Bayi Meninggal Dibunuh
Pembunuhan Bayi oleh Ibu Kandungnya di Subulussalam Disebut Baby Blues, Ini Penjelasannya
Kasus bayi korban sayatan benda tajam oleh ibu kandung di Subulussalam disebut warganet baby blues. Lalu apa itu baby blues? Simak ulasan berikut ini.
Penulis: Firdha Ustin | Editor: Safriadi Syahbuddin
SERAMBINEWS.COM - Kasus bayi yang meninggal karena dibunuh oleh ibu kandung sendiri di Subulussalam , Aceh, disebut warganet sebagai baby blues.
Lalu apa itu baby blues sehingga si ibu nekat menghabisi nyawa anak kandungnya? Simak ulasan berikut ini.
Ujung Barat Indonesia tepatnya di Desa Sibungke, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam, Kamis (8/7/2021) pagi digegerkan dengan kasus pembunuhan sadis terhadap seorang bayi.
Bayi dari pasangan Sirwati (19) dan Samiin Lingga (22) itu tewas bersimbah darah di kamar dengan kondisi leher tergorok.
Dalam waktu dua jam, Polres Subulussalam berhasil mengungkap pelaku pembunuhan bayi tersebut.
Ternyata bayi malang ini dibunuh ibu kandungnya sendiri Sirwati di rumah kediaman mertuanya.
Sang ibu mengakhiri hidup darah dagingnya sendiri dengan cara menyayat leher bayi berusia 6 bulan itu menggunakan pisau cutter di kamar rumah mertuanya.
Rangkuman fakta Serambinews.com, adapun motif ibu muda ini menghabisi nyawa anaknya lantaran depresi dan kesal pada suaminya.
Melalui kolom komentar Instagram Serambinews.com yang memuat video kasus pembunuhan bayi ini pada Kamis (9/7/2021), kebanyakan warganet menyebut kejadian ini dengan istilah 'Baby Blues'.
Lalu, apa sebenarnya baby blues?
Simak penjelasan berikut ini, sebagaimana serambinews.com rangkum dari beberapa sumber pada Jumat (9/7/2021).
Baca juga: FAKTA Ibu Muda Bunuh Bayi di Subulussalam, Korban Digorok dengan Pisau Cutter, Pelaku Marah Ke Suami
Baca juga: Bayi 6 Bulan Meninggal Dibunuh Ibu Kandungnya di Rundeng, Pelaku Sayat Anaknya dengan Pisau Cutter
Baca juga: Begini Kronologis Bayi Usia 6 Bulan di Subulussalam Dibunuh, Polisi Temukan Titik Terang Pelaku
Mengenal Apa Itu Baby Blues
Istilah baby blues syndrome biasanya dianggap sebagai sinonim dari keadaan mama yang mengalami depresi pasca melahirkan.
Baby blues syndrome adalah keadaan psikologis sementara setelah melahirkan, ketika seorang ibu baru mungkin mengalami perubahan suasana hati yang mendadak, merasa sangat bahagia, kemudian sangat sedih, menangis tanpa alasan yang jelas, merasa tidak sabar, sangat mudah tersinggung, resah, cemas, dan merasa kesepian.
Baby blues bisa bertahan beberapa waktu atau selama 1 sampai 2 minggu setelah melahirkan.
Satu tingkatan setelah baby blues, adalah depresi pasca melahirkan yang muncul dalam tiga bulan setelah kelahiran.
Tanda depresi pasca melahirkan ini akan meningkat sekitar 4 bulan atau bahkan bertahun-tahun jika tidak terdeteksi atau tidak diobati.
Apa Itu Depresi Pasca Melahirkan?
Melansir dari laman Boldsky pada Jumat (9/7/2021), depresi postpartum atau disebut depresi pasca melahirkan adalah masalah perilaku yang terlihat pada wanita setelah mereka melahirkan.
Kondisi ini sangat umum dan terlihat pada lebih dari 1 dari 8 wanita.
Gejalanya meliputi perasaan tidak berdaya dan sedih.
Wanita itu tidak merasakan ikatan apa pun dengan anak itu dan dia mungkin memiliki perasaan malu atau bersalah karena tidak merasakan apa yang diharapkan tentang bayinya.
Seringkali, depresi pascamelahirkan diabaikan sebagai kelelahan dan baby blues. Namun sebenarnya keduanya sangat berbeda dan mempengaruhi wanita secara berbeda pula.
Tanda-tanda yang harus Anda waspadai adalah gangguan makan, gangguan tidur, kecemasan, rasa bersalah, malu, perasaan dan pikiran yang membahayakan bayi dan tidak merasa seperti diri mereka sendiri.
Gejala depresi pascamelahirkan muncul dalam tiga bulan setelah kelahiran.
Sementara itu meningkat sekitar tanda 4 bulan, wanita itu dapat menderita selama bertahun-tahun jika tidak terdeteksi atau tidak diobati.
Pertanyaannya, bisakah Anda mencegah depresi pascamelahirkan?
Mungkin tidak mungkin untuk mencegah depresi pascamelahirkan. Tetapi Anda selalu dapat mencoba dan memahami apa penyebabnya dan mencoba untuk mencegah hal itu terjadi.
Hal-Hal yang Dapat Menyebabkannya Depresi Pascapersalinan
Masih melansir di laman yang sama, berikut ini beberapa hal yang dapat menjadi pemicu depresi pasca melahirkan. Beberapa di antaranya dapat dicegah dan yang lain tidak dapat dihindari.
Hal terbaik yang dapat Anda lakukan adalah mempersenjatai diri dengan pengetahuan untuk melawan depresi pascamelahirkan.
1. Hormon
Hormon-hormon dalam tubuh wanita terbalik, saat dia berurusan dengan kehamilan dan persalinan.
Tidak ada cara untuk mengatakan bagaimana pikiran wanita akan bereaksi terhadap lonjakan atau penurunan hormon.
Koktail hormon yang mengalir di pembuluh darah wanita bisa menjadi pemicu depresi pasca melahirkan.
Meskipun tidak mungkin untuk mengontrol dan mengembalikan kadar hormon tanpa menggunakan obat-obatan, sejumlah besar dukungan, banyak cinta dan banyak perawatan lembut dapat membantu membawa ibu baru kembali ke keadaan normal.
2. Kelelahan
Seorang ibu baru dihadapkan pada hari-hari, minggu-minggu dan bulan-bulan malam tanpa tidur dan hari-hari yang melelahkan.
Saat rasa lelah mulai menjalar, depresi pascapersalinan juga bisa terjadi.
Otak berhenti berfungsi dengan baik, ketika sangat lelah.
Ibu baru mulai mempertanyakan hidupnya dan berharap bayinya tidak pernah lahir.
Dia merasa kewalahan dan merasa tidak siap untuk merawat bayi baru ini.
Anda dapat membantu ibu baru keluar dari cengkeraman depresi pascamelahirkan dengan menawarkan bantuannya bila memungkinkan.
Bawa makanannya, bersihkan dan tawarkan untuk merawat bayinya untuk memberinya beberapa jam tutup mata atau waktu istirahat.
3. Stres
Kehidupan seorang ibu baru bisa dibilang sangat menegangkan.
Fakta bahwa dia memiliki bayi yang menangis di tangannya tidak membebaskannya dari tugas-tugas dan tugas-tugas lain, yang mungkin termasuk merawat anak-anak sebelumnya.
Jika dia baru pertama kali menjadi ibu, dia harus belajar merawat bayinya dari awal dan itu bisa menjadi tugas yang sulit bagi ibu baru.
Anda dapat membantu mencegah depresi pascamelahirkan dengan memberinya telinga yang mendengarkan lalu dengarkan apa saja keluh kesahnya, dengan cara ini ibu baru akan lebih tenang.
Anda juga dapat mendukungnya dengan mengatakan kepadanya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Bantu dia dengan cara apa pun yang Anda bisa.
4. Perubahan fisik
Ibu baru tak hanya menghadapi perubahan internal yang meliputi fluktuasi hormon setelah kehamilan, dia juga harus menghadapi perubahan fisik yang terjadi.
Dia menyadari bahwa tubuhnya tidak akan secara ajaib kembali seperti semula.
Dia kemudian harus memproses dan menerima kenyataan bahwa dia mungkin sebenarnya tidak pernah terlihat atau merasakan hal yang sama seperti sebelum dia hamil.
Perubahan fisik ini seperti payudara kendor, munculnya stretch mark, kulit kendur di perut dan bagian tubuh lainnya.
Semua ini bisa membuatnya menjadi depresi pascamelahirkan.
5. Kecemasan
Kehidupan dengan bayi yang baru lahir bisa tampak tidak nyata dan tidak pasti bagi ibu baru.
Apalagi jika ini adalah ibu pertama yang belum memiliki pengalaman dalam merawat bayi.
Ada ibu-ibu yang bahkan takut menggendong bayinya lantaran takut menyakitinya.
Tak hanya itu, si ibu juga bisa cemas saat memberi makan bayi mereka, terutama ketika mereka tidak dapat menyusui karena alasan tertentu.
Ibu bisa cemas tentang hubungan mereka dengan pasangan mereka.
Kecemasan dapat menguasai kehidupan seorang ibu baru tentang setiap aspeknya.
Anda dapat membantu ibu yang cemas dengan memberi dia kata-kata bijak bahwa kondisi ini semua orang akan melewatinya dan bahwa tidak apa-apa untuk membuat kesalahan.
Masa-masa sulit ini akan berlalu dan semuanya akan baik-baik saja.
6. Tidak Ada Dukungan dari Orang-Orang Terdekat dan Tersayang
Apa yang paling dibutuhkan seorang ibu baru dari pasangan, keluarga, dan teman-temannya adalah pengertian dan dukungan tanpa syarat.
Tidak ada ibu yang dapat menangani hidupnya dengan bayi baru secara efisien jika dia tidak memiliki dukungan dari orang-orang di sekitarnya.
Dukungan tersebut dapat datang secara fisik, mental, spiritual dan finansial.
Kurangnya dukungan dapat mendorongnya ke jurang depresi pascapersalinan yang dalam.
7. Kesulitan dan Ketidakpastian Keuangan
Tidak salah lagi jika memiliki anak akan membutuhkan biaya.
Setiap ibu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, baik itu makanan, mainan, pakaian atau pendidikan.
Tetapi semua ini harus dibayar mahal dan jika ibu secara finansial tidak stabil, dia pasti akan mengalami banyak ketegangan.
Hal ini dapat menyebabkan ibu mengalami depresi pascapersalinan.
Masalahnya bisa menjadi lebih besar jika ibu baru adalah orang tua tunggal atau sepenuhnya bergantung pada pasangan yang tidak kooperatif.
Jika Anda sebagai rekan yang menghadapi ibu baru dengan kondisi keuangan seperti ini, Anda dapat membantunya dengan memberi bantuan keuangan.
Cara ini akan menjadi perbuatan baik jika Anda dapat membantunya mandiri secara finansial dalam beberapa cara. (Serambinews.com/Firdha Ustin)
Baca juga berita lainnya
Baca juga: Profil dan Sosok Rosaline Irene Rumaseuw, Wasekjen PAN yang Usulkan RS Khusus Pejabat
Baca juga: Perekonomian Terdampak Pandemi, Indonesia Kembali Jadi Negara dengan Pendapatan Menengah ke Bawah
Baca juga: Amerika Serikat Beri Dukungan Vaksin hingga Peningkatan Perdagangan dengan Indonesia