Wawancara Eksklusif
Ciptakan 61 Inovasi Sejak Pandemi Covid-19
Profesionalisme dalam bekerja merupakan kunci utama bagi Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi (Menristek/BRIN)
* Rahasia Bambang Brodjonegoro Jadi Menteri di Era SBY-Jokowi
Profesionalisme dalam bekerja merupakan kunci utama bagi Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro mendulang sukses. Pria yang juga dikenal sebagai ahli ekonomi itu, sejauh ini sudah dipercaya mengisi sejumlah jabatan kementerian di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kepercayaan yang diperoleh Bambang dari dua rezim pemerintahan yang berbeda ini tidak serta-merta. "Rahasianya adalah selalu menjadi profesional. Artinya kita harus berupaya untuk berkinerja terbaik di manapun kita diberikan amanah," ujar Bambang saat wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, Selasa (23/3/2021).
Meraih berbagai prestasi, dipercaya mengemban sejumlah jabatan di pemerintahan dan menuntaskan pendidikan formal hingga jenjang S3, bukanlah alasan untuk Bambang berhenti belajar. "Sekolah dalam pengertian formal betul berakhir, tetapi proses belajar itu tidak boleh berhenti seumur hidup. Terus terang itu membuat saya lebih semangat untuk mempelajari hal-hal baru," kata Bambang. Petikan wawancara eksklusif Tribun Network bersama Menristek/Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro, akan kami turunkan dalam dua edisi mulai Kamis (25/3/2021) hari ini.
Jarang ada pejabat dari rezim Pak SBY masuk ke rezim Pak Jokowi. Apa rahasianya sehingga Bapak bisa jadi salah satunya, bahkan jadi Menteri di dua periode berturut-turut di masa kepemimpinan Presiden Jokowi?
Rahasianya adalah selalu menjadi profesional. Artinya, kita harus berupaya untuk berkinerja terbaik di manapun kita diberikan amanah. Kedua adalah tidak boleh berhenti belajar. Jadi meskipun saya sudah S3 dan segala macam, bukan berarti sekolah itu berakhir. Sekolah dalam pengertian formal betul berakhir, tapi proses belajar itu tidak boleh berhenti seumur hidup.
Terus terang itu membuat saya lebih semangat untuk mempelajari hal-hal yang baru. Kalau boleh dikatakan saya dua kabinet itu pun dengan tiga posisi yang berbeda. Tidak sama satu sama lain. Berarti perlu penyesuaian, tapi justru itu yang membuat saya menjadi tertarik untuk mempelajari hal-hal yang baru termasuk di bidang riset ini.
Bapak adalah peletak dasar ibu kota baru di Kaltim. Apakah ini konsep terbaik untuk Pak Jokowi?
Mungkin tidak bisa disebut konsep terbaik, maksudnya barangkali bermakna. Pertama untuk keuangan adalah teks A teks D. Paling tidak undang-undangnya itu dilahirkan di masa saya wakil menteri keuangan. Kemudian waktu di Bappenas ada dua, selain konsep dari ibu kota negara, juga ada visi Indonesia 2045. Saat ini barangkali yang bisa dikatakan adalah inovasi terkait Covid-19. Di mana dalam waktu yang relatif singkat ternyata banyak yang bisa dilahirkan para peneliti kita. Mungkin itu beberapa hal yang bagi saya menjadi bagian dari catatan selama perjalanan karier.
Kemenristek ini paling banyak berubah nomenklatur, sampai 8 kali kami catat. Ini berubah terus bahkan dari jaman Presiden Habibie. Kenapa ya?
Riset itu selalu mencari bentuk. Di satu sisi itu sangat dibutuhkan, di sini lain memang kesulitan untuk bisa dieksekusi di lapangan, sehingga membutuhkan beberapa penyesuaian. Awalnya pada zaman Pak Soeharto masih disebut Menteri Riset, kemudian di zaman Pak Habibie menjadi Menteri Riset dan Teknologi, karena teknologi yang mulai dikembangkan.
Kemudian, Kepala BPPT menjadi Menristek juga pada zaman Pak Habibie. Lalu BPPT dipisah karena dianggap lembaga penelitian seperti LIPI. Dan sekarang menjadi Ristek BRIN, salah satunya karena dengan adanya inovasi tadi. Di mana inovasi itu belum pernah masuk dalam portofolio kabinet. Padahal kalau dilihat di negara lain, itu sudah biasa menteri sience, technology, and inovasion. Kebetulan Menristek BRIN, salah satunya karena amanat dari Undang-undang nomor 11, sistem ristek yang mensyaratkan adanya BRIN sebagai integrator dari kegiatan serta invensi dan inovasi.
Kemenristek sudah menciptakan 61 inovasi sejak pandemi Covid-19 ini melanda Indonesia. Apa saja?
Dibentuknya konsorsium riset dan inovasi Covid-19 oleh Kemenristek semangatnya adalah mendorong kolaborasi antar tiga aktor utama atau tiga pelaku utama yaitu pemerintah, peneliti, dan dunia usaha. Itu yang biasa kita sebut sebagai triple Helix. Tiple Helix itulah yang menjadi kunci keberhasilan riset dan inovasi di seluruh negara. Dari 61 inovasi, rinciannya 50 sudah selesai, sudah menjadi produk, dan 11 masih dalam tahap penyelesaian atau finalisasi.
Beberapa jenis inovasi yang lahir di awal pandemi Covid-19 ini banyak yang terkait dengan screning dan testing, seperti Rapid Test Antibodi yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PT Hepatika Mataram di Nusa Tenggara Barat. Pada waktu yang bersamaan, konsorsium di bawah Kemenristek/BRIN juga melahirkan PCR Test Screen yang dikembangkan oleh BPPT bersama start up, yang kemudian melakukan produksinya di Biofarma.