dari Malaysia akibat pandemi Covid-19 menumpang di rumah adiknya, yakni ayah Bunga.

Kedua lelaki ini, MA (ayah) dan DP (paman), meniduri bunga berkali-kali. Sang ayah melakukannya empat kali pada malam hari ketika tiga adik korban sudah tidur lelap.

Sedangkan paman melakukannya dua saat ayah korban tidak berada di rumah, mencari nafkah.

Sebelumnya, Rabu pekan lalu, Darwati mengaku juga membaca pemberitaan Serambinews.com tentang seorang kakek berusia 78 tahun berinisial MN bin H, warga Kecamatan Montasik, Aceh Besar, diadili di Mahkamah Syar'iyah Jantho, karena diduga memerkosa empat bocah perempuan.

Pria yang berprofesi sebagai petani ini dihadirkan sebagai terdakwa dalam sidang perdana yang berlangsung, Selasa (19/1/2021), dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar, Muhadir SH.

Terdakwa menodai empat bocah, masing-masing tiga orang pada 31 Juli dan satu orang lagi pada 3 Agustus 2020.

Semua perbuatan asusila itu dia lakukan di atas tempat tidur yang berada di bawah rumah panggungnya pada siang hari. Tiga orang korban pertama justru dia nodai saat memasuki pekarangan rumahnya untuk minta air minum setelah kehausan dan lelah bermain.

Para bocah malang itu, paling tua berumur 7 tahun, selebihnya 5 dan 3 tahun.

"Nah, sebagaimana kami baca di media, bulan ini saja ada tiga terdakwa pelaku perkosaan yang disidangkan di Mahkamah Syar’iyah Jantho. Total korbannya ada lima anak.

Untuk itu, kami sampaikan bahwa kami akan mengikuti serius kasus ini sampai tuntas dan meminta kepada penegak hukum (polisi, jaksa, dan hakim) untuk dapat memberikan keadilan yang bermartabat bagi korban," kata Darwati.

Khusus kepada majelis hakim, ia berharap agar menjatuhkan hukuman maksimal kepada pelaku.

Ia menegaskan bahwa jarimah jinayat pemerkosaan adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi dengan alasan apa pun.

"Dan itu adalah perbuatan sadis dan bejat, serta kejam. Untuk itu, kami mengecam pelaku pemerkosaan tersebut," imbuh Darwati.

Politisi Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini juga menyebutkan bahwa dalam Pasal 50 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 dinyatakan pelaku pemerkosaan maksimal dapat dituntut 200 bulan (16,6 tahun) penjara.

"Untuk itu, kami minta JPU dari Kejari Aceh Besar menuntut terdakwa dengan maksimal. Selain itu, kami berharap agar terdakwa juga dituntut untuk uqubat restitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Qanun Nomor 6 Tahun 2014," kata legislator Aceh ini.

Ia menambahkan, korban kekerasan dan pelecehan seksual sering kali berdampak besar pada kesehatan mental dan fisik korban yang meningkatkan risiko tidak hanya depresi, kegelisahan, tetapi juga gangguan stres pascatrauma.

"Efek kesehatan jangka panjang yang terkait dengan pelecehan dan penyerangan seksual bukan hanya tentang dampak yang ditimbulkannya terhadap kesehatan mental seseorang korban, tetapi juga dampak jangka panjangnya," imbuh Darwati.

Secara khusus, Anggota DPRA dari daerah pemilihan (Dapil) Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang ini meminta kepada Pemkab Aceh Besar untuk segera melakukan tindakan advokasi terhadap korban dan tindakan preventif lainnya.

"Tindakan ini penting dan mendesak supaya ke depan tidak terulang lagi perilaku para durjana pemerkosa yang kerap memakan korban di wilayah ini," kata mantan First Lady Aceh ini.

Akhirnya ia berharap semoga masyarakat Aceh Besar juga mawas diri, menghidupkan kontrol masyarakat dan tokoh-tokoh gampong, tokoh adat, serta tokoh agama. "Semua pihak harus lebih waspada, supaya ke depan anak-anak kita di Aceh Besar tidak menjadi korban keganasan kekerasan seksual," imbuhnya.

Istri Irwandi Yusuf, mantan gubernur Aceh ini juga meminta kepada orang tua agar ikut proaktif mengawasi dan tidak abai dengan perubahan perilaku pada anak, memantau teman bergaul, juga zona bermain si anak.

Sementara itu, Ir Cut Putri Alyanur, warga Aceh di Jakarta secara khusus menghubungi Serambinews.com pagi ini. Ia juga mengaku sangat prihatin dan berduka atas maraknya kasus perkosaan anak di wilayah Aceh Besar akhir-akhir ini.

"Sebelum dipenjara untuk menimbulkan efek jera, mohon juga terhukum kelak dihukum cambuk untuk menambah efek malunya, karena seharusnya ayah adalah pengaman masa depan bagi generasi penerusnya," kata Cut Putri Alyanur.

ASN pada Badan Penghubung Pemerintah Aceh di Jakarta ini menilai tidak pantas rasanya bila perempuan kecil itu menikah nanti berbintikan nama manusia yang tak beradab itu di akhir namanya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved