Santri Meninggal Dianiaya Senior, Sempat Cerita Ingin Pindah
Santri asal Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang, FWA (14) meninggal dunia diduga dianiaya seniornya di Pesantren Darul Arafah Raya
KUALASIMPANG - Santri asal Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang, FWA (14) meninggal dunia diduga dianiaya seniornya di Pesantren Darul Arafah Raya, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu (5/6/2021) malam.
Korban dilaporkan meninggal dunia dengan luka seperti bekas cekikan di bagian leher dan bagian kedua bahu terlihat membiru. Ibu korban, Cut Fitriani (41), mengungkapkan kematian anaknya itu disebabkan penganiayaan oleh seniornya.
Menurut Cut Fitriani, pada Sabtu malam itu, korban bersama delapan temannya dipanggil oleh sekira enam seniornya ke aula pesantren. “Anak saya yang pertama dipukul, langsung jatuh tidak sadarkan diri,” kata Cut ketika ditemui di rumahnya, Senin (7/6/2021).
Cut mendapatkan informasi tentang penganiayaan anaknya dari salah satu teman korban yang turut menjadi korban pemukulan, Minggu (6/6/2021) sekitar pukul 01.00 WIB dini hari. Saat itu ia sudah berada di Pesantren Darul Arafah Raya untuk menjemput jenazah putranya.
“Kejadiannya jam 10 malam, kami menanyakan mengapa jam 10 malam anak-anak bisa bebas berada di luar,” ungkap Cut.
Cut Fitriani mengaku, awalnya mendapatkan kabar duka dari salah seorang ustaz, sekira pukul 22.20 WIB malam kejadian. Tetapi saat itu dia menangkap kesan bahwa pihak yayasan berniat menutupi penyebab kematian anaknya. “Bicaranya gugup, kemudian handphone itu diambil alih sama ustaz lain dan langsung dibilang anak kami meninggal karena jatuh di aula,” ungkap Cut.
Pada malam itu juga ia bersama keluarganya berangkat ke pondok Pesantren Darul Arafah Raya. Naluri Cut yang bekerja sebagai bidan desa langsung menemukan banyak kejanggalan pada jasad korban. Pihak keluarga pun langsung mendesak yayasan agar jujur menceritakan penyebab kematian itu.
“Anak saya dibilang jatuh, tapi melihat lukanya itu bukan jatuh, tapi orang yang barusan dianiaya,” ujarnya lirih.
Mengaku belakangan
Paman korban, Yetno, yang malam itu ikut ke Sumatera Utara menimpali bahwa penyebab kematian keponakannya itu baru terungkap setelah seorang teman korban bercerita tentang penganiayaan.
Dia menjelaskan malam itu korban bersama delapan temannya dipanggil oleh seniornya ke sebuah aula yang masih berada di lingkungan pesantren. “Seniornya adan lima atau enam orang, tapi yang mukul hanya satu,” sebut Yetno.
Yetno menambahkan pihak pesantren baru terbuka setelah dirinya berniat membawa jasad korban untuk diautopsi. “Setelah dibilang akan diautopsi, baru mereka mengakui ada penganiayaan,” timpalnya.
Sempat minta pindah
Cut Fitrinai juga mengungkapkan bahwa anaknya, FWA, sempat menceritakan ingin pindah dan mengeluhkan perlakuan kasar seniornya. Keluhan itu selalu disampaikan FWA kepada ibunya, baik secara langsung ketika pulang ataupun melalui saluran telepon.
“Pertama alasannya jauh dari masjid, jadi susah shalat. Belakangan bilang sering dipukul sama senior,” kisah Cut.
