Kupi Beungoh

Napoleon, Kohler, Muzakir Walad, dan Warisan Gampong Pande (3- Habis)

Cerita Aceh sebagai salah satu kerajaan maritim Islam terbesar Nusantara nyaris hanya ada dalam tulisan pengembara dan beberapa catatan sejarah.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Ahmad Humam Hamid, Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala. 

Oleh: Ahmad Humam Hamid*)

KONTROVERSI pembangunan IPAL Gampong Pande secara tidak sengaja telah membuka kesedaran baru kita, bahwa berbagai tulisan sejarah yang menerangkan keberadaan Aceh dan manusianya, hampir tidak didukung sama sekali oleh peninggalan budaya material yang solid.

Cerita Aceh sebagai salah satu kerajaan maritim Islam terbesar Nusantara nyaris hanya ada dalam tulisan pengembara dan beberapa catatan sejarah yang tercerai berai.

Untung saja ada tulisan dan buku-buku H. Abubakar Aceh, Mohammad Said, Dada Meuraxa, Vant Veer, Snouck Hurgorenyo, Husein Jayadningrat, Denys Lombard, Anthony Reid, Ali Hasymi.

Tulisan itu kemudian berkembang dalam kajian penulisan sejarah kontemporer seperti Gade Ismail, Auni Lutfie, dan Amirul Hadi.

Semua penelitian dan penulisan  mereka bagus saja adanya.

Tapi hampir tak ada jejak sejarah material yang solid yang mampu berbicara sendiri yang dapat dimengerti dengan mudah dengan kemampuan intelektual orang biasa.

Dan itu adalah artefak budaya.

Kalau memang kita hendak membuktikan apa yang tertulis berikut dengan banyak kesaksian dan pengamatan yang terekam,  maka bukti konkritnya  juga harus ada, sekalipun dalam bentuk sisa ataupun replika.

Seharusnya sampai hari ini, perjalanan sejarah Aceh mulai dari Lamuri, Jeumpa, Perlak, Samudera, Linge, Daya, Trumon, dan Aceh Darussalam akan terekam dalam sebuah narası material sesederhana apapun yang dapat dilihat.

Benteng Kuta Batee, Peninggalan Bersejarah Kerajaan Trumon di Aceh Selatan

Kalau kita tidak cermat dan hati-hati, generasi pelanjut Aceh atau siapapun yang ingin tahu tentang Aceh masa lalu cukup hanya dengan membaca saja.

Mareka tak akan mampu melihat dan menghayati akar dan evolusi perjalanan sebuah  bangsa atau suku dari sebuah negara kebangsaan besar, dengan bacaan benda-benda fisik baik yang nyata maupun yang abstrak.

Selemah apapun sebuah komunitas atau bangsa, apalagi yang konon pernah menjadi rival bangsa Eropah di kawasan Selat Malaka, terutama bangsa  Portugis selama 2 abad lebih, semestinya ada budaya material yang tertinggal atau terekam.

Paling kurang ada kesaksian pengembara yang diakui dunia sekelas Marco Polo, bahwa di ujung Pulau Sumatera ada sebuah kehidupan manusia beradab yang dapat berinteraksi dengan manusia Eropah yang sedang mengalami masa awal pencerahan.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved