Wawancara Khusus
Mualem: Saya Siap Maju dengan Siapa Saja
Ketua Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA PA), Muzakir Manaf atau Mualem, secara tegas mengatakan akan kembali maju
Ketua Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA PA), Muzakir Manaf atau Mualem, secara tegas mengatakan akan kembali maju sebagai calon Gubernur Aceh pada Pilkada mendatang. Mantan Panglima GAM ini mengaku siap terjun kembali ke gelanggang politik, meski Pilkada Aceh urung dilaksanakan pada tahun 2022 menyusul terbitnya Surat Kemendagri Nomor 270/2416/OTDA tanggal 16 April 2021 yang memutuskan Pilkada Aceh digelar serentak pada tahun 2024.
Mualem dan PA sendiri ngotot Pilkada Aceh harus dihelat tahun depan karena sesuai dengan perjanjian damai antara RI dengan GAM dan tertuang dalam Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA), di mana pemilihan kepala daerah di Aceh harus dilaksanakan lima tahun sekali.
Jika Mualem maju, dengan siapa PA akan berkoalisi? Siapa wakil yang akan mendampingi Mualem? Dan apa pendapat Mualem terkait Pilkada Aceh dilaksanakan ke tahun 2024? Berikut petikan wawancara khusus wartawan Serambi, Subur Dani, dan videografer Serambi On TV, Hendri, dengan Mualem, seusai peringatan Milad Ke-14 Partai Aceh di Banda Aceh, Rabu (7/7/2021). Pada kesempatan itu, Mualem didampingi Juru Bicara (Jubir) PA, Nurzahri.
Apa penekanan Anda di Milad Ke-14 Partai Aceh?
Milad PA kali ini, kita tekankan supaya di lapangan memiliki perubahan signifikan. Antara lain sikap-sikap Partai Aceh, semua kita buat perubahan, terutama sekali di kalangan pengurus dan dewan-dewan yang tengah berkiprah. Mudah-mudahan dengan satu rumus perubahan nanti akan ada perubahan. Di pemilu ke depan kita yakin ini akan berubah capaian kursi atau suara.
Sudah 14 tahun PA berdiri, apa yang sudah dicapai oleh partai ini dan apakah sudah memihak pada rakyat?
Kalau capaian, beberapa di antaranya seperti JKA (Jaminan Kesehatan Aceh). JKA itu program Partai Aceh, waktu itu Irwandi masih anggota partai belum keluar dari Partai Aceh, dan memang programnya dari Partai Aceh dan diaminkan oleh Irwandi. Kemudian, beasiswa anak yatim, termasuk Qanun Syariah yang spektakuler dan konversi Bank Aceh dari konvensional ke syariah serta pendirian lembaga sertifikasi halal Aceh, khusus satu-satunya milik pemerintah, adanya di Aceh.
Juga program perjuangan terhadap realisasi UUPA dan MoU Helsinki, seperti lahirnya PP (Peraturan Pemerintah) Kewenangan, PP Migas, Perpres Pertanahan, dan beberapa aturan pusat terkait implementasi UUPA itu sudah berhasil diperjuangkan oleh kader-kader kita selama 14 tahun ke belakang (Bagian ini dijawab oleh Nurzahri).
Ada juga pembagian hasil 70 dan 30, walaupun sekarang belum 100 persen memihak Aceh. Tapi, mereka sudah memikirkan untuk pembagian hasil dengan Aceh. Selalu kita usahakan memihak kepada rakyat, tetap apa yang diinginkan rakyat. Tapi, ini selalu bertentangan dengan eksekutif, apa yang dikehendaki oleh DPRA dengan eksekutif selalu bertolak belakang.
Contohnya, kaum duafa untuk kemaslahatan masyarakat, ini selalu dipangkas oleh pihak pemerintah. Ini salah satu bentuk kekecewaan Partai Aceh yang selalu memperjuangkan hak-hak rakyat. Bukan hanya soal kaum duafa, juga seperti di badan (dinas) dayah, beasiswa, rehab rumah duafa, dan lain-lain.
Apakah semua yang sudah dilakukan Partai Aceh sesuai dengan semua cita-cita perdamaian?
Ini saya rasa belum penuh, belum maksimal. Antara lain ya seperti perjanjian pertanahan (lahan korban konflik), bagi hasil 70-30, perbatasan, kewenangan, dan lain-lain. Mungkin belum maksimal, baru sedikit terealisasi janji yang kita maksudkan dengan pusat.
Pada Pileg 2019, jumlah kursi yang diperoleh Partai Aceh di parlemen menurun. Apa penyebabnya?
Oke. Ini salah satu permasalahan kita di republik ini. Dulu kalau 2014 kita dapat 29 kursi, 2019 kemarin kita sebenarnya dapat suara lebih banyak, lebih banyak 11 ribu suara dari pemilu sebelumnya. Tapi, dengan sistem pembagian kursi kemarin (maksud Mualem sistem sainte lague yaitu metode konversi perolehan suara partai politik ke kursi parlemen) merugikan partai besar. Ini yang kita khawatirkan, kita sesali mekanisme dengan sistem pembagian suara ini. Merugikan partai besar.
Apakah juga ada penyebab dari kader sehingga Anda minta mereka mengevaluasi diri?
Oh, itu sudah pasti, jelas. Kita selalu mengimbau kepada mereka yang sudah di DPRK dan DPRA, melayani masyarakat, membantu, dan mengayomi masyarakat. Itu tetap kita jalankan sampai kapanpun.
Apakah Pilkada Aceh tetap harus dilaksanakan pada tahun 2022?
Kami tetap komitmen dengan perjanjian MoU Helsinki, tetap lex spesialist untuk Aceh, pilkada lima tahun sekali. Kita sudah jelaskan kepada pusat, namun pusat dengan alasan tidak ada uang, ya itu urusan mereka. Tapi, yang jelas kita maunya Aceh sesuai komitmen kita, dengan UUPA.
Jika diundur bagaimana?
Kami harapkan lima tahun sekali, kalau diundur yang terserah kepada pusatlah. Kami tetap komitmen. Yang paling penting tahapan pilkada saat ini belum dibatalkan oleh KIP, masih ditunda. Jadi, sebenarnya pilkada masih berjalan, tapi dalam proses status tunda. Permasalahannya kalau dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat seperti tertulis dari surat Dirjen Otda Kemendagri, itu bermakna ada satu pasal di dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 yang mensokh.
Dan ini menjadi preseden, makanya Pemerintah Pusat harus tegas dalam hal ini, kalau memang mereka bersikeras 2024 untuk Pilkada Aceh, undang-undang ini harus diubah melalui Perppu tidak melalui surat. Kalau melalui surat, ini melanggar konstitusi negara. Dan kita PA, partai yang komit dengan konstitusi negara. Yang kita pegang adalah undang-undang, bukan surat dari Dirjen Otda (Bagian ini dijawab oleh Nurzahri).
Siapa yang akan diusung Partai Aceh untuk calon gubernur pada pilkada mendatang? Apakah Anda akan maju lagi?
Kami dengan izin Allah, jika Allah memberikan umur panjang, saya tetap akan bertanding, tetap bertanding. Insya Allah.
Siapa sosok wakil yang akan Anda pilih?
Saya pada saat ini terserah pada partai. Mungkin partai dengan partai, mungkin partai dengan ulama, mungkin dengan koalisi, terserah saja. Kami siap, siap dengan siapa saja. Internal juga siap. Kita tidak menutup kemungkinan apapun.
Apakah Anda masih bercita-cita untuk menyatukan kaolisi/semangat partai lokal di Aceh?
Semangat koalisi tetap kita jaga dan kita lakukan dengan parnas, dengan partai lokal juga siap berkoalisi. Kita sarankan partai lokal yang belum bergabung, mari untuk kebersamaan, jika mereka tidak mau ya kita tidak memaksa. Kalau mau Alhamdulillah, sama-sama membangun Aceh, tapi saya rasa mereka sekarang sudah insyaf dalam keadaan sekarang. Itu terserah pada mereka. (*)