Berita Langsa
Refleksi 16 Tahun MoU Helsinki, Begini Tanggapan Ketua Forum Pemuda Aceh
Menurut Sayed, sejarah mencatat sangat jelas kedua pihak saat itu sepakat dan tegas berkomitmen untuk menyelesaikan konflik dengan cara terhormat
Penulis: Zubir | Editor: Mursal Ismail
Menurut Sayed, sejarah mencatat sangat jelas kedua pihak saat itu sepakat dan tegas berkomitmen untuk menyelesaikan konflik dengan cara terhormat untuk semua pihak dengan damai, menyeluruh dan berkelanjutan.
Laporan Zubir | Langsa
SERAMBINEWS.COM, LANGSA - Momentum penandatanganan perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia 15 Agustus 2005 silam, merupakan era baru untuk masa depan Aceh.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Forum Pemuda Aceh (FPA), Sayed Alatas, kepada Serambinews.com, Kamis (12/8/2021).
Menurut Sayed, sejarah mencatat sangat jelas kedua pihak saat itu sepakat dan tegas berkomitmen untuk menyelesaikan konflik dengan cara terhormat untuk semua pihak dengan damai, menyeluruh dan berkelanjutan.
Hal itu tentunya untuk membangun rasa saling percaya dan wujud dari komitmen kedua pihak, agar dapat tercapai keberhasilan perdamaian dan membangun Aceh pascakonflik serta bencana tsunami.
"Terbukti keseriusan kedua pihak dituangkan dalam sebuah nota kesepahaman atau melalui MoU Helsinki tanggal 15 Agustus 2005 silam itu," sebut Sayed.
Dalam nota kesepahaman itu, tambah Sayed, merinci prinsip-prinsip untuk memandu proses transformasi untuk Aceh maju bermartabat dalam hal politik, ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan.
Namun, Sayed Alatas menilai momen paling krusial untuk kemajuan Aceh bermartabat itu dikhianati para pemangku kepentingan saat ini, sehingga tidak terbantahkan fakta-fakta stigma Aceh miskin kini.
Baca juga: 16 Tahun Perdamaian Aceh, Dandim Ajak Masyarakat Aceh Tamiang Jaga MoU Helsinki
Pengelolaan dana otonomi khusus yang tidak tepat sasaran, pertumbuhan ekonomi masyarakat terkesan lamban dan seadanya.
Belum lagi kompensasi kesejahteraan bagi masyarakat korban konflik masih banyak yang terabaikan.
"Termasuk dana Diyat menurut Informasi yang kami terima dari beberapa sumber belum direalisasikan dengan sempurna," ujarnya.
Dia menambahkan, pelanggaran isi nota kesepahaman kerap terabaikan, pemerintahan sekarang hanya mempertontonkan gaya hidup hedonisme serta ekslusif untuk kalangan tertentu.
Demi hasrat politik jabatan semata, akal sehat membangun Aceh bermartabat nyaris hilang dengan berbagai fakta dan kegagalan implementasi MoU Helsinki serta turunannya gagal direalisasikan.
Fonomena ini membuktikan bahwa elit politik memarginalkan cita-cita awal para pencetus nota kesepahaman, sehingga apa yang diharapkan terhadap isi perjanjian damai tidak sesuai seperti yang diharapkan.
Baca juga: Mantan Kombatan GAM dan Eks Tapol di Aceh Timur Dapat Lahan 2 Hektare, Implementasi MoU Helsinki
Oleh karena itu, kata Sayed Alatas, FPA meminta Pemerintah Aceh, DPR Aceh dan Pemerintah Pusat serius merealisasikan konstruksi Aceh bermartabat, serta memaksimalkan instansi terkait agar bekerja dengan baik.
Dengan demikian cita-cita awal membangun Aceh bermartabat melalui nota kesepahaman MoU Helsinky tahun 2005 dapat terealisasi dengan baik hingga masyarakat sejahtera. (*)