Opini
Perseteruan Aceh; Simbolisasi Politik“Keledai”
Saat opini ini penulis buat, mendung di langit politik pemerintahan Aceh belum ada tanda-tanda akan tersibak menjadi cerah

Di samping itu ada juga narit “lage keuleude gulam kitab” (seperti keledai memikul kitab) suatu perumpamaan kepada orang yang mempunyai ilmu dan mengetahui, namun tidak mengambil manfaat dari ilmu dan kebenaran yang diketahuinya.
Dalam politik Amerika simbol keledai juga menghiasi negara tersebut di saat kampanye dan pemilihan Presiden. Ada dua partai utama yang selalu bertarung dalam politik Amerika, yaitu Partai Republik bersimbolkan gajah dan partai Demokrat bersimbol keledai. Untuk kali pertama, keledai dikenal sebagai simbol Partai Demokrat dalam kampanye Presiden Andrew Jackson pada 1828.
Selama kampanye, Jackson dipanggil dengan sebutan jackass; atau keledai jantan oleh lawan politiknya, sebuah idiom untuk menyebut “orang bodoh”.
Namun bukannya marah dengan panggilan itu, ia justru merasa geli sendiri sebelum akhirnya memutuskan untuk menambahkan gambar keledai dalam poster kampanyenya. Jackson diketahui berhasil mengalahkan pesaingnya, John Quincy Adams (Partai Republik) dan menjadikannya presiden pertama yang berasal dari Partai Demokrat. Amerika hingga hari masih menjadi negara adikuasa dunia, Joe Biden menjadi Presiden ke-46 Amerika berasal dari partai “keledai” yaitu Demokrat.
Bagaimana Aceh
Simbolisasi kultur politik “keledai” ini, harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pembelajaran dalam memahami politik praktis. Hal ini sangat penting, mengingat dinamika perpolitikan Aceh, meskipun terasa melelahkan, namun dipastikan akan terus terjadi.
Perjalanannya pun masih teramat panjang, sehingga kerasnya pertarungan-pertarungan politik dari satu ronde ke ronde berikutnya akan kembali tersaji di masa yang akan datang.
Penulis berharap ketika masa-masa itu tiba, masyarakat secara umum sudah bisa memahami situasi politik yang terjadi agar tidak mudah terjebak pada pembentukan wacana yang sifatnya menimbulkan peluang konflik di tengah masyarakat, serta dapat menggunakan penilaian-penilaian yang objektif dan bertumpu pada kebenaran untuk dijadikan landasan dalam bersikap.
The last but not least, agar perseteruan Aceh cepat berakhir sehingga kemudian mendung di langit politik pemerintahan Aceh segera tersibak menjadi cerah maka simbolisasi politik “keuluede” sejatinya menjadi sindiran penuh hikmah dan selalu disetir dalam setiap keadaan serta tindakan, di mana “hewan” yang bernama keledai itu “simbol kedunguan” dan selalu mengikuti arus tanpa prinsip visioner. Nah. Allahu ‘Alam.