Ramadhan, Akhlak, dan Peradaban
Kita sudah sering mendengar bahwa Ramadhan adalah bulan rahmat, pengampunan, dan pembebasan dari api neraka
Oleh Dr. Teuku Zulkhairi, MA
Kita sudah sering mendengar bahwa Ramadhan adalah bulan rahmat, pengampunan, dan pembebasan dari api neraka. Tentu kita berdoa semoga dapat meraih keseluruhan dari tujuan berpuasa tersebut. Amin ya Rabb.
Jika pengampunan, rahmat, dan pembebasan dari api neraka adalah terkait dengan hubungan transendental (langsung) kita dengan Allah SWT, maka sebenarnya Ramadhan juga bertujuan membina dan memperbaiki hubungan sesama manusia melalui pembentukan akhlak mulia.
Pemahaman seperti ini sejalan dengan karakteristik Islam yang selain menjelaskan Islam sebagai agama yang `Rabbniyah' (agama langit), juga menegaskan "Insaniyah' sebagai karakter kedua Islam dimana Islam memahami sifat-sifat manusia sebagai penduduk bumi. Maka, keseluruhan ajaran Islam memiliki orientasi untuk bagaimana memperbaiki akhlak manusia sehingga mereka dapat melaksanakan visi kekhalifahannya di muka bumi.
Dalam hal ini, para dai sudah sering memberi penjelasan dari Alquran bahwa sebelum era manusia, bumi ini sudah dihuni makhluk lain yang ternyata mereka saling berperang dan menghancurkan. Makhluk itu kemudian dilenyapkan oleh Allah dan kemudian Allah menciptakan manusia untuk menjadi penghuni baru dunia ini dan diharapkan tidak mengulangi kesalahan penduduk bumi sebelumnya.
Sebuah hadis Rasulullah SAW yang sangat populer di telinga umat Islam menyebutkan bahwa fungsi beliau diutus sebagai Nabi dan Rasul adalah untuk menyempurnakan keluhuran akhlak manusia. Sementara kerusakan akhlak adalah ciri khas masyarakat Arab sebelum Islam. Oleh sebab itu, selain sosok Rasulullah yang langsung ditempa oleh Allah SWT untuk menjadi pribadi dengan akhlak terpuji agar menjadi teladan bagi umatnya, Rasulullah juga dibekali dengan Risalah Islam (syariat) seperti puasa yang aplikasinya dapat membentuk akhlak terpuji seorang Muslim.
Pendek kata, perbaikan akhlak adalah tema sentral dalam visi kerasulan Nabi Muhammad SAW. Hasil dari dakwah Rasulullah dengan modal utama akhlak mulia ini, dalam jangka waktu 23 tahun jazirah Arab yang awalnya sangat jahiliyah kemudian berubah menjadi oase bagi peradaban. Dari jazirah Arab ini, Islam terpencar ke berbagai belahan dunia membentuk peradaban baru agar manusia dapat menjalankan fungsi kekhalifahannya di muka bumi sebagaimana kehendak Sang Pencipta.
Keteladanan akhlak Rasulullah SAW dalam perjuangan menyampaikan risalah Islam ini tidak hanya diakui oleh para sahabat seperjuangan beliau, namun juga diakui oleh musuh-musuh beliau. Maka sesungguhnya, keseluruhan dari amalan ibadah di bulan Ramadhan yang kita lewati setiap tahun diharapkan dapat membentuk akhlak mulia pada diri seorang muslim.
Ketika Rasulullah SAW mengatakan bahwa Islam adalah `Agama yang tinggi dan tidak ada yang menandinginya," maka modalitas utama kita sebagai Muslim untuk menunjukkan ketinggian ajaran Islam kepada penduduk bumi adalah pada akhlak kita. Dengan akhlak mulia inilah peradaban Islam dapat dibangun.
Islam dapat berbicara banyak teori, tapi jika muslimnya gagal menunjukkan akhlak mulia dalam diri pribadinya, maka orang-orang tidak akan bisa melihat Islam pada dirinya. Sebagaimana dikatakan Muhammad Abduh, "Islam tertutupi oleh perilaku muslim." Jadi, kita harus menunjukkan wajah Islam melalui akhlak masing-masing pribadi kita seperti dikatakan Rasulullah, "mulailah dari dirimu sendiri." Dan, Ramadhan menggiring kita kepada akhlak mulia melalui serangkaian amalan di dalamnya yang ditekankan untuk kita kerjakan.
Dengan berpuasa di bulan Ramadhan, kita diharapkan menjadi pribadi yang mampu menahan diri untuk tidak marah, untuk tidak mencaci maki dan memfitnah (baik di dunia nyata maupun di dunia maya), untuk saling peduli kepada sesama, untuk sabar dari berbagai kesulitan hidup, serta agar berjuang menahan hawa nafsu. Puasa di bulan Ramadhan juga mengajarkan sifat amanah dimana kita senantiasa merasa diawasi oleh Allah SWT sehingga diharapkan kita akan terhindar dari perilaku tercela.
Akhlak mulia semacam ini adalah energi positif yang sangat besar pengaruhnya bagi cita-cita kita membangun kembali peradaban Islam. Akhlak mulia akan menciptakan umat yang solid dan kompak di satu sisi, serta menjadi pemikat terhadap Islam bagi manusia di sisi lain. Jika kita bertanya bagaimana mengukur efektivitas puasa yang saban tahun kita kerjakan, maka marilah kita ukur dari akhlak kita masing-masing.
Rasulullah mengajarkan bahwa "muslim yang baik adalah yang mampu menghidarkan (kejahatan) lisan dan tangannya terhadap orang lain". Wallahu a'lam bishshawab.
* Penulis adalah Dosen Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh. Email: teuku.zulkhairi@ar-raniry.ac.id