Opini

Menghitung ‘Pulau Banyak Effect’

Rencana investasi pariwisata Murban Energy dan Uni Emirat Arab dengan nilai sekitar Rp 7 triliun di Singkil-Pulau Banyak yang belakangan

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Menghitung ‘Pulau Banyak Effect’
FOR SERAMBINEWS.COM
Nurchalis, SP, M.Si, Ketua ISMI Aceh dan Wakil Ketua Bidang Ekonomi DPW Partai Nasdem Aceh

Oleh Nurchalis, SP, M.Si, Ketua ISMI Aceh dan Wakil Ketua Bidang Ekonomi DPW Partai Nasdem Aceh

Rencana investasi pariwisata Murban Energy dan Uni Emirat Arab dengan nilai sekitar Rp 7 triliun di Singkil-Pulau Banyak yang belakangan menjadi isu publik paling hangat di Aceh, adalah ibarat ‘oase di tengah gurun pasir’ bagi iklim investasi di Aceh. Betapa tidak ini adalah rekor dan lompatan besar dalam pencapaian nilai penanaman modal asing di nanggroe meutuwah ini.

Kita patut berterima kasih kepada pemerintah yang telah mempromosikan potensi dan keindahan destinasi pariwisata Aceh hingga berhasil mengundang minat investor Timur Tengah tersebut untuk berinvestasi di kawasan ujung paling Selatan Aceh ini, yang indahnya tiada tara.

Keindahan gugusan pulau dengan pantai pasir putihnya, perairan dangkal berwarna biru toska yang jernih, bening, bersih tanpa polusi, eksotisme kuliner seafoodnya, ditambah angin sepoi-sepoi Samudera Hindia, menjadikan Pulau Banyak paket lengkap destinasi wisata bahari yang sangat indah. Tak salah bila ada turis asing yang menyebut Pulau Banyak sebagai ‘the hidden paradise’ surga tersembunyi, tak kalah indah dibanding Maldives yang notabene kemewahan destinasi wisata baharinya disebut-sebut juga dibangun oleh investor yang sama, Murban Energy.

Pertanyaan sekaligus peluang yang penting kita kalkulasi dan antisipasi kemudian adalah efek turunan apa yang bisa kita explore untuk memaksimalkan dampak ekonomi dari kehadiran investasi asing ini? Angka tujuh triliun mungkin tidak masuk dalam kategori “sangat besar” jika kita bandingkan dengan nilai investasi di proyek-proyek atau kawasan-kawasan strategis lainnya di Indonesia, namun dalam konteks Aceh angka ini lumayan besar dan bisa berpotensi menjadi stimulan bagi geliat dan akselarasi perekonomian daerah, khususnya di sektor kepariwisataan.

Sebagaima kita ketahui, program pengembangan destinasi pariwisata adalah program kompleks yang tidak bisa tidak selalu meniscayakan partisipasi dan kolaborasi multipihak dan multisektor dengan skema usaha dan investasinya juga bisa beranak-pinak mulai dari skala besar sampai ke yang kecil, seperti investasi untuk pembangunan dan pegembangan infrastruktur dasar seperti bandara, jalan, pelabuhan, pengembangan sarana dan prasarana pendukung mulai dari wahana transportasi darat, laut, dan udara, perhotelan dan ragam akomodasi lainnya (resort, guesthouse, pondok wisata, dsb).

Juga usaha travel dan operator wisata, restoran dan pusat kuliner, souvenir, tour guide, serta masih banyak unit usaha, jasa dan investasi turunan lainya. Inilah peluang-peluang yang akan terbuka lebar dan oleh karena itu harus kita sambut tentu dengan menyiapkan segala prasyaratnya.

Kemudian kalau kita hitung dari sisi kewilayahan, daerah yang terdampak (affected area), kehadiran investasi Murban Energy-UEA di kawasan paling selatan pesisir Barsela ini bisa menciptakan “medan magnet” pariwisata yang akan berdampak positif bagi daerah-daerah lainnya di kawasan Barat-Selatan (Bersela) Aceh.

Pengembangan destinasi wisata sesungguhnya akan efektif dan berhasil jika dikembangkan dalam skema konektivitas. Prinsip inilah yang menjadi alasan mengapa Singkil-Pulau Banyak oleh Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, dimasukkan dalam skema konektivitas destinasi pariwisata super prioritas Danau Toba. Dengan keunggulan wisata baharinya, Singkil-Pulau Banyak diproyeksikan menjadi destinasi penyangga untuk kemudian secara bersama-sama tumbuh sebagai kawasan wisata strategis dan favorit, menjadi “Bali baru” di Sumatera.

Dalam konteks Aceh, peluang wisata di Pulau Banyak ini bisa dijadikan titik pijak untuk memperluas spektrum pengembangan spot-spot wisata-wisata unggulan lainnya di kawasan Barsela, dalam sebuah skema yang terkoneksi sesuai dengan temanya masing-masing.

Untuk ekowisata, di Singkil sendiri ada destinasi Kawasan Rawa Singkil dengan flora dan faunanya yang unik, dan memang sudah berkembang. Kemudian Kawasan Rawa Tripa di Nagan Raya, juga sangat berpeluang dikembangkan sebagai destinasi wisata konservasi sebagaimana halnya Kawasan Rawa Singkil.

Lalu, alam Aceh Selatan yang indah dengan kombinasi hijau-birunya dengan banyak titik air terjun dan pesona baharinya juga tak kalah prospek. Sudah mulai ada beberapa embrio destinasi wisata unggulan yang sudah dikembangkan di daerah seperti Puncak Grapela, Puncak Sigantang Sira, serta pemandian alam Panjupian yang banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik pada musim-musim liburan.

Kabupaten Aceh Barat Daya juga tak kalah berpotensi. Bentang alam yang mirip dengan Aceh Selatan, memberi peluang bagi Abdya untuk mengembangkan konsep agroekoduwisata. DAS Krueng Baru dengan vegetasi hutan yang masih sangat hijau dan lebat dan merupakan titik masuk terdekat ke Kawasan Ekosistem Leuser dapat dikembangkan menjadi destinasi dengan konsep ini. Satu pillihan paling menarik, sejalan dengan program nasional rekonstruksi jalur rempah nusantara, adalah dengan menjadikan kawasan DAS ini menjadi destinasi agroekoduwisata Kebun Raya Rempah, untuk mewakili kebesaran jejak sejarah rempah di pesisir Barat–Selatan yang masih hidup sampai sekarang.

Sementara Simeulue, yang berada di “atas” Pulau Banyak juga sangat berpeluang untuk masuk dalam skema koneksi destinasi wisata ini. Simeulue memiliki pot wisata surfing di Pulau Mincau yang telah menjadi incaran turis-turis asing dengan posisi sangat dekat bandara Lasikin, dengan pesona dan cita rasa lobsternya yang terkenal plus keindahaan bahari Pulau Babi, titik terdekat ke “hot spot”, Pulau Banyak.

Prospek pengembangan ini kalau mau terus ditarik bahkan bisa sampai ke Aceh Jaya yang juga memiliki potensi wisata agro (nilam) dan bahari yang tak kalah indahnya. Jadi ada banyak peluang yang bisa kita manfaatkan di sektor kepariwisataan ini, terlebih memang kita punya modal untuk itu, keindahan alam yang mempesona. Hemat saya, pemerintah kabupatan/kota yang ada di kawasan Barsela sudah harus sigap dan memiliki komitmen menggarap peluang ini untuk membangun pariwisata di dearahnya menyusul Pulau Banyak sampai pada level menjadi destinasi wisata favorit bertaraf internasional.

Kepada Pemerintah Aceh jika kami boleh memberi saran, bisa menfasilitasi dengan menyusun masterplan atau grand design skema pengembangan konektivitas destinasi wisata di kawasan Barsela, untuk bisa menjadi arah sekaligus referensi bagi kebijakan-kebijakan yang lebih operasional di tingkat kabupaten/kota.

Kami sendiri dari organisasi ISMI telah melihat dan menyadari betul peluang besar sector kepariwisataan ini sebagai sektor yang sangat potensial mengungkit pertumbuhan ekonomi Aceh ke depan. Sektor ini akan menjadi sektor produktif, mata air ekonomi dengan trickle-down effect (efek menetes ke bawah) hingga mampu menyerap banyak tenaga kerja. Atas alasan inilah tourismpreneur (wirausaha pariwiwisata) kami jadikan sebagai salah satu tema sektoral yang dibahas-diskusikan dalam silaturahmi bisnis (silabis) ISMI pada 16-20 Juni 2021 lalu di Banda Aceh.

Sebagai tindak lanjut silabis ini, ISMI Aceh siap memafasilitasi kontak-kontak bisnis baik dalam skema Business to Business (B to B), dan Goverment to Business (G to B), baik dalam skala industri maupun UKM, sebagai bentuk komitmen kami untuk terus mendukung dan menjalin kemitraan dengan Pemerintah dalam mendorong tumbuhnya sektor-sektor produktif, khususnya sektor kepariwisataan di Aceh.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Adu Sakti

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved