Internasional
Taliban Sita Uang Tunai Rp 177 Miliar dari Mantan Pejabat, Berupaya Atasi Kekurangan Dana
Penguasa de facto Afghanistan, Taliban menyita 12,4 juta dolar AS, sekitar Rp 177 miliar dari mantan pejabat.
SERAMBINEWS.COIM, KABUL - Penguasa de facto Afghanistan, Taliban menyita 12,4 juta dolar AS, sekitar Rp 177 miliar dari mantan pejabat.
Taliban mulai mengalami kekurangan uang, sehingga secara mati-matian mencari masuknya uang ke kas mereka.
Bank Sentral Afghanistan mengatakan Taliban mengambil lebih dari 12 juta dolar AS uang tunai dan emas dari mantan pejabat pemerintah Afghanistan.
Dilansir AFP, Kamis (16/9/2021), sejumlah besar uang ditemukan di rumah mantan wakil presiden Amrullah Saleh, yang keberadaannya saat ini tidak diketahui.
"Uang yang diperoleh berasal dari pejabat tinggi,' kata Bank Sentral.
Ditambahkan, uang juga disita dari sejumlah agen keamanan nasional yang menyimpan uang tunai dan emas di rumah mereka.
Namun, Taliban mendesak warga Afghanistan untuk melakukan semua transaksi dalam mata uang lokal.
Baca juga: Wanita Afghanistan Membalas Taliban dengan Kampanye #DoNotTouchMyClothes
"Semua warga Afghanistan di pemerintahan dan organisasi non-pemerintah diminta untuk menggunakan bahasa Afghan dalam kontrak dan transaksi ekonomi," katanya.
Bank - bank Afghanistan menghadapi kekurangan uang dan mungkin harus segera ditutup untuk umum, kecuali Taliban mengeluarkan lebih banyak dana.
Kekurangan uang tunai telah berlangsung selama berminggu-minggu.
Sehingga, para bankir khawatir situasi itu dapat menyebabkan kenaikan harga makanan dan listrik.
Untuk mencoba dan menyelamatkan aset milik pemerintah sebelumnya, Bank Sentral meminta bank lokal membekukan rekening individu tertentu.
Terutama, yang terkait dengan pemerintah sebelumnya, lansir Reuters.
Sementara itu, Taliban tidak bisa mendapatkan cadangan Bank Sentral Afghanistan sebesar 10 miliar dolar AS, sekitar Rp 142,7 triliun.
Baca juga: Juru Bicara Taliban Dianggap Seperti Hantu Hidup di Bawah Pengawasan AS dan Afghanistan
Karena, sebagian besar aset Bank Sentral senilai 9,5 miliar dolar aS disimpan di New York.
Tetapi, telah dibekukan oleh Pemerintah AS pada Agustus 2021, setelah pemerintah Afghanistan runtuh.
Tanpa uang, Taliban sangat kekurangan dana dan Taliban mungkin tidak akan pernah melihat dana yang terkunci itu.
Bantuan asing telah mengering di Afghanistan, seusai AS dan sekutu Barat telah menarik pasukan mereka keluar.
NSDana Moneter Internasional dan Bank Dunia juga menghentikan dukungan keuangan ke Afghanistan setelah pengambilalihan Taliban.
Taliban sedang menghadapi krisis ekonomi, dan membutuhkan bantuan dengan cepat.
China telah melangkah untuk mengisi setidaknya beberapa kekosongan yang tersisa.
Setelah penarikan AS dan baru-baru ini berjanji menawarkan 31 juta dolar AS, sekitar Rp 442 miliar.
Baca juga: Ribuan Warga Kandahar Protes Taliban, Warga Digusur dari Asrama Tentara
Seorang juru bicara Taliban pada awal September 2021 menyebut China sebagai mitra terpenting.
"China siap berinvestasi dan membangun kembali negara kami," kata juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid saat itu.
Pakistan, yang hubungannya dengan Taliban telah sering diteliti oleh pemerintah Barat, juga telah menawarkan bantuan.
Sementara itu, PBB dalam beberapa hari terakhir telah mengeluarkan peringatan tentang potensi krisis kemanusiaan yang mengerikan di Afghanistan.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres selama konferensi donor darurat pada Senin (13/9/2021) mengatakan warga Afghanistan membutuhkan garis hidup.
"Setelah beberapa dekade perang, penderitaan dan ketidakamanan, mereka mungkin menghadapi saat yang paling berbahaya," kata Guterres.
Dia menekankan satu dari tiga warga Afghanistan tidak tahu dari mana makanan mereka berikutnya akan datang.
Komunitas internasional berjanji bantuan 1 miliar dolar AS, sekitar Rp 14,2 triliun.
Linda Thomas-Greenfield, duta besar AS untuk PBB, mengatakan AS akan menawarkan bantuan 64 juta dolar AS, sekitar Rp 913 miliar ke Afghanistan.
Baca juga: Taliban Baru Sebulan Memerintah, Afghanistan Alami Krisis Ekonomi hingga Kekeringan dan Kelaparan
Tetapi ada kekhawatiran Taliban akan mengganggu distribusi bantuan, yang diakui Thomas-Greenfield.
"Kita semua telah mendengar laporan Taliban menghalangi dan mencampuri pemberian bantuan dan upaya perlindungan, melarang staf wanita menyelamatkan nyawa," ujarnya.
"Bahkan menuntut pembalasan terhadap orang yang mendapat manfaat dari bantuan atau memberikannya," tambahnya.
Hal itu disampaikannya pada pertemuan tingkat tinggi PBB di New York, AS.
"Itu menakutkan dan tidak dapat diterima, dan, sejujurnya, membuat Afghanistan dan kawasan tidak stabil, bahkan bisa berlanjut," tambahnya.
Taliban telah berusaha untuk menampilkan dirinya sebagai lebih entitas moderat daripada di masa lalu sejak mengambil alih negara.
Seperti menjamin keselamatan pekerja kemanusiaan, tetapi PBB memperingatkan kata-kata belum sesuai dengan tindakannya.
Baca juga: Pemimpin Taliban Berkelahi di Istana Kepresidenan Kabul, Pimpinan Taliban Lari ke Kandahar
AS belum secara resmi mengakui pemerintah baru yang dikuasai Taliban di Afghanistan.
Menteri Luar Negeri Antony Blinken minggu ini mengatakan kepada anggota parlemen, apakah AS mengakui Taliban atau tidak tergantung pada prilakunya.
"Legitasi dan dukungan yang dicarinya dari komunitas internasional akan bergantung sepenuhnya pada perilakunya," kata Blinken dalam kesaksian di hadapan Komite Hubungan Luar Negeri Senat.(*)