Berita Banda Aceh
Tahun Ini, Pemerintah Aceh Subsidi Asuransi Padi 5.000 Ha, Baru Terpakai 1.000 Ha, Ayo Manfaatkan!
Menurut Ir Mukhlis, subsidi premi asuransi usaha tani padi di Aceh yang ditanggung Pemerintah Aceh 20 persen.
Penulis: Herianto | Editor: Mursal Ismail
Menurut Ir Mukhlis, subsidi premi asuransi usaha tani padi di Aceh yang ditanggung Pemerintah Aceh 20 persen.
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh tahun 2021 ini sudah menyediakan anggaran untuk subsidi premi asuransi usaha tani padi 5.000 hektare sawah.
Kabid Penyuluhan Distanbun Aceh, Ir Mukhlis, menyampaikan hal ini ketika menjawab Serambinews.com, Kamis (4/3/2021).
Menurut Ir Mukhlis, subsidi premi asuransi usaha tani padi di Aceh yang ditanggung Pemerintah Aceh 20 persen.
Sedangkan sisanya ditanggung pemerintah pusat melalui APBN. Artinya, petani tak perlu membayar sama sekali lagi premi asuransi ini.
Kemudian jika terjadi puso (gagal panen) karena bencana alam, misalnya banjir atau kekeringan seperti ini, maka pengelola asuransi ini, yaitu PT Jasindo akan membaya ganti rugi Rp 6 juta per hektare.
"Namun, hingga kini yang baru terpakai 1.000 hektare untuk tanaman padi di Kabupaten Pidie," kata Ir Mukhlis.
Baca juga: VIDEO Mobil Wartawan Dilempar Kotoran dan Batu di Yerusalem
Baca juga: VIDEO Personel Gabungan Temukan 5 Hektare Ladang Ganja di Aceh Utara
Baca juga: VIDEO VIRAL Pemuda Hampir Tumbuk Tim Medis karena Sakit saat Swab Tes, tapi Akhirnya Lucu
Sedangkan untuk petani yang jika sudah melebihi kuota Pemerintah Aceh ini, kata Mukhlis, bisa memanfaatkan subsidi ini secara mandiri, yakni preminya tetap ditanggung Pemerintah Pusat 80 persen.
Tepatnya Rp 180 ribu per hektare.
Sisanya 20 persen lagi atau Rp 36 ribu per hektare ditanggung petani atau pemilik sawah
Cara masuk asuransi usaha tani padi, yakni kelompok tani harus mendaftarkan tanaman padinya yang sudah ditanam 10 hari ke PT Jasindo.
Setelah mendaftar ke PT Jasindo, pihak PT Jasindo bersama kelompok tani dan Penyuluh Pertanian di Kecamatan, datang ke lokasi untuk mengukur dan memvideokan areal tanaman padi yang mau di asuransikan.
Ditanya apakah 1.744 hektare sawah yang kering di tujuh daerah di Aceh saat ini masuk program Asuransi, Mukhlis mengaku belum mendapat laporan terkait hal ini.
Informasi lebih detail soal asuransi usaha tani padi ini bisa ditanyakan ke penyuluh pertanian atau petugas Dinas Pertanian di kabupaten/kota masing-masing.
Ayo manfaatkan
Secara terpisah, Ketua Komisi II DPRA, Irpanusir, SAg, mengatakan belajar dari pengalaman tahun 2019 dan tahun 2021 ini, sawah tadah hujan sering kekeringan, bahkan puso ketika musim kemarau.
Oleh karena itu, petani diharapkan agar memanfaatkan program asuransi usaha tani padi.
"Program itu perlu digalakkan kembali oleh kelompok tani kecamatan.
Ketika terjadi bencana kekeringan, petani tidak dirugikan, biaya olah sawah, bibit dan pembelian pupuknya, akan diganti melalui pembayaran klaim asuransi tani," kata Irpanusir.
Inpanusir melanjutkan, petani yang masuk asuransi usaha tani padi, ketika tanaman padinya tidak bisa dipanen atau puso, pihak asuransi PT Jasindo, akan membayarnya dalam bentuk uang.
Untuk satu hektare tanaman padi yang puso, maka akan diganti Rp 6 juta.
Sedangkan pembayaran premi asuransinya pada awal tanam padi hanya berkisar Rp 36 ribu per hektare (20 persen).
Sedangkan 80 persen lagi atau Rp 180 ribu per hektare ditanggung atau disubsidi pemerintah pusat.
22 hektare tanaman padi puso
Seperti diberitakan Serambinews.com sebelumnya, seluas 22 hektare tanaman padi di sawah dalam Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, puso atau gagal panen karena terdampak kekeringan saat musim kemarau ini.
Kepala Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura dan Perkebunan (BPTPHP) Aceh, Zulfadli SP, MP, menyampaikan hal ini ketika menjawab Serambinews.com, Kamis (4/3/2021).
Menurutnya, hingga 3 Maret 2021, luas tanaman padi di Aceh yang sudah kekeringan mencapai 1.744 hektare (Ha) yang tersebar di tujuh daerah.
Ketujuh daerah itu, yakni Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Aceh Tenggara, Aceh Jaya, dan Sabang.
“Dari tujuh daerah tersebut, paling luas terkena sementara ini adalah Aceh Besar, yaitu mencapai 1.121 hektare,” kata Zulfadli.
Zulfadli menyebut tanaman padi yang kekeringan di Aceh Besar tersebar di empat kecamatan.
Paling luas di Kecamatan Kuta Cot Glie seluas 759 hektare.
Di antaranya kekeringan ringan seluas 425 hektare, kekeringan sedang 239 hektare, kekeringan berat 99 hektare, dan sudah ada tanaman padi yang puso (gagal panen) seluas 22 hektare.
Selanjutnya di Kecamatan Seulimum seluas 307 hektare, yang mengalami kekeringan ringan 205 hektare, kekeringan sedang 76 hektare, kekeringan berat 26 hektare, belum ada yang puso.
Kemudian, di kecamatan Kuta Baro seluas 50 hektare, semuanya dalam kondisi kekeringan ringan.
Kemudian Kecamatan Baitussalam, seluas 5 hektare, semuanya masih dalam kondisi kekeringan ringan.
Daerah kedua yang areal tanaman padinya luas dilanda bencana kekeringan adalah Aceh Utara seluas 537 hektare.
Tanaman padi kekeringan di Aceh Utara ini tersebar di sembilan kecamatan, yaitu Baktya Barat 262 hektare, Buloh Blang Ara 53 hektare, Lhoksukon 50 hektare, Sawang 40 hektare, Dewantara 35 hektare.
Kemudian di Kecamatan Samudera 30 hektare, Geurudong Pase 30 hektare, Baktiya 25 hektare, dan Meurah Mulia 12 hektare.
Selanjutnya di Kabupaten Bireuen di satu kecamatan, yakni Kecamatan Peusangan seluas 51 hektare, Aceh Timur, juga baru satu kecamatan di Peureulak seluas 25 hektare.
Kemudian Aceh Tenggara juga baru satu Kecamatan, yakni di Kecamatan Bukit Tusam seluas 3 hektare.
Aceh Jaya juga baru satu kecamatan, yakni di Panga seluas 3 hektare dan Sabang satu kecamatan di Sukakarya seluas 4 hektare.
Dua hektare di antaranya di Sabang sudah puso dan dua hektare lagi mengalami kekeringan berat.
Tanaman padi yang mengalami bencana kekeringan, ringan, sedang dan berat, kata Zulfadli, penangnannya akan dilakukan dengan pompanisasi.
Pemerintah setempat bersama Dinas Pertaniannya, Distanbun Aceh, UPTD BPTPHP serta UPTD Alsintani yang ada di daerah setempat, memberikan pinjaman bantuan pompa ukuran besar kepada kelompok taninya.
Tujuannya untuk menambah air ke dalam sawah agar bisa selamat hingga panen.
"Tetapi itu jika sumber airnya tersedia," kata Zulfadli.
Sedangkan penanganan kekeringan untuk tanaman padi di areal sawah tadah hujan, terutama di atas bukit, seperti areal persawahan di Kuta Cot Glie, kata Zulfadli ada dua acara.
Pertama pakai sumur bor dan kedua bangun waduk di atas bukit untuk menampung air hujan.
Areal sawah tadah hujan yang belum miliki jaringan irigasi, hanya bisa ditanam satu kali dalam satu tahun, itu pun kalau hujannya cukup dalam masa tiga bulan sampai menjelang panen.
"Kalau tidak cukup seperti yang dialami sekarang, tanaman padi baru berusia 35 – 60 hari, sudah dilanda kekeringa.
Sedangkan padi usia pendek, baru bisa dipanen usia tanamnya harus sudah mencapai 90 – 100 hari," jelas Zulfadli.
Tanaman padi di Aceh Besar dan daerah lainnya yang terkena bencana kekeringan itu, sebut Zulfadli, umumnya memakai bibit tahan hama dan kekeringan.
Misalnya jenis Inpari, Ciherang, Galur, dan mikonga.
"Tapi karena kekeringan sangat parah, ada juga tanaman padi yang sudah puso atau gagal panen, seperti yang terjadi di areal persawahan Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar," sebut Zulfadli. (*)