Polemik Istana Negara Burung Garuda di Ibu Kota Baru, Pemborosan Dana dan Tak Cerminkan Peradaban
Pemerintah siap membangun kantor kepresidenan RI atau istana negara di ibu kota negara (IKN) baru, Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah siap membangun kantor kepresidenan RI atau istana negara di ibu kota negara (IKN) baru, Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, lokasi istana negara yang akan menjadi titik nol ini bahkan telah ditentukan.
Menurut Suharso, peletakan batu pertama atau ground breaking istana negara di ibu kota baru akan dimulai pada tahun 2021.
"Kalau semua rancangan yang di master plan yang disusun dan detail plan yang sudah disiapkan kita optimistis, mudah-mudahan istana presiden bisa groundbreaking pada tahun ini," kata Suharso dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (17/3/2021).
Namun demikian, pembangunan istana negara ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama asosiasi profesional.
Bahkan, lima asosiasi profesional, yakni Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Green Building Council Indonesia (GBCI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Landskap Indonesia (IALI), dan Ikatan Ahli Perancangan Wilayah dan Kota (IAP), menyatakan sikap dan mengkritik salah satu rancangan istana negara yang berbentuk burung garuda.
Sejumlah asosiasi profesional di Indonesia membuat pernyataan sikap dan mengkritik rencana, rancangan, dan gambar ibu kota negara (IKN) baru di Kalimantan Timur.
Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah rancangan bangunan istana negara yang berbentuk burung garuda.
Ketua Ikatan Arsaitek Indonesia (IAI) I Ketut Rana Wiarcha mengatakan, bangunan istana negara yang berbentuk burung garuda atau burung yang menyerupai garuda merupakan simbol yang di dalam bidang arsitektur tidaklah mencirikan kemajuan peradaban bangsa Indonesia di era digital.
"Sangat tidak mencerminkan kemajuan peradaban bangsa, terutama di era digital, dan era bangunan emisi rendah dan pasca-Covid-19 (new normal)," kata Rana dalam pernyataan sikap yang diterima Kompas.com, Minggu (28/3/2021).
Menurut Rana, gedung istana negara seharusnya merefleksikan kemajuan peradaban, baik budaya, ekonomi, maupun komitmen pada tujuan pembangunan berkelanjutan negara Indonesia dalam partisipasinya di dunia global.
"Bangunan gedung istana negara seharusnya menjadi contoh bangunan yang secara teknis sudah mencirikan prinsip pembangunan rendah karbon dan cerdas sejak perancangan, konstruksi, hingga pemeliharaan gedungnya," tutur Rana.
Rana menilai, metafora terutama yang dilakukan secara harfiah dan keseluruhan dalam dunia perancangan arsitektur era teknologi 4.0 adalah pendekatan yang mulai ditinggalkan.
Hal itu karena ketidakampuan menjawab tantangan dan kebutuhan arsitektur hari ini dan masa mendatang.
Metafora hanya mengandalkan citra, yang dilakukan secara keseluruhan dapat diartikan secara negatif, dikaitkan dengan anatomi tubuh yang dilekatkan dalam metafor.
"Metafora harfiah yang direpresentasikan melalui gedung berbentuk patung burung tersebut tidak mencerminkan upaya pemerintah dalam mengutamakan forest city atau kota yang berwawasan lingkungan," tegas Rana.
Selain IAI, asosiasi lain yang bersikap serupa adalah Green Building Council Indonesia (GBCI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Landskap Indonesia (IALI), dan Ikatan Ahli Perancangan Wilayah dan Kota (IAP).
Mereka merekomendasikan tiga hal sebagai berikut:
1. Istana negara versi burung garuda disesuaikan menjadi monumen atau tugu saja pada posisi strategis tertentu di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) dan dilepaskan dari fungsi bangunan istana.
2. Mengusulkan desain bangunan gedung istana disayembarakan dengan prinsip dan ketentuan desain yang sudah disepakati dalam hal perancangan kawasan maupun penataan tata ruangnya, termasuk target menjadi model bangunan sehat beremisi nol.
3. Terkait kepentingan awal pembangunan IKN, memulai pembangunan tidak harus melalui bangunan gedung, tetapi dapat melalui TUGU NOL yang dapat ditandai dengan membangun kembali lanskap hutan hujan tropis.
Hal ini bisa dimulai dengan penanaman kembali pohon endemik Kalimantan yang nantinya menjadi simbol bahwa pembangunan IKN memang merepresentasikan keberpihakan pada lingkungan seperti dalam narasi skema sayembara Nagara Rimba Nusa untuk “membangun hutan terlebih dahulu baru membangun kotanya”.
"Kami berharap pernyataan dan rekomendasi ini dapat menjadi bahan pengayaan dan masukan bagi pemerintah dalam menyiapkan pemindahan dan pembangunan IKN ini. Salah dalam merencanakan maka rencana itu akan menghasilkan kegagalan," tambah Rana.
Sikap serupa dinyatakan Anggota Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia atau Green Building Council Indonesia (GBCI) Prasetyoadi.
Menurut Tiyok, sapaan akrabnya, desain istana negara berbentuk burung garuda tidak fungsional.
Untuk diketahui, rendering desain istana negara berbentuk burung garuda yang beredar luas di media sosial merupakan hasil karya salah satu peserta sayembara bangunan gedung IKN, yakni Nyoman Nuarta.
Di antara para peserta yang ikut sayembara tersebut, terdapat nama-nama beken, seperti Sibarani Sofian, Yori Antar, Gregorius Supie Yolodi, dan pematung Nyoman Nuarta.
Di luar ketiga nama pertama, Tiyok mempertanyakan kapasitas Nyoman Nuarta yang merupakan pematung dan bukan arsitek profesional. Selain kontroversi burung garuda, Tiyok menganggap bahwa pembangunan istana negara di ibu kota baru ini dilakukan secara tertutup.
"Saya dan teman-teman profesional tentu resah, karena dibangunnya istana negara ini dengan proses yang tertutup dan dirancang oleh pematung Nyoman Nuarta. Dia bukan arsitek profesional maupun disiplin-disiplin lain yang berhubungan," kata Tiyok kepada Kompas.com, Sabtu (28/3/2021).
Tiyok juga menuding bahwa rancangan istana negara ini dilakukan tanpa sayembara.
Tidak adanya sayembara ini akan berisiko pada rendahnya efektivitas pembangunan istana negara, termasuk masalah pemborosan anggaran.
"Berisiko lebih mahal tidak hanya dalam hal konstruksi, tapi bakal pemborosan besar-besaran dalam hal kinerja bangunan gedung," tegas Tiyok.
Untuk diketahui, Nyoman Nuarta merupakan pematung yang pernah menggarap proyek Patung Garuda Wisnu Kencana di Bali.
Patung tersebut dibangun dengan anggaran yang menurut Tiyok sangat fantastis, bahkan lebih mahal dibanding Menara Eiffel dan Patung Liberty.
Mengutip ABC News, Patung Garuda Wisnu Kencana ditaksir menghabiskan biaya mencapai 100 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,4 triliun.
Sementara itu, menurut data Home Advisor, jika biaya pembangunan Patung Liberty dulu disesuaikan dengan nilai saat ini, setara dengan 10,6 juta dollar AS atau sekitar Rp 157 miliar.
Berdasarkan data yang sama, jika dibandingkan dengan harga pembangunan Menara Eiffel, masih jauh di bawah harga patung Garuda Wisnu Kencana, yakni hanya 38,3 juta dollar AS atau ekuivalen Rp 556 miliar.
"Pak Nyoman Nuarta, silakan membuat simbol patung, dengan anggaran yang terpisah. Jadi monumen jika memang diinginkan, itu merupakan keahlian beliau. Tapi, bukan jadi gedung istana negara," tegas Tiyok.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti membantah tudingan Tiyok.
Menurut dia, istana negara merupakan kategori bangunan fungsi khusus yang akan dibangun oleh pemerintah di IKN.
Oleh karena itu, pembangunan istana negara jelas dan pasti dilakukan melalui proses sayembara. Hanya saja, sayembara yang digelar bersifat terbatas.
"Kalau istana negara itu bangunan fungsi khusus, jadi disayembarakan, tetapi terbatas bagi aristek-arsitek tertentu saja. Jadi tidak di publik sayembara untuk umum," kata Diana kepada Kompas.com, Minggu (28/03/2021).
Namun demikian, Diana membenarkan bahwa Nyoman Nuarta sebagai salah satu orang yang ikut dalam sayembara merancang bangunan istana negara tersebut.
"Iya, Nyoman ini salah satunya. Nama lainnya adalah Yori Antar, Sibarani Sofian, Gregorius Supie Yolodi, dan banyak ada beberapa," ujarnya.
Diana mengaku bahwa rancangan istana negara yang dibuat Nyoman merupakan salah satu yang mendekati untuk dipilih.
Namun, dia menegaskan bahwa rancangan tersebut masih belum final dan diputuskan. Sebab, hingga saat ini masih dalam proses pre-basic design.
"Jadi Pak Nyoman itu memang sudah mendekati, tapi finalnya itu masih proses, nanti sampai bulan Agustus," ungkap Diana.
Alasan Kementerian PUPR melibatkan Nyoman dalam sayembara perancangan bangunan istana negara adalah karena telah memiliki rekam jejak dalam proyek-proyek ikonik, seperti Patung Garuda Wisnu Kencana.
Meski berlatar seorang pematung, tetapi Nyoman diyakini juga memiliki jiwa arsitek.
"Ya beliau (Nyoman) itu memang pematung. Tapi dia punya jiwa arsitek, bahwa lihat Garuda Wisnu Kencana, patung tapi ada juga hotelnya dan dia bagus juga kan," tuntas Diana.
Sebelumnya, wajah IKN yang memuat konsep istana negara dengan bentuk burung garuda dipublikasikan melalui sebuah video di akun Instagram @rendering_indonesia. Video berdurasi 6.45 menit tersebut menjelaskan secara gamblang gambaran dan rancangan konsep sejumlah ikon bangunan yang akan dibangun di IKN.
"Ibu Kota Negara baru juga akan memiliki istana negara dengan nuansa lambang negara burung garuda yang mencerminkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat," demikian pernyataan dalam video tersebut.
Hingga saat ini video tersebut bahkan telah ditonton oleh sebanyak 11.100 orang dan mendapat 177 komentar dari warganet.
Baca juga: Booking Cewek Atas Nama Tania, yang Datang Malah Asep, Pria Ini Dikeroyok 3 Waria
Baca juga: Sampai Hari Ini, 439 Warga Lhokseumawe yang Terpapar Covid-19 Telah Sembuh, 10 Masih Isolasi Mandiri
Baca juga: Besok, Dua Terdakwa Perkara Dugaan Penyelewangan Dana Desa di Ujong Pacu Lhokseumawe Divonis
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lima Asosiasi Kritik Istana Negara Burung Garuda, Tidak Mencerminkan Kemajuan Peradaban"