Soal Larangan Penanyangan Anggota Polisi Lakukan Kekerasan, Polri Tegaskan Hanya Berlaku Internal

Rusdi kemudian menjelaskan alasan Kapolri menerbitkan STR itu kepada jajaran internalnya.

Editor: Amirullah
Tribunnews/Jeprima
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo saat menggelar konferensi pers seudai melakukan pertemuan di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (29/1/2021). Dalam kunjungannya Kapolri kali ini merupakan bentuk silaturahmi antara Polri dengan ormas-ormas islam yang ada dan mampu bersinergi untuk sama-sama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyatakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidak melarang media konvesional untuk menayangkan jika ada anggota Polri yang dianggap menyalahgunakan tugasnya melakukan kekerasan.

Hal tersebut sekaligus mengklarifikasi mengenai surat telegram rahasia (STR) Kapolri Jenderal Listyo Sigit dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021.

Dimana poin pertama dalam STR itu banyak mendapatkan kritik karena mengancam kebebasan pers.

Menurutnya, surat telegram itu tidak ditunjukkan kepada insan pers secara umum. Namun, surat telegram itu diarahkan kepada personel yang bertugas di bidang kehumasan.

"STR tersebut untuk internal," kata Brigjen Rusdi Hartono saat dikonfirmasi, Selasa (6/4/2021).

Rusdi kemudian menjelaskan alasan Kapolri menerbitkan STR itu kepada jajaran internalnya. Dia bilang, instruksi itu bertujuan agar humas dapat berkinerja lebih baik lagi.

Baca juga: Kapolri Larang Media Siarkan Tindak Kekerasan dan Arogansi yang Dilakukan Anggota Polri

Baca juga: Seorang Pria Cabuli Anak Tiri, Terungkap Usai Korban Cerita ke Bibi dan Kakaknya, Pelaku Dikeroyok

"STR itu untuk internal agar kinerja pengemban fungsi humas di satuan kewilayahan lebih baik, lebih humanis dan profesional," tukas dia.

Diberitakan sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melarang divisi humas Polri baik di pusat maupun wilayah untuk menayangkan foto ataupun video yang menunjukkan tindakan kekerasan yang dilakukan anggota Polri.

Perintah itu tertuang dalam surat telegram (ST) dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 tentang pedoman pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan dan atau kejahatan.

ST tersebut ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri pada tanggal 5 April 2021. Dalam ST itu, ditujukan kepada para Kapolda serta Kabid Humas di daerah.

Ketika dikonfirmasi, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono membenarkan adanya surat telegram tersebut. Surat telegram itu diterbitkan untuk menjaga kinerja Polri.

"Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," kata Rusdi saat dikonfirmasi, Selasa (6/3/2021).

Dalam surat telegram itu, setidaknya ada 11 poin instruksi Kapolri kepada jajarannya yang bertugas di kehumasan. Yang paling pertama adalah media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang arogan dan berbau kekerasan.

Baca juga: Lama Ditunggu Publik, Nissa Sabyan Akhirnya Muncul Jadi Bridesmaid dengan Seorang Pengantin

"Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis," sebagaimana dikutip ST tersebut.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved