Uang Bertumpuk-tumpuk Dipamerkan Sepanjang 5 Meter, Polisi Sita Rp 531 Miliar di Kasus Obat Ilegal

Join investigasi Bareskrim dan PPATK itu bermula dari pengembangan penanganan peredaran obat ilegal yang dilaksanakan Polres Mojokerto.

freepik/@macrovector_official
Ilustrasi Obat 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Bertumpuk-tumpuk uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu terhampar di depan awak media yang biasa mangkal di Mabes Polri.

Uang itu dimasukkan di dalam kemasan plastik. Di dalam satu plastik terdapat 8 hingga 11 gepokan uang Rp 100 ribuan dan Rp 50 ribuan.

Tumpukan uang itu kemudian diletakan di lantai, dijejerkan memanjang hingga 5 meter.

Di dalam plastik itu kemudian ditumpuk lagi secara vertikal hingga hampir menutupi meja konfrensi pers. Sementara di depan meja itu tertulis total jumlah uang tersebut yang mencapai Rp 531 miliar.

Uang lebih dari setengah triliun itu adalah barang bukti tindak pidana pencucian uang (TPPU) kasus penjualan obat ilegal. Polri dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK0 menyita uang itu setelah menangkap DP, tersangka penjualan obat secara ilegal di Indonesia yang sudah melakukan kejahatannya sejak 2011 hingga 2021.

Join investigasi Bareskrim dan PPATK itu bermula dari pengembangan penanganan peredaran obat ilegal yang dilaksanakan Polres Mojokerto.

Baca juga: Perompak Sadis, Ruslan dan Hanafiah Tak Bernyali Ditangkap Polisi, Sembunyi di Bawah Tempat Tidur

Baca juga: Rilis Drama Orisinal MAXstream ‘Kau dan Dia Movie’, Telkomsel Gelar Meet the Cast Bersama Pelanggan

Baca juga: Alami Gangguan, Listrik Padam di Sebagian Aceh Selatan

Polisi kemudian mendapati transaksi keuangan mencurigakan yang diduga hasil kejahatan tersangka DP. Kabareskrim Komjen Agus Andrianto mengatakan uang itu disita setelah Polri dan PPATK melakukan penelusuran terhadap rekening-rekening DP yang ada di 9 bank. "Kita telusuri Rp 531 miliar yang dapat kami sita," kata Agus.

DP sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini. Menurut Agus, DP sebenarnya tidak punya keahlian dalam bidang farmasi. "Dia tidak memiliki keahlian di bidang farmasi. Dia juga tidak memiliki perusahaan yang bergerak di bidang farmasi, namun dia menjalankan, mendatangkan obat-obat dari luar tanpa izin edar dari BPOM," ujar Agus.

Agus membeberkan DP ini awalnya memesan barang dari luar negeri. Ia membeli obat-obatan dari luar negeri kemudian mengedarkannya di Indonesia tanpa izin edar atau izin jual.

"Tersangka DP (tidak memiliki pekerjaan tetap namun mengaku sebagai pemilik Flora Pharmacy) yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan mengedarkan obat telah melayani pemesanan atau menawarkan obat dari luar negeri kepada pembeli baik perorangan atau apotek atau toko obat baik di Jakarta maupun di kota lainnya menggunakan handphone dan aplikasi whatsapp," kata Agus.

Setelah itu barang dikirim melalui jasa ekspedisi di Indonesia dengan nama Awi/Flora Pharmacy. Barang itu kemudian diterima di Indonesia tanpa melalui proses regristrasi untuk mendapatkan Izin Edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI).

DP alias Awi kemudian memerintahkan sopir atau kurirnya mengambil obat-obatan dan suplemen ilegal itu di gudang yang telah ditentukan ekspedisi.

Baca juga: Realisasi Vaksin di Bireuen Capai 54 Ribu Lebih, Para Remaja Mulai Divaksin

Baca juga: Begini Kronologis Penangkapan 8 Tersangka Judi Online oleh Polres Aceh Tenggara dan BB Diamankan

Baca juga: Bukan Puisi Biasa, Santriwati di Aceh Dapat Sepeda Saat Membacakannya di Depan Presiden Jokowi

Kurir itu kemudian mendistribusikannya ke pembeli obat di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, dan wilayah lainnya. Pembeli kemudian melakukan pembayaran dengan cara transfer ke rekening atas nama tersangka DP sesuai jatuh tempo yang telah disepakati.

DP disebut mendapatkan keuntungan sebesar 10 persen hingga 15 persen dari harga barang yang diterimanya secara berkelanjutan sejak 2011 hingga 2021.

"Dibeli dari luar negeri. Kenapa dilarang? karena kalau kita ke luar negeri beli satu gak masalah. Kalau beli dalam jumlah besar dan dijual itu tidak boleh," jelas Agus.

Setelah menerima uang hasil edar obat ilegal tersebut, DP melakukan penarikan tunai dan kemudian mentransfer sebagian ke rekening miliknya pada bank lain. Sedangkan sebagian lainnya ditempatkan dalam bentuk deposito, asuransi, hingga reksadana.

Baca juga: YARA Minta Pemerintah Aceh Serius Tangani Isu Gereja Ilegal di Aceh Singkil, Upaya Menjaga Kerukunan

Baca juga: Tanah Eks HGU PT CA Mulai Diserobot Secara Ilegal, Ini Permintaan Mantan Anggota DPRK Abdya 

Adapun obat-obatan tersebut terdiri dari 31 jenis. Salah satunya obat untuk aborsi. Padahal obat ini sudah dilarang penggunaannya di Indonesia.

"Macam-macam dari 2011 sampai 2021 obat-obatan yang dia masukkan yang dia jual itu tercatat ada sekitar 31 kurang lebih ya jenis obat-obatan. Di antara 31 obat-obatan tadi satu jenis obat yang sangat-sangat dilarang. Sudah tidak boleh beredar di Indonesia namanya cytotec, ini obat untuk aborsi," imbuhnya.

Selain uang, sejumlah barang bukti juga disita dalam kasus ini antara lain sisa obat yang diedarkan berupa Favipiravir/Favimex jumlah 200 tablet, Crestor 20 mg jumlah 6 pak, Crestor 10 mg jumlah 5 pak, hingga Voltaren Gel 50 mg jumlah 4 pak.

Atas perbuatannya, DP disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 Ayat 2 dan Ayat 3 dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Dan atau Pas 197 Jo Pasal 106 ayat 1 dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan jo pasal 64 KUHP dan pasal 3 dan/atau pasal 4 dan/atau pasal 5 jo pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8.

Menkopolhukam Mahfud MD yang ikut hadir dalam jumpa pers itu mengatakan pengungkapan kasus ini hasil kerja sama antara Bareskrim Polri dengan PPATK.

"Bareskrim Polri dan PPATK yang telah sinergi dengan baik dan berkolaborasi dengan melakukan Joint Investigation dan ungkap tipid pencucian uang yang berasal dari tindak pidana obat ilegal dengan hasil sitaan Rp531 miliar rupiah. Orangnya sudah diamankan," kata Mahfud yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang itu.

Mahfud menjelaskan pengungkapan kasus ini bukti dan komitmen Pemerintah dan penegak hukum di Indonesia dalam mengusut kasus pidana pencucian uang.

"Hari ini kami akan mendengar satu informasi tentang perkara selama ini sering menjadi keluhan banyak orang banyak sekali tindakan tipid pencucian uang dirasakan oleh masyarakat tetapi yang ditangkap dan ditangani tak banyak sering kali kita rapat. Kali ini Kabareskrim Polri buktikan bahwa itu bisa dilakukan yang mengagetkan memang ini baru satu orang nilai uangnya besar," jelas Mahfud MD.

Ia menambahkan kasus TPPU ini memang telah banyak terjadi di berbagai sektor. Namun, hanya beberapa yang terendus dan ditindak oleh aparat penegak hukum.

"Padahal di Indonesia yang lakukan kaya gini-gini di berbagai tempat laut, hutan, pertambangan dan berbagai sektor itu diduga banyak. Sehingga dengan demikian ini bisa jadi momentum kepada kami semua untuk langkah lebih lanjut dan kompak seperti dilakukan oleh Polri dan PPATK dalam kasus ini," tukas Mahfud.(tribun network/igm/dod)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved