16 Tahun Damai Aceh
Sofyan A Djalil Sebut Masyarakat Sudah Dapat Berkah MoU Helsinki, Aceh Aman, Ekonomi Jalan
Sofyan A Djalil menyebutkan di antara berkah tersebut adalah, tidak ada lagi kekerasan, pendidikan berjalan normal, masyarakat luas berpartisipasi dal
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mursal Ismail
Sofyan A Djalil menyebutkan di antara berkah tersebut adalah, tidak ada lagi kekerasan, pendidikan berjalan normal, masyarakat luas berpartisipasi dalam proses demokrasi, dan sebagainya.
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Juru runding mewakili Pemerintah Indonesia, Sofyan A Djalil mengatakan seluruh rakyat Aceh saat ini mendapat berkah dan manfaat dari pencapaian perdamaian Aceh melalui MoU Helsinki.
Ya, MoU Helsinki antara Pemerintah Indonesia dengan GAM yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005.
Sofyan A Djalil menyebutkan di antara berkah tersebut adalah, tidak ada lagi kekerasan, pendidikan berjalan normal, masyarakat luas berpartisipasi dalam proses demokrasi, dan sebagainya.
Sofyan A Djalil menyampaikan hal ini dalam Refleksi 16 Perdamaian Aceh, "Siapa Mendapat Apa, Kenapa, Bagaimana,” .
Acara ini digelar secara virtual oleh Riset Politik (Rispol) Indonesia, Selasa (31/8/2021).

Baca juga: 16 Tahun Damai Aceh, Mualem: Tidak Lama Lagi Kita Dapat Keberhasilan
“Tidak ada lagi kekerasan, sekolah berjalan, masyarakat secara luas berpartisipasi dalam proses demokrasi, aktivitas ekonomi berjalan,” ujar Sofyan A Djalil yang juga putra asli Aceh itu.
Sofyan A Djalil yang juga Menteri ATR/Kepala BPN menyebutkan, yang jadi masalah dan perdebatan kemudian apakah MoU kemudian telah membawa kemakmuran?
“Kalau keamanan pasti, proses demokrasi semua orang terlibat dan berpartisipasi dalam proses politik di Aceh.
Apakah kemudian masyarakat Aceh mendapatkan yang lebih secara ekonomi? Mereka bisa berusaha dengan damai, aktivitas ekonomi bisa berjalan,” kata Sofyan.
Ia juga menyebutkan ada sejenis kompensasi dari Pemerintah dalam bentuk dana Otsus, jumlahnya sangat besar.
“Pertanyaannya apakah dana ini mendapat manfaat optimum? Ini bisa menjadi perdebatan. Bahwa manfaat ada, pasti. Tapi apakah manfaat optimum, itu menjadi perdebatan,” tambahnya.
Baca juga: Eks Panglima GAM Wilayah Linge: 16 Tahun Damai, Aceh Ibarat Batu Pecah Seribu, Hilang Kasih Sayang
Hanya saja Sofyan A Djalil mengingatkan, bahwa sebuah daerah maju, itu bukan sumber daya alam, tapi adalah good policy.
Ia mencontohkan negara-negara Asia Timur berhasil menjadi menjadi negara industri, seperti Taiwan, China dan lain-lain, itu karena good policy.
“Kenapa Kabupaten Banyuwangi dianggap cukup sukses dalam berbagai indikator dibanding kabupaten lain, kuncinya adalah kepemimpinan dan good policy yang diterapkan.
Dana yang banyak tanpa diikuti good policy tidak akan memberi manfaat optimum bagi sebuah daerah.
Contoh lain Nigeria, Venezuela yang banyak uang karena minyak, tapi kemudian menjadi malapetaka menjadi sesuatu yang tidak baik bagi negara tersebut secara ekonomi.
Untuk Aceh, sudah mendapat transfer banyak dari pusat. Tapi kalau tidak diikuti oleh good policy tidak akan memberi manfaat optimum,” ujar Sofyan.
Selanjutnya Sofyan juga menyebutkan, bahwa pencapaian perdamaian Aceh dihargai sebagai sebuah model penyelesaian konflik di negara lain.
Di akhir pernyataannya, Sofyan menyerukan agar semua dalam berbagai lini di Aceh menciptakan good policy, sebab Itu yang bisa membuat daerah maju.
"Tanpa good policy, uang tidak akan beri banyak manfaat,” tambah Sofyan mengingatkan.
Rekomendasi refleksi 16 Tahun Perdamaian Aceh di Jakarta
Seperti diberitakan Serambinews.com sebelumnya, Lembaga Riset Politik Indonesia (Rispol) menggelar Webinar Refleksi 16 Tahun Perdamaian Aceh, Selasa (31/8/2021).
Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Malik Mahmud yang diharapkan memberi pandangan dan pemikiran dalam acara tersebut, ternyata tidak bisa hadir walau secara virtual.
Sedangkan Gubernur Aceh diwakili Kepala Dinas Sosial Aceh, Dr Yusrizal.
Acara yang berlangsung lebih dari dua jam itu menghadirkan sederet pembicara, terdiri atas Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A Djalil, SH, MA, MALD, PhD yang juga juru runding Pemerintah Indonesia dengan GAM.
Kemudian Sekjen DPR RI, Dr Ir Indra Iskandar, MSi, Dirjen Bina Administrasi dan Wilayah dari Kemendagri, Dr Drs Safrizal, ZA,MSi, Ketua Forbes DPD - DPR RI asal Aceh, HM Nasir Djamil, MSi.
Berikutnya Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi, M.IP, Wakil Ketua Komite II DPD RI, Dr. Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si dan Politisi senior, Dr Ahmad Farhan Hamid, MS.
Selanjutnya, juga ada Rektor Unsyiah, Prof Dr Ir Samsul Rizal, MEng, Ketua DPR Aceh, H Dahlan Jamaluddin, SIP, Ketua Umum Pengurus Besar, Himpunan Ulama Dayah Aceh (PB. HUDA), Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab.
Kemudian Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh, Soraya Kamaruzzaman, ST, MT, Aktivis Perempuan Aceh, Cut Asmaul Husna serta sejumlah pembicara lainnya. Jalannya dialog dipandu Munawar Khalil.
Acara ini juga menampilkan baca puisi “Salam Damai” oleh Fikar W.Eda.
Ketua Pelaksana Webinar Muntasir Ramli mengatakan, webinar ini menghasilkan rekomendasi untuk disampaikan kepada Presiden RI dan sejumlah pihak lainnya.
Berikut butir rekomendasi Refleksi 16 Tahun Perdamaian Aceh yang dilaksanakan secara daring dan luring dari Gedung DPR RI Senayan Jakarta.
1. Mari kita segarkan kembali butir-butir yang ada dalam MoU Helsinki. Peringatan Hari Damai ke 17 agar dapat dilaksanakan di Jakarta.
Sebab pihak yang berkomitmen, bukan hanya Gerakan Aceh Merdeka, melainkan juga Pemerintah Indonesia, yang kemudian dirangkai dengan penulisan dan rangkuman proses penyusunan MoU Helsinki dalam berbagai Perspektif sebagai sebuah monumen penting dalam sejarah perjalanan Aceh sebagai sebuah entitas.
2. Perlu dihidupkan lagi Desk Aceh yang dalam fungsinya mengawal revisi dan mengelaborasi MoU Helsinki dan UUPA dengan salah satu konteksnya adalah merekonstruksi tata kelola pemerintahan Aceh dalam kerangka NKRI yang lebih bermartabat dan mandiri yang mengacu pada MoU Helsinki dan dukungan kekuatan kontrol alternatif dari segenap unsur rakyat Aceh.
3. Hasil dari seminar ini akan dilaporkan kepada Bapak Presiden dengan meminta jadwal pertemuan langsung Bapak Presiden. (*)