Internasional

Turki Panggil Dubes AS, Protes Keputusan AS, Pembantaian Warga Armenia Sebagai Genosida

Kementerian luar negeri Turki memanggil Duta Besar AS di Ankara untuk memprotes keputusan AS.

Editor: M Nur Pakar
Youtube.com
Tentara Ottoman 

SERAMBINEWS.COM ISTANBUL - Kementerian luar negeri Turki memanggil Duta Besar AS di Ankara untuk memprotes keputusan AS.

Hal itu terkait warga Armenia dibantai selama Kekaisaran Ottoman sebagai Genosida atau pembersihan etnis.

Wakil Menteri Luar Negeri Sedat Onal bertemu dengan David Satterfield Sabtu (24/4/2021) malam untuk mengungkapkan kecaman keras dari Ankara.

"Pernyataan itu tidak memiliki dasar hukum dalam hal hukum internasional dan telah merugikan rakyat Turki, membuka luka yang sulit diperbaiki dalam hubungan kami," kata kementerian itu.

Pada Sabtu (24/4/2021), Presiden AS Joe Biden menindaklanjuti janji kampanye untuk mengakui peristiwa yang dimulai pada tahun 1915.

Menewaskan sekitar 1,5 juta orang Armenia Ottoman sebagai Genosida.

Baca juga: Joe Biden Menegaskan Kekaisaran Ottoman Genosida Warga Armenia 1915

Pernyataan itu dibuat dengan hati-hati untuk mengatakan deportasi, pembantaian, dan mars kematian terjadi di Kekaisaran Ottoman.

Proklamasi Gedung Putih segera memicu pernyataan kecaman dari para pejabat Turki.

Meskipun Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan belum membahas masalah tersebut.

Turki menolak penggunaan kata tersebut, dengan mengatakan baik orang Turki dan Armenia tewas dalam pertempuran era Perang Dunia I.

Bahkan, telah meminta komisi sejarah bersama untuk menyelidiki.

Selama bertahun-tahun, presiden Amerika telah menghindari penggunaan Genosida.

Baca juga: Joe Biden Segera Tetapkan Kekaisaran Ottoman Bantai Etnis Armenia

Untuk menggambarkan apa yang disebut orang Armenia sebagai Meds Yeghern, atau Kejahatan Besar.

Pengumuman itu datang ketika hubungan Turki-Amerika mengalami sejumlah masalah.

AS telah memberikan sanksi kepada pejabat pertahanan Turki.

Termasuk mengeluarkan Turki dari program jet tempur.

Setelah anggota NATO itu membeli sistem pertahanan S400 buatan Rusia.

Ankara frustrasi dengan dukungan Washington terhadap pejuang Kurdi Suriah terkait dengan pemberontakan yang telah diperangi Turki selama beberapa dekade.

Turki juga menuntut ekstradisi Fethullah Gulen, seorang ulama Turki yang dituduh mengatur upaya kudeta berdarah terhadap pemerintah Erdogan pada 2016.

Gulen tinggal di AS dan menyangkal keterlibatan.

Baca juga: Presiden Joe Biden Mobilisasi Sekutu, Menghadang Ambisi China Jadi Penguasa Dunia

Erdogan dan Biden berbicara melalui telepon pada Jumat (23/4/2021) untuk pertama kalinya sejak pemilihan umum AS.

Ibrahim Kalin, juru bicara presiden, mentweet hari Minggu:

“Presiden Erdogan membuka arsip nasional Turki dan menyerukan komite sejarah bersama untuk menyelidiki peristiwa 1915, yang tidak pernah ditanggapi oleh Armenia."

"Sayangnya @POTUS telah mengabaikan, antara lain, fakta sederhana ini dan mengambil posisi yang tidak bertanggung jawab dan tidak berprinsip.”(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved