Deretan Upaya Pelemahan KPK yang Disebut ICW: dari Revisi UU hingga Tes Alih Status ASN
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, deretan upaya untuk melemahkan KPK sudah dirancang dan dilakukan secara runtut.
SERAMBINEWS.COM - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, deretan upaya untuk melemahkan KPK sudah dirancang dan dilakukan secara runtut.
Mulai dari revisi undang-undang KPK, kontroversi kepemimpinan Firli Bahuri serta perubahan status kepegawaian independen menjadi ASN.
Terbaru, tidak lulusnya 75 pegawai KPK dalam tes wawasan kebangsaan untuk beralih status menjadi ASN yang menuai polemik.
Sebab, puluhan pegawai tersebut merupakan penyidik senior dan berintegritas, seperti di antaranya Novel Baswedan.
"ICW beranggapan ketidaklulusan sejumlah pegawai KPK saat mengikuti tes wawasan kebangsaan telah dirancang sebagai bagian untuk menghabisi dan membunuh KPK," kata Kurnia dalam tayangan Youtube Kompas TV, Jumat (8/5/2021).
"Sinyal untuk dibabat habis tersebut sebenarnya sudah jelas dan runtut. Mulai dari revisi Undang-undang KPK."
"Problematika dan kontroversinya komisioner KPK yang baru dan terakhir menyingkirkan penggawa-penggawa KPK dari gelanggang," tambah Kurnia.
Baca juga: Angkutan Umum & Mobil Pribadi Diperintahkan Putar Balik di Simpang Arjun Bireuen, Ini Penjelasannya
Baca juga: Cara Meluruskan Rambut Secara Alami, Coba Bahan Ini Sangat Efektif
Lantas, benarkah persoalan tersebut merupakan upaya pelemahan KPK?
Berikut Tribunnews.com rangkum deretan kasus yang disebut ICW sebagai upaya melemahkan KPK:
1. Upaya Pelemahan KPK Dimulai dari Revisi UU KPK
Pada Kamis (17/9/2019) lalu, DPR mengetuk palu untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Padahal, rancangan revisi UU tersebut menuai berbagai polemik karena berujung pada pelemahan KPK.
Ada beberapa poin dalam revisi UU KPK yang melemahkan KPK, seperti KPK yang tidak lagi independen dan juga adanya pembentukan dewan pengawas KPK.
Bahkan, KPK juga tidak lagi bebas untuk 'menyadap' koruptor karena harus memiliki izin terlebih dahulu dari dewan pengawas.
Dikutip dari Kompas.com, salah satu poin revisi UU KPK mengatur tentang kedudukan KPK yang berada pada cabang eksekutif.