Internasional

Wanita Afghanistan Tetap Takut dengan Pemerintahan Taliban: "Saya Lebih baik Mati"

Sebagian besar wanita Afghanistan tetap takut dengan pemerintahan Taliban, walau sudah ada berbagai seruan dari kelompok pejuang itu.

Editor: M Nur Pakar
AFP/WAKIL KOHSAR
Seorang pejuang Taliban berjalan melewati salon kecantikan dengan gambar wanita yang dirusak menggunakan cat semprot di Shar-e-Naw di Kabul, Afghanistan, Rabu (18/8/2021). 

Wanita Afghanistan menghadapi masa depan yang tidak pasti minggu ini ketika pasukan AS mundur.

Kemudian, Taliban mengkonsolidasikan kontrol setelah kemajuannya yang menakjubkan di seluruh negara.

Hampir 250.000 warga Afghanistan meninggalkan rumah dalam beberapa bulan terakhir menjelang pengambilalihan Taliban.

Sebanyak 80% dari mereka merupakan perempuan dan anak-anak, menurut badan pengungsi PBB.

Wanita yang telah melakukan perjalanan ke Kabul dalam beberapa pekan terakhir untuk mencari perlindungan tidak banyak ditemukan di ibu kota.

Mereka kembali ke Kandahar, Jalalabad dan Mazar-i-

Sharif. Beberapa wanita melarikan diri bersama keluarga ke bandara, banyak lagi yang bersembunyi di rumah.

Para pejabat Taliban yang muncul Selasa (1/7/8021) di televisi pemerintah mengatakan hak-hak perempuan akan dihormati dalam batas-batas syariah, atau hukum Islam.

Baca juga: Malala Yousafzai Minta Pakistan dan Negara Lain Buka Perbatasan bagi Pengungsi Afghanistan

Kelompok fundamentalis itu memerintah negara itu selama lima tahun hingga invasi pimpinan AS 2001.

Menolak pendidikan anak perempuan dan hak perempuan untuk bekerja, serta menolak membiarkan mereka bepergian ke luar rumah tanpa kerabat laki-laki.

Belum ada laporan yang dikonfirmasi tentang Taliban yang memberlakukan pembatasan seperti itu di daerah-daerah yang baru saja direbutnya.

Tetapi gerilyawan dilaporkan telah mengambil alih rumah dan membakar setidaknya satu sekolah.

Beberapa wanita di Kabul berkumpul untuk memprotes dan seorang koresponden Al Jazeera mentweet video dengan judul,

"Taliban: Kami menginginkan hak kami, kami menginginkan jaminan sosial, hak untuk bekerja, pendidikan dan partisipasi politik."

Banyak yang tetap prihatin tentang hak-hak perempuan di bawah Taliban, termasuk peraih Nobel Perdamaian Malala Yousafzai.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved