Jurnalisme Warga
Tradisi Turun Tanah Bayi Dalam Masyarakat Aceh
Tradisi turun tanah (peugidong tanòh) bagi bayi merupakan hal yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh

Dalam tradisi turun tanah bayi tersirat berbagai makna yang jarang diketahui, misalnya pesan ketauhidan yang terkandung dalam sesi pemotongan pohon dengan pedang, terdapat asupan jiwa patriotik yang bermakna, rela berperang melawan kafir yang memusuhi secara tangguh dan berani.
Perbedaan tradisi turun tanah dahulu kala dengan zaman sekarang, sangat jauh dari nilai dan pesan orang tua yang terkandung di dalamnya. Generasi sekarang cenderung mengedepankan tren dan kemeriahan ketimbang pesan-pesan moral itu sendiri. Sebenarnya turun tanah bayi bukanlah hal gampang yang dapat dipandang sepele bagi kemaslahatan bayi.
Pelaksanaan turun tanah bayi sekarang ini semakin maju dan berkembang, ada yang meresepsikan dengan membuat pelaminan bayi, memasang balon-balon, menghias dengan pernak-pernik agar terkesan indah, ada pula yang membuat ayunan khusus agar si bayi agar terlihat mewah. Semua itu bukan tak diperbolehkan, tapi jika kenyataannya dapat menghilangkan nilai-nilai kebajikan di dalamnya, maka praktik seperti itu sangat disayangkan. Apalagi bila dikaitkan dengan keberlangsungan hidup si anak ke depannya. Sebab, segala apa yang kita tanamkan hari ini di dalam jiwa si anak, itulah yang akan kita petik di kemudian hari saat si anak telah menjadi penerus keluarga kita, menjadi penerus bangsa dan negara ini.
Akhirulkalam, saya hanya dapat berpesan, janganlah mengubah segala pakem perabadan dan budaya kita yang telah mentradisi dan mendarah daging dalam diri dan jiwa masyarakat Aceh sekarang sebagaimana yang telah dilakukan oleh para pendahulu (endatu) kita. Wallahu ’alam bissawab.