HUT Ke 76 RI
Peristiwa Perumusan Naskah Teks Proklamasi, Diawali Jatuhnya Bom Atom hingga Desakan Pemuda
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada 17 Agustus 1945 telah melalui proses yang sedianya tidak mudah.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Safriadi Syahbuddin
SERAMBINEWS.COM – Teks Proklamasi pertama kali dibacakan oleh Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1945 dihadapan rakyat Indonesia.
Dengan dibacakan Teks Proklamasi tersebut, Indonesia pun menyatakan dan dinyatakan merdeka dari penjajahan.
Teks proklamasi merupakan hasil pemikiran Presiden Soekarno dibantu Moh Hatta dan Ahmad Soebardjo.
Kemudian naskah diketik rapi oleh Sayuti Melik dan ditandatangani langsung oleh Soekarno.
Namun, perumusan nasakah Teks Proklamasi yang dibacakan pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB pagi itu melalui proses yang tidak mudah.
Baca juga: Sosok Tengku Amir Ishak, Sebar Naskah Proklamasi Kemerdekaan Aceh dan Pengerak Aceh Merdeka di Medan
Baca juga: Seluruh Aktivitas Warga Berhenti Saat Peringatan Detik-detik Proklamasi di Abdya
Berikut perjalanan singkat peristiwa perumusan naskah teks proklamasi yang dihimpun Serambinews.com dari Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada 17 Agustus 1945 telah melalui proses yang sedianya tidak mudah.
Diawali oleh upaya Sekutu menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 serta kota Nagasaki 3 hari kemudian, akhirnya Kaisar Hirohito menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945.
Dengan cepat, golongan pemuda yang mengetahui kabar tersebut dari siaran Radio BBC milik Inggris mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memanfaatkan situasi dengan menyatakan proklamasi.
Namun dwitunggal (Soekarno-Hatta) menolak karena belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Jepang.
Golongan tua berpendapat, lebih baik menunggu sampai 24 Agustus, yakni tanggal yang ditetapkan Marsekal Terauchi untuk waktu kemerdekaan Indonesia ketika menerima Soekarno, Hatta, Radjiman di Dalat.
Pada 15 Agustus 1945, para pemuda dibawah pimpinan Sukarni, Chairul Saleh, Wikana bersepakat untuk mengamankan dwitunggal bersama Ibu Fatmawati dan Guntur ke Rengasdengklok.
Dengan harapan agar mereka menuruti keinginan para pemuda.
Baca juga: Siapa Sangka, Ternyata Soekarno Tak Puasa saat Proklamasi Kemerdekaan Bertepatan dengan Ramadan
Namun, sepanjang hari 16 Agustus 1945 tidak tercapai kesepakatan apapun hingga sorenya.
Kemudian, Ahmad Soebardjo datang dan berusaha membujuk para pemuda untuk melepaskan dwitunggal.
Akhirnya mereka bersedia dengan jaminan oleh Soebardjo bahwa proklamasi akan terjadi esok hari.
Malam itu juga, rombongan berangkat ke Jakarta, menuju rumah Laksamana Maeda di Meiji Dori No. 1 untuk membahas masalah tersebut.
Setibanya disana, tuan rumah menjelaskan permasalahan dan informasi yang sebenarnya terjadi.
Maeda lalu mempersilakan ketiga tokoh menemui Gunseikan (Kepala Pemerintah Militer) Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas upaya tindaklanjut yang akan dilakukan.
Namun, setibanya di Markas Gunseikan di kawasan Gambir, mereka bertiga mendapat jawaban yang mengecewakan karena Jenderal Nishimura yang mewakili Gunseikan melarang segala bentuk upaya perubahan situasi yang dilakukan.
Mereka diharuskan menunggu Sekutu datang terlebih dahulu.
Baca juga: Sambut HUT Kemerdekaan, Tugu Kota Juang Bireuen Dipercantik
Ketiga tokoh bersepakat bahwa Jepang tidak dapat diharapkan lagi dan kemerdekaan harus segera dirancang secepatnya.
Anggota PPKI yang menginap di hotel Des Indes segera dikawal oleh Sukarni dan kawan-kawan menuju rumah Maeda.
Pada 17 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, naskah proklamasi disusun oleh Soekarno, Hatta dan Soebardjo di ruang makan Maeda.
Naskah sebanyak dua alinea yang penuh dengan pemikiran tersebut lalu selesai dibuat 2 jam kemudian.
Naskah kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik.
Tanpa waktu lama, Sayuti Melik didampingi Burhanuddin Muhammad Diah lalu mengetik naskah proklamasi.
Setelah itu, naskah diserahkan kembali kepada Soekarno untuk ditandatangani.
Baca juga: Daftar Lagu Semarak Kemerdekaan Republik Indonesia, Tanah Airku hingga Berkibarlah Bendera Negeriku
Pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, di halaman rumah Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, naskah proklamasi dibacakan dalam suasana khidmat.
Prosesi yang sebenarnya tanpa protokol nyatanya tidak menghalangi gelora euforia rakyat dalam merayakan dan menyebarluaskan berita luar biasa ini.
Peran insan pers sangat penting dalam peristiwa ini, antara lain Frans dan Alex Mendoer dari IPPHOS yang mengabadikan momen pembacaan proklamasi.
Kemudian BM Diah dan Jusuf Ronodipuro yang membantu penyebaran berita proklamasi lewat berbagai cara, seperti radio, surat kabar, telegram, serta melalui lisan.
Teks Proklamasi:
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta.
Setelah pembacaan proklamasi, bendera pusaka merah-putih dikibarkan untuk pertama kalinya yang disaksikan oleh masyarakat.
Naskah tulisan tangan Seokarno sempat dibuang karena dianggap tidak diperlukan lagi, tetapi kemudian diambil dan disimpan oleh Burhanuddin Mohammad Diah sebagai dokumen pribadi, setelah berakhirnya rapat perumusan naskah proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada tahun 1995 Burhanuddin Mohammad Diah menyerahkan naskah tersebut kepada Presiden Soeharto, dan pada tahun yang sama, naskah disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia.
Baca juga: 76 TAHUN Kemerdekaan Indonesia : Masyarakat Harus Merdeka Finansial
Teks Proklamasi sedikit berbeda dengan naskah tulisan tangan Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 dini hari yang sempat disimpan oleh Burhanuddin Muhammad Diah.
Perbedaan tersebut berkenaan dengan:
1. Kata "hal2" pada paragraf kedua baris pertama diubah menjadi "hal-hal";
2. Kata "saksama" pada paragraf kedua baris kedua diubah menjadi "tempo";
3. Penulisan tanggal dan bulan "Djakarta 17-08-05" menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05";
4. Kalimat "wakil2 bangsa Indonesia" menjadi "Atas nama bangsa Indonesia". (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca Juga Lainnya:
Baca juga: Jika PM Muhyiddin Yassin Mundur, Anwar Ibrahim Mencuat Jadi Kandidat Perdana Menteri Malaysia
Baca juga: DPR Kebut Penyelesaian Tujuh RUU, Salah Satunya Tentang Sistem Keolahragaan Nasional
Baca juga: Kisah Pria Selandia Baru di Banda Aceh, Masuk Islam dan Menemukan Tujuan Hidupnya