Berita Aceh Tamiang
Kisruh Perbatasan, Dua Warga Tenggulun Aceh Tamiang Ditangkap Polisi Sumut, Dijemput ke Rumah
Keduanya, Indra dan Edi ditangkap saat berada di rumah dan dilaporkan langsung dibawa ke Sumatera Utara.
Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Mursal Ismail
Dia mengakui banyak kejanggalan ditemukannya, misalnya plang klaim pemilikan atas nama Bukhari yang mendapat restu dari PN Stabat untuk menguasai lahan seluas 1.100 hektare.
“Pertanyaannya, apa memang dibenarkan di republik ini atas nama pribadi memiliki lahan seluas itu. Saya rasa BPN di Langkat terlalu berani mengeluarkan kebijakan ini,” kata dia.
Sejumlah tokoh masyarakat Tenggulun yang ditemuinya menceritakan kawasan itu sudah sejak lama digarap oleh masyarakat, namun tidak pernah diberi izin karena alasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
Baca juga: Konflik Perbatasan India vs China Berujung Bentrokan, Seberapa Kuat Militer Kedua Negara?
“Tiba-tiba ada satu warga Sumatera Utara diberi izin memiliki tanah 11 ribu hektera dan membuat 300 masyarakat lokal yang sudah lebih dahulu membuka lahan terusir dan dilarang masuk ke lokasi,” ungkapnya.
Dia menambahkan persoalan ini telah merusak komitmen Wali Nanggore Malik Mahmud AL Haytar dan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi untuk menyelesaikan tapal batas merujuk MoU Helsinki 1 Juli 1956.
“Wali Naggroe dan Gubernur Sumatera Utara sudah bertemu karena belum jelas titik perbatasan, belum lagi ada pembahasan tiba-tiba kok muncul berita Tenggulun,” ujarnya.
Abu Razak mengatakan seluruh temuan ini telah dilaporkannya ke Wali Nanggroe untuk dibahas bersama Gubernur Aceh, BPN Aceh dan sejumlah pihak yang berkompeten dalam persoalan ini.
Menurutnya persoalan ini harus menjadi prioritas pemerintah untuk segera diselesaikan selambatnya tiga bulan.
“Dua atau tiga bulan ini harus selesai, tidak mungkin bertele-tele. Harus ada keputusan tegas apakah miliki kita atau milik orang itu (Langkat),” tegasnya.
Namun ketika dikonfirmai ulang pada pekan lalu, Abu Razak menyatakan persoalan ini merupakan ranah Pemkab Aceh Tamiang. “Sudah dibahas di level provinsi, dan ini harus ada sikap dulu dari kabupaten,” ungkapnya.
Tim Forkopimda Aceh Tamiang sebelumnya telah melakukan survei dan tracking di kawasan yang telah dieksekusi PN Stabat pada Selasa (6/4/2021).
Asisten Pemerintahan Setdakab Aceh Tamiang Amiruddin ketika itu menjelaskan survei dan tracking ini untuk memastikan objek eksekusi PN Stabat masih berada di wilayah administratif sesuai Permendagri 28/2020.
“Dan setelah kita ambil tiga sampel titik koordinat, objek eksekusi masih berada di wilayah administratif Aceh Tamiang,” kata Amiruddin.
Proses pengambilan sampel pada titik pertama dan kedua dilalui tanpa hambatan. Hasil koordinat yang dihasilkan memastikan kawasan itu berada di wilayah administratif Aceh Tamiang. (*)