Perintah Anies Pugar Makam Muhammad Daud Syah Direalisasikan, Cucu Sultan Aceh Letak Batu Pertama

Peletakan batu pertama itu tanda dimulainya pemugaran makam Sultan Aceh Muhamad Daud Syah di Taman Pemakaman Umum Ramawamangun, Jakarta Timur, Senin (

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mursal Ismail
Serambi.com/Fikar W Eda
Teungku Dian Anggraeni, seorang cucu Sultan Aceh Muhammad Daud Syah saat melakukan batu pertama sebagai tanda dimulainya pemugaran makam itu. Dilanjutkan Ketua PP TIM Surya Darma 

Peletakan batu pertama itu tanda dimulainya pemugaran makam Sultan Aceh Muhamad Daud Syah di Taman Pemakaman Umum Ramawamangun, Jakarta Timur, Senin (4/10/2021) sore.

Laporan Fikar W Eda | Jakarta

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Cucu Sultan Aceh terakhir, Muhammad Daud Syah, Teungku Dian Anggraeni dan Ketua Pengurus Pusat Taman Iskandar Muda atau PPTIM Surya Darma melakukan peletakan batu pertama. 

Peletakan batu pertama itu tanda dimulainya pemugaran makam Sultan Aceh Muhamad Daud Syah di Taman Pemakaman Umum Ramawamangun, Jakarta Timur, Senin (4/10/2021) sore.

Hadir mewakili Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Siti Hasni, Kabid Pemakaman, Dinas Pertamanan dan Hutan Kota. 

Teungku Dian Anggraeni adalah anak ketiga dari Tuwanku Ali Zulkarnaen Samsul Bahar, putra keenam dari Sultan Muhammad Daud Syah dan Hj Neng Effi. 

Seperti diketahui Sultan Muhammad Daud Syah memiliki empat istri.

Yang pertama Permaisuri Teungku Putroe Gambar Gading (dimakamkan di TPU Kemiri Utan Kayu, Rawamangun, Jakarta Timur).

Istri kedua Pocut Manyak Cot Murong, istri ketiga Teungku Jam Manikam binti Tuwanku Mahmud dan istri keempat Hj Neng Effi seorang putri dari Kesultanan Banten.

Hj Neng Effi dimakamkan di Baperis Banda Aceh.

Hasil perkawinan Sultan Muhammad Daud Syah dengan Hj Neng Effi melahirkan lima anak.

Pertama Teungku Putroe Laila Kusuma, anak kedua Tuwanku Muhammad, kemudian Tuwanku Aziz, Tuwanku Hasyim dan terakhir Tuwanku Zulkarnaen Samsul Bahar.  

Tuwanku Zulkarnaen Samsul Bahar memiliki enam putra putri.

Anak pertama Tuwanku Boy Rizal Agustiaz, anak kedua Tuwanku Piaramon Julizar, anak ketiga Teungku Dian Anggraeni, anak keempat Teungku Devi Aditia Fenica, selanjutnya Tengku Poppyca Mardiana, Tengku Mutia Depril Kartin, dan terakhir Tengku Sendy Marliza.

Pemugaran Makam Sultan Aceh itu merupakan perintah langsung Gubernur DKI Jakarta, Anies R Baswedan dan dijadwalkan akan selesai selama satu bulan.

"Saya atas nama keluarga dan juga masyarakat, mengucapkan terima kasih kepada Gubernur DKI Jakarta karena sudah memberi perhatian begitu besar untuk memugar makam kakek kami ini.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Taman Iskandar Muda, Gubernur Aceh  dan seluruh masyarakat Aceh yang di Jakarta maupun di Aceh dan dimana pun berada yang telah memberikan dukungan terhadap pemugaran makam ini.

Kiranya Allah SWT membalas budi baik ini dengan pahala berlimpah," kata Teungku Dian Angraeni.

Ketua Umum PP TIM Surya Darma memberi apresiasi tinggi kepada gubernur Anies Baswedan.

"TIM menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada gubernur DKI yang telah melakukan pemugaran untuk menghormati sosok penting dalam sejarah perlawanan terhadap kolonialis Belanda," kata Surya Darma.

Pekan lalu Gubernur Aceh Nova Iriansyah juga menyampaikan ungkapan terima kasih dan penghargaan kepada Gubernur DKI atas pemugaran makam Sultan Aceh tersebut. 

Gubernur Nova mengirimkan sepucuk surat kepada Gubernur Anies yang disampaikan melalui Kepala Badan Penghubung  Pemerintah Aceh di Jakarta.

Sejarah Muhammad Daud Syah

Sultan Aceh Muhammad Daud Syah yang pernah bersembunyi di Loyang Sekam, sebuah gua terletak di Kampung Gunung Suku Rawe Kecamatan Lut Tawar Aceh Tengah dalam usaha menghindari kejaran Belanda, menolak menyerahkan kedaulatan kepada Belanda.

Pada  10 Januari 1903 setelah bermusyawarah dengan para Dewan Kesulthanan, Sultan Daud Syah menghadap pimpinan Belanda di Sigli melalui Van Der Maaten. 

Ia dibujuk untuk menandatangani surat penyerahan Kedaulatan Aceh kepada Belanda, tapi ditolak mentah-mentah dan  merobek serta  melemparkan surat tersebut ke Van Heuts. Sultan menyatakan tekad “LEBIH BAIK AKU MATI BERKALANG NYAWA DARI PADA AKU SERAHKAN NEGERI ACEH KEPADA PENJAJAH BELANDA.”

Sultan kemudian dibawa ke Banda Aceh dan ditahan dalam sebuah rumah khusus di kawasan Keudah.

Tapi dari balik tahanan  Sultan masih mengatur strategi penyerangan terhadap markas-markas Belanda di Kutaraja, dan Sultan berusaha memohon bantuan pasukan dari Kaisar Jepang untuk mengusir Belanda dari Aceh dalam sebuah surat yang dikirimkan melalui perwakilan (kedutaan Jepang) di Singapore, dan akhirnya diketahui Spionase Belanda hingga membuat Van Heutz Berang dan memutuskan  Sultan harus di “Externiring” keluar Aceh bersama keluarganya.

Mula-mula Sultan dibuang ke Ambon. Di sana disana pun beliau masih dihormati oleh Raja di Ambon dan sempat mendakwahkan Islam  hingga mengislamkan beberapa raja di sana. 

Pada saat Sultan Muhammad Daudsyah diasingkan ke Ambon juga sempat disambut baik oleh keluarga Raja Samu- samu.

Awalnya  Belanda tidak menjelaskan siapa tahanan dari Aceh tersebut, hingga pada suatu hari di saat Sultan sedang melantunkan Ayat Suci Alquran dengan suara yang merdu tiba-tiba Keluarga Samu-samu yang Nasrani pada saat itu tertarik mendengar irama bacaan tersebut dan menanyakan kepada tahanan tsb (Sultan). 

Lagu apa gerangan yang sedang dinyanyikan, kemudian Sultan dengan bijak dan sederhana menjawab, inilah suatu baca yang akan menenangkan hati dan membawa kebahagiaan. 

Kemudian keluarga Samu-samu tersebut diajak oleh Sultan untuk mengikuti suatu bacaan dengan bimbingan Sultan yaitu kalimah “LAAILAHAILALLAH”, seterusnya diikuti oleh keluarga Samu-samu lainnya hingga Raja Samu-samu sendiri dan keluarga memeluk Islam. 

Tindakan Sultan tersebut memicu kemarahan Belanda hingga Sultan Alaidin Muhammad Daudsyah dibuang lagi ke Batavia dan  mangkat pada 6 Februari 1939 di Batavia. Ia  dimakamkan di TPU Kemiri Utan Kayu Rawamangun, Jakarta timur  sampai saat ini. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved