Kementerian Kesehatan Minta Masyarakat Tak Kaget Jika Kasus Corona akan Melonjak
Jika sebelumnya, ada 5 hingga 10 orang kontak dekat dilacak dari satu kasus positif Covid-19, ke depannya pelacakan akan menyasar 20 hingga 30 orang.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Kasus positif Covid-19 atau virus Corona di Indonesia dipastikan akan melonjak dalam beberapa waktu ke depan.
Penyebabnya, pemerintah akan menggenjot strategi testing dan tracing atau tes, telusur, dan tindak lanjut (3T).
Kementerian Kesehatan juga akan menggunakan Rapid Diagnostic Test Antigen untuk pemeriksaan Covid-19, terutama di daerah yang memiliki keterbatasan akses laboratorium RT-PCR. Penggunaan rapid test antigen ini akan dilakukan pada 98 kabupaten/kota
"Penguatan penggunaan rapid antigen ini ditujukan untuk deteksi lebih dini. Jadi yang akan kita lihat penambahan kasus positif," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmidzi, dalam jumpa pers virtual di Youtube Kemenkes, Rabu (10/2/2021).
Nadia mengatakan, pemerintah juga meningkatkan kuota pelacakan kontak dekat dari individu yang positif Covid-19.
Jika sebelumnya, ada lima hingga 10 orang kontak dekat yang dilacak dari satu kasus positif Covid-19, ke depannya pelacakan akan menyasar 20 hingga 30 kontak dekat.
• Anjurkan Nikah Usia 12 Tahun, Aisha Weddings Panen Kecaman, Situsnya Tak Bisa Diakses
• Mobil Suzuki Grand Vitara yang Disopiri Anggota Polisi Tabrak Trotoar dan Terguling di Aceh Besar
• Lebih 50 Persen Kecelakaan di Aceh Didominasi Generasi Milenial, Ini Jumlah Santunan Disalurkan
"Sekarang satu kasus kita telusuri lima sampai 10 orang. Tapi ke depan diharapkan setidaknya bisa dilacak 20 hingga 30 orang kontak di setiap kasus positif," ujar Nadia
Meski ada lonjakan kasus, masyarakat diminta tidak kaget. Menurut Nadia, kasus-kasus positif ini adalah kasus positif dengan gejala ringan atau bahkan tidak bergejala atau OTG. Dari hasil pelacakan itu, nantinya mereka yang bergejala ringan atau tak punya gejala, akan dilakukan penanganannya dengan isolasi mandiri (isoman). Atau, apabila memungkinkan di tempat isolasi terpusat yang disediakan pemerintah.
"Ini jadi bagian strategi selain penguatan testing dan tracing, kita juga penguatan isoman. Isoman ini kembali lagi bersama kader kesehatan, satgas di tingkat lurah, desa, dan RT dan RW untuk membantu masyarakat melakukan isoman," urai Nadia.
Di sisi lain, kata Nadia, meski akan ada lonjakan kasus, ia menyebut potensi lonjakan itu malah akan mengurangi beban tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan (faskes). Ia menyebut, kasus corona berat atau yang membutuhkan ICU hanya 5-15 persen.
• Forkopimda Awali Vaksinasi Covid-19 di Nagan Raya, Bupati Ditunda, Ini Komentar Setelah Disuntik
• Zonasi Risiko Covid-19 Aceh Kian Meluas, Dari 10 Menjadi 13 Kabupaten
• Walikota Tiba di Langsa Langsung Skrining, belum Bisa Divaksin Karena Tekanan Darah Tinggi dan Demam
"Dengan adanya akselerasi seperti ini, beban faskes akan berkurang terutama yang menangani kasus berat yang membutuhkan perawatan ICU. Jadi data kemungkinan positif akan naik, tapi di sisi lain beban penanganan akan menjadi lebih kurang," kata Nadia.
"Jadi kalau kita bisa deteksi lebih dini, isolasi lebih dini, sebenarnya RS atau fasilitas pelayanan kesehatan (fayankes) tidak akan terlalu berat menangani kasus yang berat atau kritis. Tetapi tetap kita antisipasi, sekitar 30-40 persen terjadi peningkatan kasus," ujarnya.
Nadia menjelaskan, ketika pemerintah berhasil menyasar pemeriksaan kontak erat, pemerintah akan segera mengaktifkan monitoring isolasi mandiri.
Sehingga, potensi warga mengalami gejala memburuk akan berkurang, dan tidak perlu dirawat di rumah sakit. Untuk itu, pihaknya juga bakal menambah jumlah tenaga relawan untuk upaya penelusuran atau tracer yang bakal membantu tenaga kesehatan di lapangan.
Saat ini, Pemerintah telah menyiapkan penambahan sebanyak 80 ribu tracer untuk memenuhi upaya telusur yang optimal. "Dengan rapid antigen, kasus positif kita akan cepat sekali untuk mengetahui dan memisahkan khususnya kasus positif di dalam masyarakat," kata Nadia.
Selain itu, untuk mempercepat diagnosis kasus positif Covid-19 di Indonesia, Kemenkes juga telah menetapkan alat deteksi virus corona rapid antigen sebagai alat diagnosis kasus.
Rapid test antigen kini terhitung setara dengan positif melalui pemeriksaan via RT PCR. Artinya, bila warga dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan rapid antigen, maka temuan itu dilaporkan sebagai kasus Covid-19 baru di nasional.
Upaya itu dilakukan usai beberapa daerah melaporkan hasil pemeriksaan tes menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) atau tes swab membutuhkan waktu yang relatif lama mulai dari 3-10 hari.
"Seperti arahan bapak Menkes, bahwa rapid antigen ini digunakan untuk kepentingan epidemiologis, jadi untuk mendiagnosis," ujar Nadia.
"Kami ingin sampaikan lebih awal supaya masyarakat paham mengapa kemudian pertambahan kasus Covid-19 itu bisa terjadi pada saat kita melakukan akselerasi testing ini. Karena otomatis dengan kita semakin banyak melakukan tes, memperluas tes, tentunya epidemiologi ya, bukan tes untuk pelaku perjalanan, kita akan semakin banyak menangkap kasus positif tanpa gejala. Jadi pasti akan terjadi peningkatan kasus positif. Diharapkan masyarakat menyikapinya dengan baik.
• Ibu Menyusui belum Boleh Disuntik Vaksin Covid, Aceh Peduli ASI: Jangan Paksa Mereka dengan Ancaman
Artinya, betul-betul membuat kewaspadaan di masyarakat kemudian disiplin melaksanakan protokol kesehatan," kata Nadia.
Hingga Rabu (10/2) kemarin, total kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 1.183.555 orang sejak pertama kali diumumkan pada awal Maret 2020. Dari jumlah tersebut, sebanyak 982.972 dinyatakan sembuh (bertambah 9.520) dan 32.167 meninggal dunia (bertambah 191)
Kasus positif Covid-19 di Indonesia juga terus meningkat sejak Januari 2021.
Angka peningkatan kasus baru dalam setiap hari kerap menembus angka 10 ribu, bahkan mencapai lebih dari 14 ribu kasus.
Rekor harian positif Covid-19 bahkan menembus 14.518 orang pada 30 Januari lalu.(tribun network/rin/dod)