16 TPI di Pidie Rusak
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pidie menemukan 16 tempat pelelangan ikan (TPI) di kabupaten tersebut dalam kondisi rusak
SIGLI- Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pidie menemukan 16 tempat pelelangan ikan (TPI) di kabupaten tersebut dalam kondisi rusak. Selain itu, alur keluar masuk ke sebagian besar TPI tersebut sudah dangkal. Sehingga, nelayan kesulitan saat pergi dan pulang melaut. Karenanya, mereka berharap TPI-TPI yang rusak segera diperbaiki agar bisa digunakan kembali dan alur yang dangkal dapat dikeruk sehingga aktivitas boat nelayan tidak terganggu.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pidie, Ir H M Hasan Yahya MM, kepada Serambi, Minggu (20/6/2021) menyebutkan, 16 TPI yang rusak itu berada di empat kecamatan dan hingga kini belum diperbaiki akibat tak ada dana.
"Saya sudah meninjau beberapa TPI, kondisinya memang rusak. Untuk memperbaikinya butuh biaya besar. Karena itu, kita akan mengusulkan dana untuk perbaikan TPI yang rusak tersebut ke Kementerian Kelautan dan Perikanan RI," jelasnya.
Ia menyebutkan, TPI yang rusak adalah TPI Kalee, Blang Raya dan Genteng Timur, Kecamatan Muara Tiga (Laweung). Lalu, TPI Genteng Timu, Babah Krueng, Meucat, Neuhen, Teupin Jeu, dan Glumpang Tiga, Kecamatan Batee. Berikutnya, TPI Pante Teungoh dan Pasi Kuala Peukan Baro, Kecamatan Kota Sigli. Kemudian, TPI Cot Gigieng, Cot Jaja, dan Kuala Beurabo, Kecamatan Simpang Tiga, serta TPI Ie Leube dan Kuala Tari, Kecamatan Kembang Tanjong.
" Untuk TPI Kuala Tari, kita sudah usulkan dana perbaikannya ke Kementrian Kelautan dan Perikanan RI. Mudah-mudahan bisa terealisasi, mengingat TPI tersebut sudah mendesak untuk diperbaiki," ungkap M Hasan.
Saat mengunjungi TPI Cot Gigieng, lanjut M Hasan, pihaknya juga menemukan alur keluar masuk boat nelayan dari TPI itu ke laut lepas sepanjang 1 kilometer lebih kondisinya sudah dangkal. Nelayan harus menunggu berjam-jam saat air pasang, untuk bisa melaut. Jika air surut, kuala di TPI itu akan terlihat permukaan tanah dan bagian bawah boat. “Jadi, ini juga harus dikelruk walaupun butuh dana besar,” ujarnya.
Sementara di TPI Pasi Peukan Baro yang dibangun tahun 2007 dengan APBN, tambah Hasan, sejumlah sarana yang ada seperti pabrik dan gudang penyimpanan es batang, tempat penyimpanan ikan, SPBN, tempat pendaratan ikan, balai nelayan, perkantoran, koperasi, dan belasan kios, tak terurus lagi.
"Bangunannya sudah rusak, mesin pabrik es sudah berkarat, dan sarana lain tak terurus. Sehingga jadi telantar. Untuk stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN), rencananya kita akan bekerja sama dengan Pertamina untuk memasok BBM untuk nelayan," kata M Hasan.
Tambak Harus Dikeruk
Pada bagian lain, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pidie, H M Hasan Yahya, menjelaskan, saat ini tambak masyarakat di kabupaten itu juga tak bisa digunakan lagi karena sudah beracun. Hal tersebut disebabkan oleh penggunaan bahan racun dan sirkulasi air tidak maksimal. Artinya, pertukaran air pasang tidak bisa dilakukan nelayan.
" Jadi, tambak itu juga harus dikeruk. Saat ini, untuk memelihara udang windu tidak bisa karena udangnya akan mati. Petambak hanya memelihara ikan bandeng dan mujair. Untuk pakan bandeng, warga memberikan pakan ayam," jelasnya.
Ia menyebutkan, luas tambak di Pidie 3.030 hektare dengan jumlah petambak 1.842 orang. Tambak itu tersebar di Kecamatan Muara Tiga (Laweung), Batee, Pidie, Kota Sigli, Simpang Tiga, Kembang Tanjong, dan Glumpang Baro. (naz)