Berita Aceh Singkil

Kuburan Ayahanda Mufti Agung Kesultanan Aceh di Pinggir Sungai Lae Cinendang Aceh Singkil

Syekh Abdurrauf As Singkily, merupakan Mufti Agung Kesultanan Aceh Darussalam semasa Sultanah Syafiatuddin Tajul Alam...

Penulis: Dede Rosadi | Editor: Jalimin
For Serambinews.com
Kompleks Makam Ali Fansuri ayahanda Syekh Abdurrauf As Singkily di Tanjung Mas, Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil. 

Laporan: Dede Rosadi I Aceh Singkil

SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Syekh Abdurrauf As Singkily, merupakan Mufti Agung Kesultanan Aceh Darussalam semasa Sultanah Syafiatuddin Tajul Alam (1050-1086 H atau 1641-1675 M)

Abdurrauf memiliki ayah bernama Ali al-Fansuri. Sedangkan Ibundanya bernama Umi Alum. Pendapat lain menyebutkan Bunda Syekh Abdurrauf bernama Aminah.

Kuburan kedua orang tua Abdurrauf terletak di pinggir sungai Lae Cinendang, di seberang Desa Tanjung Mas, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil.

Untuk menuju ke pemakaman dari Tanjung Mas, naik perahu mesin sekitar 10 menit.

Sementara dari Singkil, ibu kota Kabupaten Aceh Singkil, bisa ditempuh menggunakan kendaraan sekitar 1 jam. Sampai di Tanjung Mas, sambung dengan naik perahu.

Kuburan Ali Fansuri dan sang istri dibangun pondok pelindung.

Pondok makan ayahnya dilengkapi plang nama Ali Fansuri. Sementara kuburan bundanya tidak dilengkapi nama.

Nisan kedua kuburan suami istri itu, berbeda.

Baca juga: Alhamdulillah! Ketiban Berkah Ramadhan, Harga Sawit di Aceh Singkil Terus Melejit

Baca juga: Daftar Aplikasi Gratis Buat Kartu Ucapan Idul Fitri 1442 H Sendiri, Ada Link & Simak Cara Gunakannya

Kuburan Ali Fansuri bulat lonjong. Sementara kuburan istrinya pipih berelief.

Di kompleks pemakaman juga terdapat batu nisan lonjong tepat di pintu masuk. Kuburan tersebut diyakini merupakan pengawal keluarga Ali Fansuri.

Kompleks pemakaman berada di tengah kebun sawit warga. Namun dari tepi sungai yang berjarak sekitar 30 meter sudah terlihat jelas ketika perahu pengantar bersandar.

Tak jauh dari kuburan Ali Fansuri ke arah hilir sungai terdapat kuburan tua di daerah bernama Ukhuk Datakh. Ukhuk Datakh diyakini merupakan tempat lahir Mufti Agung Kerjaan Aceh Darussalam.

Cukup sulit mencari orang yang mengetahui sejarah dari makam ayahanda Syekh Abdurrauf tersebut.

Imam Masjid Tanjung Mas, Kadiani (60), merupakan Keturunan Raja Tanjung Mas menceritakan makam Ali Fansuri, dulunya masuk dalam kerjaan Suro.

Berdasarkan cerita turun temurun dari para leluhurnya, kerajaan Suro sudah kosong sebelum masuk era Penjajahan Jepang.

Baca juga: Harga Daging di Banda Aceh dan Aceh Besar Bergerak Naik

Sayang Kadiani tidak tahu persis penyebab Kerjaan Suro yang kini bekas wilayahnya masuk Desa Tanjung Mas,  kosong ditinggalkan penduduk.

Mengenai asal usul Ali Fansuri, Kadiani memiliki kisah yang hampir sama diceritakan masyarakat sekitar Tanjung Mas umumnya.

Ali Fansuri berasal dari salah satu wilayah di Sumatera Utara, dengan marga Lembong.

Dikisahkan pada suatu masa ada raja zalim. Di kerjaan itu, tinggal keluarga Ali Fansuri.

Pada saat istri Ali Fansuri, mengandung Syekh Abdurrauf, banyak ternak babi mati mendak.

Atas kejadian itu rakyat mengadu kepada sang raja. Lalu dipanggilah dukun untuk mengetahui penyebabnya. 

Dari keterangan dukun, ada perempuan mengandung yang membuat ternak babi mati. Maka raja, memerintahkan mencari dan membunuh semua perempuan hamil.

Dalam musyawarh itu, hadir ayahanda Syekh Abdurrauf. Mengetahui hal itu, lantas mengajak sang istri yang sedang hamil  melarikan diri.

Baca juga: Dul Jaelani Minta Izin Menikah dengan Tissa Biani Bulan Depan, Begini Jawaban Maia Estianty

"Dalam pelarian itu, sampailah di kerjaan Suro, dan menetap," kisah Imam Masjid Tanjung Mas Kadiani.

Kisah ini boleh jadi memiliki versi lain. Ali al-Fansuri ayahandanya Syekh Abdurrauf merupakan ulama berdarah Arab. Namun dari nisbah namnya Fansuri, Ayahanda Syekh Abdurrauf menunjukan berasal dari Fansur.

Fansur sebutan orang Arab terhadap Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Namun ada yang berpendapat Fansur merupakan nama sebuah tempat antara Singkil dengan Barus.

Kendati demikian sesungguhnya Fansur pada saat itu merupakan bagian dari wilayah Aceh.

Sedangkan ibundanya bernama Umi Alum. Pendapat lain menyebutkan Bunda Syekh Abdurrauf bernama Aminah, merupakan perempuan Melayu asal Fansur alias Barus.

Barus hingga abad ke-16 merupakan pelabuhan perdagangan maju sehingga kerap disinggahi saudagar dan musafir dari mancanegara, termasuk dari Arab. 

Berdasarkan Buku Jejak Syekh Abdurrauf di Tanah Kelahirannya yang disusun Tim Bappeda Aceh Singkil tahun 2020, pada kira-kira medio 1001 Hijriah atau 1592 Masehi, dari Fansur keluarga Syekh Abdurrauf hijrah ke Kerajaan Suro dan menetap hingga akhir hayatnya.

Baca juga: Harga Daging di Banda Aceh dan Aceh Besar Bergerak Naik

Perkiraan tahun kedatangan Ali al-Fansuri di Kerajaan Suro, sama dengan tahun kelahiran Syekh Abdurrauf. Sebab Syekh Abdurrauf lahir tak lama ketika orang tuanya sampai di Kerajaan Suro.

Ayahanda Syekh Abdurrauf dari Fansur, bersama Syekh Hamzah Fansuri, masuk ke pedalaman Aceh Singkil melalui muara Singkil Lama. Muara Singkil Lama, berada di sebelah barat Singkil, ibu kota Kabupaten Aceh Singkil, yang dikenal sebagai kota pelabuhan maju pada masanya.

Dari Singkil Lama, melanjutkan perjalanan dan berpisah di pertemuan sungai Cinendang dan sungai Soraya di sekitar Kampung Pemuka Lama, Kecamatan Singkil. Hamzah Fansuri menuruskan perjalanan ke sungai Soraya, hingga bermukim di Oboh, Kota Subulussalam.

Sedangkan Ali al-Fansuri meneruskan perjalan ke sungai Cinendang hinga sampai di Kerajaan Suro dekat pinggir sungai di kawasan Simpang Kanan.

Versi lain menuturkan Ali al-Fansuri ke Kerajaan Suro, datang dari arah hulu sungai Cinendang. Kemudian terus turun ke hilir sampai di Kerajaan Suro.

Sebelum menetap di Kerajaan Suro, ayahanda Syekh Abdurrauf, pernah tinggal di Kuta Dukhu, Pakpak Bharat. Dari Kuta Dukhu, keluarga Syekh Abdurrauf, melanjutkan perjalanan melalui jalur sungai hingga sampai di Kerajaan Suro.

Baca juga: VIDEO Niat Zakat Fitrah Untuk Sendiri dan Keluarga, Simak Ulasan Ulama Aceh

Sebagai muballig, Ali al-Fansuri pandai bergaul. Ia cepat menguasi bahasa Singkil, sehingga mudah menarik hati masyarakat lokal.

Lantaran pandai bergaul Ali al-Fansuri diangkat saudara oleh warga lokal bermarga Cibro atau Limbong. Itu pulalah ada yang beranggapan ia memiliki marga sehingga peninggalan Syekh Abdurrauf berupa tongkat dan Al Quran tulisan tangan saat ini dipegang marga Cibro.

Zaman Belanda, Kerajaan Suro disebut Van Suri. Pengaruh dialek warga lokal, Suri berubah penyebutan menjadi Suro. 

Kerajaan Suro, berada di seberang pemukiman Desa Tanjung Mas, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil. Bekas Kerajaan Suro, kini masuk dalam wilayah Desa Tanjung Mas.

Syekh Abdurrauf diketahui memiliki keturunan sedarah. Suadaranya Aminuddin meninggal saat masih lajang. Saudaranya yang lain Alufani merantau ke tanah Gayo tidak terdengar kabarnya.

Dalam cerita rakyat Syekh Abdurrauf pernah mencari ikan Temabu Lae Perira untuk istrinya yang sedang hamil. Tetapi kisah itu putus sehingga tidak diketahui anak keturunan yang dalam kandungan sang istrinya.(*)

Baca juga: Alhamdulillah! Ketiban Berkah Ramadhan, Harga Sawit di Aceh Singkil Terus Melejit

Baca juga: Cerita Masa Lalu Sebelum Jadi Artis, Natasha Wilona Sempat Tak Bisa Makan hingga Konsumsi Sayur Sisa

Baca juga: VIDEO Niat Zakat Fitrah Untuk Sendiri dan Keluarga, Simak Ulasan Ulama Aceh

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved