Berita Aceh Tamiang

Lahan Pertanian Eks Kombatan di Aceh Tamiang Turut Disita PN Stabat, Mantan Panglima KPA Protes

Hal ini membuat sejumlah mantan kombatan protes dan meminta Pemerintah Aceh dan Pemprov Sumatera Utara turun tangan meluruskan persoalan tersebut.

Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Saifullah
Serambi Indonesia
Mantan Panglima KPA Aceh Tamiang, Murthala (kanan) bersama Wak Wen menyesalkan putusan PN Stabat, Sumatera Utara yang dituding mengangkangi Permendagri 28/2020. 

Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang

SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG – Lahan pertanian untuk mantan kombatan, Tapol/Napol, dan korban konflik seluas 9.000 hektare, di Dusun Adilmakmur II, Kampung Tenggulun, Aceh Tamiang turut terdaftar sebagai kawasan yang dieksekusi PN Sabat, Sumatera Utara.

Hal ini membuat sejumlah mantan kombatan protes dan meminta Pemerintah Aceh dan Pemprov Sumatera Utara turun tangan meluruskan persoalan tersebut.

“Kami melihat PN Stabat telah menciptakan konflik baru karena putusan yang dikeluarkan sama sekali sepihak, tidak didasari fakta dokumen,” kata mantan Panglima KPA Aceh Tamiang, Murthala.

“Perlu digaris-bawahi, PN Stabat sudah mengangkangi Permendagri 28,” tukas Murthala kepada Serambinews.com, Senin (22/3/2021).

Murthala menegaskan, merujuk Permendagri Nomor 28 tahun 2020 tentang Batas Daerah Kabupaten Aceh Tamiang dengan Kabupaten Langkat, lokasi yang diklaim Sumatera Utara itu masih bagian dari Aceh Tamiang.

Baca juga: Nahas! Ibu Guru Terjatuh dengan Sepmor dari Jembatan Gantung, Diduga Gegara Lantai Jembatan Bolong

Baca juga: Polisi Lagi Selidiki Pembunuhan, Terbongkar Kasus Anak Gampar Ibu sampai Meninggal Gara-gara Istri

Baca juga: VIDEO RS Regional Bireuen Segera Dibangun dengan Anggaran Rp 27 Miliar di Cot Buket Peusangan

“Kami berharap PN Stabat menegakkan supremasi hukum, jangan mengeluarkan putusan yang justru menimbulkan konflik baru,” ucapnya.

Eks kombatan lainnya, Muhammad Ridwan atau Wak Wen menegaskan, penentuan lokasi 9.000 hektare itu, sudah berdasarkan Surat Edaran Gubernur Aceh pada tahun 2019 dan 2020.

Secara jelas, melalui surat itu seluruh kepala daerah di Aceh diminta menentukan lokasi tanah pertanian untuk eks kombatan, tapol/napol, dan korban konflik.

“Kami dari KPA kemudian membentuk Tim Gugus Tugas Agraria yang dipimpin Asisten Pemerintahan yang ketika itu Pak Zulfiqar, ada juga Kepala BPN Aceh Tamiang,” kata Wak Wen.

Setelah melalui dua kali rapat, tim ini kemudian mengajukan usulan ke pemerintah pusat yang dijawab dengan Permendagri Nomor 28/2020.

Baca juga: Wakil Ketua DPRK Aceh Besar Minta BUMG Harus Bisa Dimanfaatkan untuk Mencegah Rentenir

Baca juga: Pencapaian Progress Vaksinasi Aceh, 22.439 Petugas Pelayanan Publik Sudah Divaksin

Baca juga: VIDEO Pedagang Protes Aksi Pengusiran Paksa Oleh Keamanan Kesyahbandaran di PPS Lampulo Banda Aceh

“Di dalam Permendagri sudah dijelaskan mana-mana saja batas wilayah, termasuk kawasan taman nasional juga ada,” bebernya.

Sebab itu, Wak Wen sangat menyesalkan sikap Sumatera Utara yang langsung menguasai lahan tersebut dengan mengerahkan aparat keamanan.

Dia menegaskan, keberadaan aparat dalam jumlah besar akan kembali menimbulkan trauma masyarakat tentang konflik bersenjata. 

“Aceh baru saja damai, kehidupan baru saja normal. Jangan lagi kami diingatkan dengan trauma masa lalu, kami hanya meminta hak yang sudah diputuskan oleh pemerintah pusat,” ujarnya. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved