Perjanjian Perdagangan

Referendum IE-CEPA dan Kekhawatiran Eropa Atas Isu Keberlanjutan di Indonesia, Khususnya Soal Sawit

Eropa sudah lama menyoroti soal sawit di Indonesia yang menurut mereka dijalankan dengan praktik pertanian dan ekonomi yang tidak pro-lingkungan.

Editor: Taufik Hidayat
For Serambinews.com
Pekerja sedang memuat TBS kelapa sawit di areal perkebunan milik petani di kawasan Jalan 30 atau Jalan Lingkar Babahrot-Surien, Kecamatan Kuala Batee, Abdya, Sabtu (14/9/2019). Harga sawit di tingkat petani mulai bersaing setelah pengusaha PMKS di Subulussalam meningkatkan harga beli TBS sawit dari Abdya. Harga sawit Abdya selama dua hari terakhir masih bervariasi antara Rp 850 sampai Rp 920 per kg. 

Aturan ini akan membuat harga input pertanian lebih mahal.

“Itu tidak seberapa dengan trade off yang dilakukan pemerintah terhadap sektor kesehatan dan pertanian Indonesia,” ujar dia.

Perjanjian ini juga akan meningkatkan impor ikan Indonesia dari negara EFTA seperti Norwegia.

Padahal selama ini 60 persen dari total impor salmon berasal negara itu.

“Jika perjanjian ini berlaku maka lebih dari 80 persen ekspor negara itu akan bebas bea masuk. Indonesia akan kebanjiran ikan impor. Sementara nelayan makin terpuruk di tengah ketidakpastian industri perikanan,” ujar dia.

Klaim bahwa salmon akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat tidak sepenuhnya relevan, karena Indonesia juga memiliki jenis ikan lain dengan kandungan gizi beragam dibanding salmon maupun cod.

“Kami kecewa dengan hasil referendum Swiss. Ini akan menjadi pukulan besar bagi petani kita dan potensi terhambatnya akses kesehatan yang berkeadilan untuk masyarakat Indonesia akibat monopoli perusahaan farmasi,” ujar dia.(AnadoluAgency)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved