Opini

Mencegah Hoaks Melalui Pendidikan Karakter

Di zaman milenia atau akrab juga disebut era digital, banyak orang memanfaatkan media sosial untuk berinovasi dan berkreasi

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Mencegah Hoaks Melalui Pendidikan Karakter
FOR SERAMBINEWS.COM
Dr. Sri Rahmi, MA, Dosen UIN Ar Raniry, Ketua Asosiasi Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Se-Indonesia

Sidik berarti benar, berkomitmen pada kebenaran, selalu berkata dan berbuat benar, dan berjuang menegakkan kebenaran. Amanah berarti jujur atau terpercaya (baik oleh kaum muslim maupun nonmuslim). Fatanah berarti cerdas, pandai, arif, berwawasan luas, terampil, dan profesional. Tablig berarti komunikatif (orang lain mudah memahami yang dibicarakan atau dimaksudkan Rasulullah).

Keempat nilai tersebut jika diterapkan dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, maka dapat dipastikan, pelaku penyebaran hoaks dan orang yang menjadi korban hoaks akan semakin berkurang.

Pendidikan literasi digital

Fenomena penggunaan media sosial sebagai media online semakin massif pada dekade ini. Kalangan muda sebagai generasi milenial atau digital native merupakan pengguna terbesar untuk semua jenis  media sosial saat ini. Pentingnya program pendidikan literasi digital yang memberikan dampak positif bagi pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam menggunakan media, terutama media sosial yang saat ini sering dijadikan sumber informasi oleh masyarakat kususnya kalangan generasi muda.

Pendidikan literasi digital, dapat menjadi program yang mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi kalangan usia muda sehingga muncul kesadaran penggunaan media sosial dengan cara yang bijak. Pendidikan literasi digital dapat menjadi solusi bagi pemerintah dan elemen masyarakat serta civitas akademika yang peduli terhadap kemajuan dan masa depan moral anak bangsa, terutama dalam pencegahan penyebaran berita hoaks.

Pendididikan literasi digital perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh siswa maupun guru. Guru mengajak siswa meluangkan waktunya untuk membaca. Siswa perlu dibiasakan untuk membaca berita dari berbagai sumber. Guru juga perlu berpartisipasi aktif dalam

memberi keteladanan penerapan budaya literasi di lembaga pendidikan tempatnya bertugas.

Artinya, guru pun tidak hanya menyuruh siswa, tetapi juga harus melakukan kegiatan membaca. Melalui pendidikan literasi digital, diharapkan siswa memiliki pertahanan yang kuat sehingga tidak mudah menjadi korban maupun pelaku penyebaran hoaks. Kesadaran untuk membaca harus ditanamkan dalam diri siswa sejak dini. Jika siswa tidak suka membaca, akibatnya siswa akan miskin informasi. Miskinnya informasi mengakibatkan siswa sulit memilah-milah mana yang hoaks dan mana yang bukan.

Sebaliknya, jika siswa terbiasa membaca, ia akan lebih mudah mengenali hoaks. Semoga pemerintah konsisten dan menjadikan prioritas utama dalam membentuk generasi muda Indonesia agar mempunyai kecerdesaan literasi digital yang tinggi dan karakter yang kuat, sehingga dapat menjadi benteng diri agar tidak mudah dipengaruhi oleh berita-berita hoaks yang dapat melunturkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved