Warga Punya Mobil Dapat Bantuan Sosial Berlapis, Ada Penerima Bernama 'NA70'
Data penerima bansos yang sudah padan dengan data Dukcapil akan diserahkan ke Himpunan Bank Negara (Himbara) untuk proses pembuatan rekening.
Lalu ada ibu rumah tangga berinisial Tur yang menerima bansos PKH, bansos PBI, penerima subsidi pupuk eRDKK Kementerian Pertanian, peserta penyuluhan SIMLUHTAN Kementan, dan peserta DTKS dalam waktu bersamaan.
Ada pula petani pemilik satu unit mobil bernama Sadiyar. Pria itu masuk dalam DTKS, penerima bansos PKH, penerima bansos beras, dan penerima Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) dalam waktu bersamaan.
Baca juga: CARA Cairkan Bansos Tunai Rp 600 Ribu, Siapkan Dokumen Ini
Seorang ibu rumah tangga bernama Siti juga mendapat bansos berlapis meski memiliki satu unit mobil. Ia tercatat mendapat bansos PKH, bansos PBI, peserta BPJS Kesehatan, hingga masuk dalam DTKS.
Temuan-temuan ini kata Zudan jadi modal pemerintah untuk membenahi penyaluran bansos Covid-19. Pemerintah akan memperbaiki data sehingga bansos bisa tersalurkan dengan tepat sasaran.
"Ini nanti kami terus bersama kementerian/lembaga mulai memilah yang sudah dapat bantuan A mestinya enggak dapat bantuan B. Kalau ada aturan masih bisa dapat bantuan, berapa maksimal dia mendapat bantuan," ujarnya.
Zudan mengaku bersama Kemensos telah membuat sistem integrasi data sehingga pencatatan data penerima bansos bisa lebih mudah. Sistem integrasi data ini juga akan menekan risiko data ganda dalam program bansos.
"Untuk itu kami membuat dashboard monitoring bansos yang sudah dipadankan dengan data Dukcapil, atau data-data yang masuk. Ini bisa mempermudah pencatatan dan mencegah data ganda," ujarnya.
Kemensos sendiri sebelumnya sudah menghapus sebanyak 52,5 juta data ganda dalam DTKS. Data tersebut 'ditidurkan' karena terindikasi ganda alias penerima memperoleh lebih dari satu bantuan, tidak ber-NIK, sudah pindah domisili, atau meninggal dunia. KPK menyebut penghapusan 52,5 juta data ganda penerima bansos itu telah menyelamatkan keuangan negara senilai Rp10,5 triliun.
"Potensi penyelamatan keuangan negara karena dihapusnya 52,5 juta penerima tersebut bila diasumsikan setiap penerima menerima bantuan sebesar Rp200 ribu/bulan, maka totalnya menjadi Rp10,5 triliun per bulan sebagai penyelamatan keuangan negara," ujar Deputi
Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam jumpa pers 'Capaian Kinerja Bidang Pencegahan dan Stranas KPK Semester I' di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/8).
Kata Pahala, awalnya data penerima bansos di Kemensos terpecah-pecah yaitu data keluarga penerima Program Keluarga Harapan (PKH) ada di Direktorat Jenderal (Ditjen) Penanganan Fakir Miskin (PFM), data penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Ditjen Perlindungan Sosial, dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ada di Sekretariat Jenderal Kemensos.
"Rekomendasi KPK ke Bu Menteri Sosial pada Desember 2020 telah ditindaklanjuti dengan baik dengan menggabungkan ketiga data itu. Aslinya ada 193 juta orang penerima, setelah digabung hilang sekitar 47 juta, jadi sisa 155 juta dan masih ada kemungkinan data ganda, jadi kami minta dicek lagi NIK (Nomor Induk Kepegawaian) di Kemendagri," katanya.
Hasilnya saat ini tinggal 139 juta data penerima bantuan dan sudah termasuk pembaruan data dari pemerintah daerah. "Kami hitung ada 52,5 juta data penerima yang 'ditidurkan' karena terindikasi ganda (penerima menerima lebih dari satu jenis bantuan), tidak ber-NIK (kemungkinan penerima tidak ada/fiktif), serta data yang tidak dapat dijelaskan oleh pemda," papar Pahala.
Artinya 52,5 juta data yang awalnya masuk sebagai penerima bantuan tidak dapat digunakan lagi. "Kami apresiasi data ini, dan terus akan mendampingi karena awal ketidatepatan adalah ketidaktepatan data," sebut Pahala. Selain itu, KPK juga menyiapkan akses pengaduan di portal jaga.id.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menjelaskan setidaknya 10 program KC-PEN untuk bidang perlindungan sosial.