Berita Banda Aceh

Universitas Serambi Mekkah Sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual Bagi Dosen, Gandeng Kemenkumham Aceh

Sosialisasi diikuti para dosen ini diselenggarakan di Aula Dr Mr H Teuku Moehammad Hasan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh, Sabtu (19/6/2021).

Penulis: Mursal Ismail | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
Universitas Serambi Mekkah Sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual Bagi Dosen, Gandeng Kemenkumham Aceh 

Sosialisasi diikuti para dosen ini diselenggarakan di Aula Dr Mr H Teuku Moehammad Hasan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh, Sabtu (19/6/2021).

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Serambi Mekah, Banda Aceh menggelar sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual Produk Luaran Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM). 

Sosialisasi diikuti para dosen ini diselenggarakan di Aula Dr Mr H Teuku Moehammad Hasan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh, Sabtu (19/6/2021).

Dalam sosialisasi ini, pihak Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Serambi Mekkah menggandeng pihak Kanwil Kemenkumham Aceh sebagai narasumber. 

Tepatnya yang menjadi narasumber dalam sosialisasi ini adalah Kepala Bidang Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkumham Aceh, Irfan. 

Narasumber satu lagi Kepala LLDIKTI Wilayah XIII Aceh, Prof Dr Faisal, SH, MH. 

Irfan dalam paparannya menyampaikan kampus adalah ladangnya kekayaan intelektual, banyak sekali hasil-hasil kekayaan intelektual yang lahir dari kampus.

Baca juga: Idul Adha 2021 Sebentar Lagi, Berikut Tips Memilih Hewan Kurban Terbaik, Perhatikan Kriteria Ini

Baca juga: Daftar Harga iPhone Terbaru: iPhone 11 Series, iPhone 12 Series hingga iPhone XR

Baca juga: Waled Husaini Imbau Pemilik Warkop Tutup Selama 20 Menit, Saat Azan Berkumandang

"Hal ini dikarenakan seluruh akademisi diharuskan untuk menulis, membuat bahan ajar, buku dan melakukan penelitian.

Begitu juga mahasiswa harus menyelesaikan skripsi, tesis maupun disertasi yang mana ini semua merupakan hak cipta," kata Irfan. 

Hal ini sebagaimana ditulis Irfan dalam siaran pers yang dikirim kepada Serambinews.com seusai acara ini. 

Irfan menambahkan segala hasil tulisan adalah hak cipta dan hasil penelitian berpotensi melahirkan Paten, namun demi kepastian hukum diperlukan perlindungan hukum dari hasil kekayaan intelektual.

Tujuannya untuk melindungi hasil karya dari pembajakan dan pencurian ide, dan memastikan nilai komersilnya jatuh kepada pemegang hak yang sah.

Penyuluhan legalitas usaha bagi UMKM se-Aceh

Sebelumnya atau pada Rabu (17/6/2021), pihak Kanwil Kemenkumham Aceh juga diundang Bank Indonesia Perwakilan Aceh untuk menjadi narasumber terkait Prosedur Permohonan Pendaftaran Kekayaan Intelektual. 

Acara ini diselenggarakan Bank Indonesia atau BI Perwakilan Provinsi Aceh bekerja sama Pusat Layanan Usaha Terpadu atau PLUT Aceh Besar di Hotel Permata Hati, Banda Aceh.

Dalam acara ini, mewakili Kanwil Kemenkumham Aceh, Kabid Pelayanan Hukum, Irfan beserta staf hadir sebagai narasumber membahas Perlindungan Hukum dan Prosedur Permohonan Kekayaan Intelektual. 

Dalam paparannya, Irfan antara lain saat masa pandemi Covid-19 saat ini, perekonomian menjadi sulit, sebagian besar sektor usaha rugi, bahkan ada yang harus merumahkan karyawan.

"Namun UMKM yang tetap stabil bahkan berkontribusi membantu bangkitnya perekonomian nasional. Tetapi ini sangat berisiko jika identitas usaha/produk dari UMKM tidak mendapatkan perlindungan hukum," kata Irfan. 

Irfan menjelaskan perlindungan hukum merek sangat penting bagi para pelaku usaha.

Pasalnya, oknum-oknum kerap melakukan pembajakan dan plagiasi, bahkan produk-produk palsu bertebaran di pasar. Namun aparat penegak hukum tidak dapat bertindak, jika merek tidak didaftarkan,

"Jika merek sudah didaftarkan, maka akan mendapatkan perlindungan hukum dan pemilik merek dapat membuat laporan pengaduan jika terjadi pelanggaran merek. 

Ya, laporan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil maupun kepada pihak kepolisian," ujarnya. 

Irfan menambahkan sebagai perpanjangan tugas dan fungsi dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, layanan permohanan pendaftaran kekayaan intelektual dapat dilakukan melalui Kanwil Kemenkumham di seluruh Provinsi.

Dalam kegiatan ini turut hadir Kepala Balai Riset dan Standarisasi Industri Banda Aceh, Raimon yang juga menjadi pemateri membahas terkait Standarisasi Industri.

Ajak patenkan Sie Reuboh

Sebelumnya diberitakan umumnya warga Aceh Besar tentu sangat tahu bahwa Sie Reuboh adalah makanan khas Aceh Besar. 

Tapi ternyata hingga kini Pemkab Aceh Besar belum mendaftar Sie Reuboh ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham RI untuk mendapat hak paten sebagai kuliner khas Aceh Besar

Oleh karena itu, Kakanwil Kemenkumham Aceh, Meurah Budiman SH MH, mengajak Pemkab Aceh Besar  mendaftarkannya.  

Dengan demikian masakan daging khas Aceh Besar yang tahan lama ini tak bisa lagi diklaim milik daerah lain atau bahkan milik negara lain. 

Kakanwil Kemenkumham Aceh, Meurah Budiman SH MH, menyampaikan hal ini dalam sambutannya saat membuka diseminasi perlindungan kekayaan intelektual.

Kali ini diseminasi digelar pihak Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham Aceh berlangsung di Hotel The Pade, Aceh Besar, Kamis (27/5/2021).

Pesertanya 50 orang terdiri atas pelaku Usaha Kecil Menengah Binaan Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Aceh Besar. 

Selain itu, juga perwakilan Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Aceh Besar. 

Turut hadir saat pembukaan acara ini, para pejabat Pemkab Aceh Besar, yakni Staf Ahli Bupati Bidang Perekonomian, Keuangan dan Pembangunan, Andria Syahputra SE MM mewakili Bupati. 

Kemudian Wakil Ketua Dekranasda Aceh Besar, Zaid Bayu Isra SPd, dan Koordinator PLUT KUMKM Aceh Besar, Zahri. 

Meurah Budiman antara lain mengajak Pemkab Aceh Besar melindungi ekspresi budaya tradisional dan pengetahuan tradisional kabupaten itu.

"Misalnya, masakan khas Aceh Besar Sie Reuboh. 

Artinya ciri khas daerah seperti itu agar dicatatkan guna menghindari adanya pengakuan atau klaim dari wilayah atau bahkan dari negara asing sebagai milik mereka. 

Hal ini sebagaimana pernah terjadi saat China mengklaim batik adalah kerajinan tradisional China," kata Meurah Budiman. 

Padahal, sambung Meurah Budiman, batik terdaftar sebagai warisan dunia yang berasal dari Indonesia.

"Kemudian Tari Reog Ponorogo yang diklaim oleh negara Malaysia sebagai bagian dari budaya mereka. 

Padahal dari nama tariannya saja sudah tampak bahwa Reog berasal dari Kabupaten Ponorogo yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia," kata Meurah Budiman. 

Meurah Budiman mengatakan hal ini sesuai amanah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional dan Pengetahuan Tradisional Dipegang oleh Negara. 

Oleh karena itu, Kanwil Kemenkumham Aceh atas nama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham RI sangat mendukung untuk konsisten menjaga kebudayaan di Aceh. 

Caranya dengan pencatatan ekspresi budaya tradisional dan pengetahuan tradisional ke dalam data base DJKI. 

Cara Daftar Kekayaan Intelektual Komunal Daerah Anda, Termasuk Sie Reuboh

Seperti diberitakan Serambinews.com sebelumnya, setiap daerah pasti memiliki ciri khas masing-masing, termasuk di Aceh. 

Misalnya, makanan seperti Sie Reuboh, tarian, maupun berbagai produk daerah. 

Semua ini disebut sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK).

Oleh karena itu, Pemkab/Pemko diminta menginventarisir KIK ini guna didaftar ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham RI.

Pendaftaran ini juga bisa langsung oleh masyarakat baik secara manual melalui Kanwil Kemenkumham Aceh pada Sub Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual.

Bahkan agar lebih mudah lagi, juga bisa didaftar secara online. Informasi lebih lengkap mengenai hal ini bisa diakses melalui www.dgip.go.id

Tujuan pendaftaran ini antara lain agar KIK ini sah dan terlindungi secara hukum.

Dengan demikian tak bisa lagi diklaim dan didaftar sebagai KIK daerah lain yang sangat berkemungkinan dikomersilkan.  

Kakanwil Kemenkumham Aceh ketika itu, Zulkifli SH MH, menyampaikan hal ini dalam sambutannya saat membuka Diseminasi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK).

Diseminasi yang dilaksanakan Divisi Pelayanan Hukum dan HAM ini berlangsung di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Rabu (2/12/2020).

Sedangkan pesertanya 40 orang yang terdiri atas perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh dan kabupaten/kota di Aceh.

Kemudian perwakilan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Aceh dan kabupaten/kota di Aceh.

Terakhir perwakilan Majelis Adat Aceh Provinsi maupun kabupaten/kota di Aceh.    

Zulkifli mengatakan isu kekayaan intelektual sudah semakin dikenal oleh masyarakat yang dibagi menjadi dua, yaitu personal (milik individu/badan hukum) dan komunal.

Komunal artinya milik masyarakat atau komunitas.

“Masyarakat pada umumnya sudah mengenal kekayaan intelektual personal yang antara lain hak cipta, hak paten, merek, desain industri, dan rahasia dagang.

Sedangkan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) terdiri atas ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, dan indikasi geografis,” kata Zulkifli.  

Zulkifli juga mengatakan sangat yakin masih banyak kekayaan intelektual komunal yang bisa didaftar untuk mendapatkan perlindungan hukum, baik itu tarian, motif, musik, upacara adat.

Begitu juga budaya-budaya tradisional yang ada di kabupaten/kota di Aceh.

Sebagai contoh yang sedang viral sekarang, tarian Saman Aceh, yang saat ini juga dimainkan oleh anak-anak di Rusia persis seperti aslinya, bahkan intonasinya tak cadel sedikit pun.

Nah, jika dulunya Saman tak terdaftar sebagai KIK dari Aceh, bisa saja tarian ini diklaim milik daerah lainnya yang sudah bisa meniru persis ini,” kata Zulkifli.  

Sebelumnya hal yang sama disampaikan Kasubbid Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkumham Aceh, Taufik SH, sebagai panitia diseminasi ini.

Bahwa maksud dan tujuan diseminasi ini untuk menyampaikan informasi kepada peserta terhadap pentingnya pencatatan atau pendaftaran terhadap ekspresi budaya tradisional.

Begitu juga terhadap pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, dan indikasi geografis.

“Guna mencegah klaim dari pihak lain yang memanfaatkan secara komersial,” kata Taufiq.

Adapun pemateri diseminasi ketika itu, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkum Aceh, Sasmita SH MH (Hak Cipta dan Kekayaan Intelektual Komunal).

Satu lagi perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh (Peran Dinas Kebudayaan dalam Melindungi Seni dan Kebudayaan di Aceh).

Saat pembukaan acara ini, Zulkifli SH MH, juga menyerahkan sertifikat merek dagang dari DJKI Kemenkumham RI kepada beberapa pelaku usaha di Banda Aceh. (*)


Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved