Gubernur DKI Sebut Banjir Jakarta karena Curah Hujan, Ini Hasil Perbandingan dengan Januari 2020

Sementara BMKG mengatakan justru curah hujan hari ini jauh lebih rendah dibanding Januari 2020 silam.

Editor: Nur Nihayati
kompas.com
Ilustrasi - Banjir merendam Jalan Jatinegara Barat, Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur. Kamis (20/11/2014). 

Sementara BMKG mengatakan justru curah hujan hari ini jauh lebih rendah dibanding Januari 2020 silam.

SERAMBINEWS.COM - Ibu Kota Jakarta kembali dilanda banjir.

Apa sebenarnya penyebab banjir di kota besar itu.

Padahal pembangunan di kota besar dikabarkan jauh lebih maksimal.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan banjir di Jakarta yang terjadi hari ini disebabkan oleh intensitas hujan lebat.

Sementara BMKG mengatakan justru curah hujan hari ini jauh lebih rendah dibanding Januari 2020 silam.

Banjir kali ini terjadi di sejumlah titik.

Menurut Anies Baswedan ada 200 RT yang terdampak banjir.

Baca juga: Nekat! Demi Dapat Suntikan Vaksin Covid, Dua Wanita Ini Nyamar Jadi Nenek-nenek, Ketahuan Karena Ini

Baca juga: Kalina dan Vicky Gagal Nikah, Ada Apa? Maia Estianty Sampai Ikut Komentar

Baca juga: Gedung Arsip Badan Pengelolaan Keuangan Abdya yang Terbakar Menyimpan Ribuan Dokumen Penting

Pemprov DKI Jakarta sudah mendirikan 26 lokasi pengungsian untuk 329 KK.

Anies mengatakan hujan yang terjadi di Jakarta beberapa hari terakhir tergolong ekstrem.

“Sejak tadi malam Jakarta dan sekitarnya mengalami hujan yang cukup intensif di Pasar Minggu."

"Ini catatan dari BMKG, curah hujan sampai 226 mm, di Sunter Hulu 197 mm, di Halim sampai 176 mm, Lebak Bulus 154 mm. Semua angka di atas 150 mm, adalah kondisi ekstrem,” kata Anies, seperti dilansir dari laman Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

Anies Baswedan mengatakan curah hujan ekstrem ini yang menyebabkan banjir di Jakarta.

Pasalnya, kapasitas sistem drainase yang saat ini ada di Jakarta untuk menampung curah hujan dengan intensitas 50 sampai 100 mm.

Sehingga apabila terjadi hujan di atas 100 mm per hari, maka akan terjadi genangan.

Sementara itu Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ) Guswanto membandingkan curah hujan Januari 2020 dengan Sabtu (20/2/2021).

Menurut Guswanto, curah hujan hari ini justru lebih rendah dibanding 1 Januari 2020.

"Banyak yang tanya ke saya, dibandingkan 1 Januari 2020 bagaimana? Kondisi intensitas curah hujan hari ini lebih rendah dibanding 1 Januari 2020," kata Guswanto dalam konferensi pers Sabtu.

"Tanggal 18 sempat banjir, tanggal 19 menurun lagi (curah hujan), tanggal 20 naik lagi, tapi ini intensitas lebih rendah dibandingkan 1 Januari 2020," tuturnya seperti dikutip dari Kompas.com.

Hujan lebat memang mengguyur Jakarta sejak Kamis (18/2/2021).

"Dua hari terakhir, yaitu tanggal 18-19 Februari 2021, wilayah Jabodetabek diguyur hujan secara merata dengan intensitas lebat hingga sangat lebat," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers, Sabtu.

"Lebat itu lebih dari 50 mm (per hari), sangat lebat 100-150 mm (per hari). Dan kondisi curah hujannya ekstrem. Jadi plus kondisi ekstrem yaitu curah hujan mencapai lebih dari 150 mm semuanya dalam waktu 24 jam," tuturnya.

Melansir Kompas.com, Dwikorita memaparkan bahwa peningkatan intensitas hujan tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal.

"Pertama, pada tanggal 18 hingga 19 Februari termonitor adanya aktivitas seruakan udara yang cukup signifikan," ucap Dwikorita.

Seruakan udara yang signifikan ini mengakibatkan peningkatan pembentukkan awan hujan di wilayah Indonesia bagan barat.

Faktor kedua adalah adanya aktivitas gangguan atmosfer di zona ekuator yang sering disebut sebagai aktivitas Equatorial Rossby.

Gangguan ini mengakibatkan terjadinya perlambatan dan pertemuan angin.

"Ada perlambatan dan pertemuan angin dari arah Utara ini kebetulan terjadinya tepat melewati Jabodetabek," ucap Dwikorita.

"Di situlah terjadi peningkatan intensitas pembentukan awan hujan yang akhirnya terkondensasi, lalu turun sebagai hujan dengan intensitas tinggi," kata dia.

Faktor ketiga, adalah adanya tingkat labilitas dan kebasahan udara di sebagian besar wilayah Jawa bagian Barat.

Hal ini mengakibatkan peningkatan potensi pembentukan awan-awan hujan di Jabodetabek.

"Jadi tingkat labilitas dan kebasahan udara yang berpengaruh dalam peningkatan curah hujan," kata Dwikorita.

Faktor terakhir adalah terpantaunya daerah pusat tekanan rendah di Australia bagian utara yang membentuk pola konvergensi di sebagian besar pulau Jawa.

Ratusan kendaraan terendam banjir Tol JORR Pasar Minggu, Sabtu (20/2/2021)
Ratusan kendaraan terendam banjir Tol JORR Pasar Minggu, Sabtu (20/2/2021) (Ist)

Menurut Dwikorita, hal tersebut berkontribusi juga dalam peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar wilayah Jawa bagian Barat, termasuk Jabodetabek.

Tak hanya hujan lebat, sejumlah wilayah di DKI Jakarta dilanda banjir sejak Kamis (18/2/2021) lalu.

Guswanto menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor yang menyebabkan banjir di sejumlah wilayah di DKI Jakarta.

"Kalau dari sisi air, faktor pertama yaitu hujan yang jatuh di sekitar Jabodetabek bermuara ke Jakarta," ucap Guswanto.

Faktor kedua adalah curah hujan yang terjadi di Jakarta itu sendiri. Sementara, faktor ketiga adalah pasang naik air laut di wilayah Jakarta Utara.

"Kalau ketiganya terakumulasi ini menjadi perhatian bagi DKI Jakarta, tentu di samping faktor pendukung lainnya," kata Guswanto.

Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Anies Sebut Banjir Jakarta karena Curah Hujan Ekstrem, Ini Hasil Perbandingan dengan Januari 2020, 

Sumber: Tribun Bogor
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved