Internasional
Turis Prancis Dituduh Sebagai Mata-mata, Seusai 10 Bulan Mendekam di Penjara Iran
Seorang turis Prancis bernama Benjamin Briere yang ditangkap 10 bulan lalu, menghadapi tuduhan memata-matai dan propaganda di Iran.
SERAMBINEWS.COM, TEHERAN - Seorang turis Prancis bernama Benjamin Briere yang ditangkap 10 bulan lalu, menghadapi tuduhan memata-matai dan propaganda di Iran.
Salah satu pengacaranya mengatakan kepada Reuters pada Senin (15/3/2021), saat ketegangan yang meningkat antara Teheran dan Barat.
Pengungkapan itu muncul ketika Amerika Serikat dan Eropa dalam kesepakatan nuklir Iran 2015, termasuk Prancis, berusaha memulihkan pakta yang ditinggalkan pada 2018 oleh Presiden AS Donald Trump.
Presiden AS Joe Biden telah menawarkan bergabung dengan negara-negara Eropa dalam pembicaraan untuk menghidupkan kembali perjanjian itu.
Baca juga: Mantan Tahanan Iran, Kylie Moore-Gilbert Menggambarkan Penyiksaan Berat Selama Dalam Penjara
Tetapi Teheran mengatakan Washington harus mencabut sanksi yang diberlakukan pada 2018 oleh Trump.
"Pada hari Minggu, 15 Maret, dia didakwa dengan dua tuduhan spionase dan propaganda terhadap Republik Islam Iran," kata pengacara Briere Saeid Dehghan.
Dia menambahkan Briere menghadapi hukuman penjara jangka panjang.
Dehghan mengatakan pria berusia 35 tahun itu telah ditangkap setelah menerbangkan helikopter di gurun dekat perbatasan Turkmenistan-Iran.
“Tuduhan mata-matanya karena berfoto di area terlarang,” kata Dehghan.
Pengadilan Iran tidak bersedia memberikan komentar.
Baca juga: Serangan Houthi ke Arab Saudi Dinilai Bagian Rencana Iran Mengacaukan Keamanan Kawasan
Bulan lalu, Kementerian Luar Negeri Prancis mengonfirmasi seorang warga negara Prancis ditahan di Iran.
“Dia berada di penjara Vakilabad di kota Masyhad," tambahnya/
"Kesehatannya baik dan dia memiliki akses ke pengacaranya dan mendapat perlindungan konsuler dan pejabat kedutaan Prancis telah melakukan kontak rutin dengannya,” kata Dehghan.
Pengacara tersebut mengatakan dia telah didakwa dengan propaganda melawan sistem karena sebuah posting di media sosial.
Dia mengatakan "jilbab adalah wajib" di Republik Islam Iran, tetapi tidak di negara-negara Islam lainnya.