Luar Negeri

114 Warga Tewas dalam Sehari, Termasuk Gadis 13 Tahun, Protes Paling Berdarah Terbaru di Myanmar

Pembunuhan yang terjadi di 44 kota besar dan kecil di seluruh negeri menjadi hari protes paling berdarah sejak kudeta militer bulan lalu.

Editor: Faisal Zamzami
AP
Demonstran anti-kudeta menyiapkan busur dan anak panah darurat untuk menghadapi polisi di kotamady kota Thaketa Yangon, Myanmar, Sabtu, 27 Maret 2021. 

Seorang bayi berusia 1 tahun terkena peluru karet pada bagian matanya.

 Perintah membunuh

Reuters melaporkan di Naypyitaw, Min Aung Hlaing menegaskan kembali janji untuk mengadakan pemilihan, tanpa memberikan kerangka waktu.

"Tentara berupaya bergandengan tangan dengan seluruh bangsa untuk menjaga demokrasi," katanya dalam siaran langsung di televisi pemerintah.

"Tindakan kekerasan yang memengaruhi stabilitas dan keamanan untuk membuat tuntutan tidak pantas," katanya.

Dalam peringatannya pada Jumat malam, televisi pemerintah mengatakan pengunjuk rasa "dalam bahaya ditembak di kepala dan punggung."

Berita itu tidak secara spesifik mengatakan pasukan keamanan telah diberi perintah tembak-untuk-membunuh.

Junta sebelumnya berdalih beberapa penembakan fatal datang dari dalam kerumunan.

 Dukungan Rusia-China

Tekanan internasional terhadap junta meningkat minggu ini dengan sanksi baru AS dan Eropa.

Namun wakil menteri pertahanan Rusia Alexander Fomin menghadiri pawai di Naypyitaw, setelah bertemu dengan para pemimpin senior junta sehari sebelumnya, lapor Reuters.

"Rusia adalah teman sejati," kata Min Aung Hlaing. Para diplomat mengatakan kepada Reuters bahwa delapan negara - Rusia, China, India, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Laos, dan Thailand - mengirim perwakilan dalam acara tersebut.

Tapi Rusia adalah satu-satunya yang mengirim menteri.

Dukungan dari Rusia dan China, yang juga menahan diri dari kritik, penting bagi junta.

Pasalnya kedua negara tersebut adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan dapat memblokir potensi tindakan PBB.

Armed Forces Day memperingati dimulainya perlawanan terhadap pendudukan Jepang pada 1945 yang diatur oleh ayah Suu Kyi, yang adalah pendiri militer.

Reuters melaporkan tembakan menghantam pusat kebudayaan AS di Yangon pada Sabtu (27/3/2021).

Tetapi tidak ada yang terluka dan insiden itu sedang diselidiki, menurut juru bicara Kedutaan Besar AS Aryani Manring.

Para pengunjuk rasa turun ke jalan hampir setiap hari, sejak kudeta menggagalkan transisi Myanmar yang lambat menuju demokrasi.

Jenderal Yawd Serk, ketua Dewan Pemulihan Negara Bagian Shan / Tentara Negara Bagian Shan - Selatan, salah satu tentara etnis di negara itu, sudah bersuara.

"Jika mereka terus menembaki pengunjuk rasa dan menggertak orang, saya pikir semua kelompok etnis tidak akan hanya berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa," katanya kepada Reuters di negara tetangga Thailand.

Penulis dan sejarawan Thant Myint-U menulis di Twitter: "Negara yang gagal di Myanmar berpotensi menarik semua kekuatan besar.

Termasuk AS, China, India, Rusia, dan Jepang, dapat mengarah pada krisis internasional yang serius (serta bencana yang lebih besar di Myanmar sendiri)."

Baca juga: Dokter Keluarkan Cacing Pita Sepanjang 17 Meter dari Pantat Pria Ini, Awalnya Sakit Perut

Baca juga: Jarang Diketahui, Ini yang Terjadi Pada Tubuh Jika Minum Air Dingin Setelah Berolahraga

Baca juga: Satu WNI dan Dua Pria Malaysia Ditangkap Hendak Bunuh Mahathir Mohamad dan Menteri Lain

 Kompas.com dengan judul "114 Korban Tewas dalam Hari Protes Paling Berdarah Terbaru di Myanmar"

Baca juga: Lagi, Satpol PP Jaring Pelanggar Syariat

BACA BERITA LAIN TERKAIT MYANMAR

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved