Breaking News

Siswa Butuh 9 Tahun Kejar Ketertinggalan, Imbas Pembelajaran Jarak Jauh

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebut perlu waktu 9 tahun lamanya bagi peserta didik untuk bis

Editor: bakri
Serambinews.com
Para siswa SMKN 1 Peusangan Bireuen 

JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebut perlu waktu 9 tahun lamanya bagi peserta didik untuk bisa menyusul ketertinggalan pembelajaran akibat pandemi Covid-19.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek, Iwan Syahril, menyatakan bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) punya dampak buruk, yakni hilangnya kesempatan belajar.

Efek jangka panjangnya, berakibat pada penurunan penguasaan kompetensi peserta didik. Sehingga peserta didik butuh waktu lama untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Hal ini disampaikan Iwan dalam acara Peluncuran Seri Webinar Guru Belajar di kanal Youtube Ditjen GTK Kemdikbud RI, Jumat (28/5/2021).

"Learning loss berakibat pada penurunan penguasaan kompetensi peserta didik yang memiliki dampak jangka panjang, bahkan diprediksi bisa sampai puluhan tahun, dan untuk memperbaiki kondisi saat ini, kehilangannya diprediksi bisa sampai 9 tahun," kata Iwan.

Oleh sebab itu, Pemerintah Pusat melalui Surat Keputusan Bersama 4 Menteri telah menginstruksikan pemerintah daerah mulai membuka sekolah dengan berbagai syarat dan protokol kesehatan ketat.

"Zona yang ditetapkan itu diberlakukan untuk satu daerah, misalnya di satu kabupaten ada daerah yang di kepulauan dimana mobilitas penduduknya termasuk cukup aman, pemda bisa melihat mana daerah-daerah yang bisa melakukan PTM terbatas," jelas dia.

Ia berharap rampungnya proses vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan yang ditargetkan rampung akhir Juni, mampu membantu mengakselerasi pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas. Sebagaimana diketahui sejumlah wilayah dengan kategori zona hijau telah melaksanakan uji coba pembukaan pembelajaran tatap muka di sekolah.

"Seiring dengan pelaksanaan vaksinasi untuk seluruh pendidik dan tenaga kependidikan yang kita harap bisa selesai akhir bulan Juni tahun ini, akan dapat terus mengakselerasi pembelajaran tatap muka terbatas," pungkas Iwan.

                                                                                      Guru sedih

Tenaga pengajar dan pendidik atau guru yang menjadi garda terdepan, merasakan sekali dampak tersebut. Salah satunya Dedi Fauziyanto, Guru di SMAN 1 Bandar, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Ia merasa miris dan sedih dunia pendidikan di Indonesia tertinggal jauh.

"Bangetttt (ketinggalan jauh). Target kompetensi anak yang ditargetkan enggak ada yang tercapai. Sedih, " ujar Dedi saat berbincang dengan Tribun, Jumat (28/5/2021).

Target kompetensi anak didik yang dimaksud Dedi tertinggal jauh adalah, misalnya, pada tahap tertentu peserta didik seharusnya sudah memahami materi atau bab pelajaran tertentu. Namun, imbas pandemi covid-19 yang berujung adanya (PJJ), peserta didik sama sekali tidak memahami dan mengerti, dan itu harus dikejar.

"Misal sosiologi kelas X bisa paham penelitian sosial,bisa mempraktikkan penelitian sosial sederhana dan seterusnya, tapi ini enggak," kata Dedi.

Salah satu yang menyebabkan target kompetensi tersebut tidak tercapai adalah lantaran baik guru maupun para peserta didik sama-sama belum bisa beradaptasi dengan cara pembelajaran daring. "Lha piye (bagaimana), baik guru maupun peserta didik sama-sama belum bisa beradaptasi dengan model pendidikan daring kok," ujar Dedi.

Atas adanya fakta miris tersebut lanjut Dedi hanya tinggal lembaga keluarga menjadi harapannya. "Sekarang tinggal pintar-pintarnya lembaga keluarga mengambil alih fungsi pendidikan yang tidak bisa dijalankan sekolah," ujarnya.(Tribun Network/dan/wly)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved