Luar Negeri

Pemerintah Paralel Myanmar Desak Warga Rohingya Bergabung Melawan Kudeta Junta Militer

Pemerintah paralel Myanmar mendesak warga Rohingya bergabung melawan kudeta yang dilakukan junta militer.

Editor: Faisal Zamzami
AP PHOTOS
Seorang pria digotong setelah terkena tembakan polisi di Mandalay, Myanmar, pada Sabtu (20/2/2021). Polisi mulai menggunakan peluru karet dan peluru tajam untuk membubarkan massa anti-kudeta 

SERAMBINEWS.COM - Pemerintah paralel Myanmar mendesak warga Rohingya bergabung melawan kudeta yang dilakukan junta militer.

Bahkan pemerintah paralel ini menjanjikan keadilan dan kewarganegaraan kepada warga minoritas itu.

Dilansir The Guardian, pernyataan ini disambut baik sejumlah pakar HAM yang memperjuangkan keadilan bagi Rohingya

 
Diketahui warga etnis minoritas Rohingya menghadapi diskriminasi dan kekerasan selama puluhan tahun di Myanmar.

Rohingya dipandang pemerintah Myanmar sebagai orang asing hingga kewarganegaraannya tidak diakui negara ini.

Pemerintahan Aung San Suu Kyi dengan partainya Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) adalah salah satu yang tidak mengakui warga Rohingya.

Bahkan pemerintahan Suu Kyi menghindari penggunaan istilah Rohingya.

Pihaknya lebih memilih untuk menyebut etnis minoritas ini sebagai 'Muslim di negara bagian Rakhine'.

Pada 2019 silam, Aung San Suu Kyi melakukan perjalanan ke Den Haag untuk membela militer terhadap tuduhan genosida Rohingya.

Tindakan Suu Kyi mengejutkan pengamat internasional kala itu.

Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi
Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi (Anadolu Agency)

Baca juga: Mantan Penasihat Trump Serukan AS Kudeta Seperti Junta Militer Myanmar, Gulingkan Pemerintahan.

Baca juga: Umumkan Angkat Senjata, Eks Ratu Kecantikan Myanmar Siap Lawan Junta Militer: Saatnya Berjuang

Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (NUG) yang mencakup partai Suu Kyi, NLD menandakan perubahan sikap pada Rohingya.

"Seluruh rakyat Burma bersimpati pada penderitaan Rohingya karena semua sekarang mengalami kekejaman dan kekerasan yang dilakukan oleh militer," kata pihak pemerintah pada Kamis (3/6/2021).

"Solidaritas seluruh rakyat sekarang dalam kondisi terbaiknya."

"Kami yakin bahwa kami dapat membangun serikat pekerja yang memenuhi kebutuhan semua orang di negara ini yang memiliki kepentingan di masa depan," lanjutnya.

Pernyataan ini juga menjelaskan bahwa NUG akan membatalkan Undang-Undang Kewarganegaraan 1982 yang tidak mengakui kewarganegaraan Rohingya.

Wanita Rohingya gelombang kedua saat terdampar di pesisir pantai, Ujong Blang, Lhokseumawe, Senin (7/9/2020).
Wanita Rohingya gelombang kedua saat terdampar di pesisir pantai, Ujong Blang, Lhokseumawe, Senin (7/9/2020). (SERAMBINEWS.COM/ ZAKI MUBARAK)
Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved