Peluncuran Buku
Penulis Aceh Ungkap Berbagai Fenomena yang Terjadi di Warung Kopi dalam Buku De Atjehers 2 dan 3
Penggagas sekaligus Editor dan Penulis Buku De Atjehers, Saiful Akmal kepada Serambinews.com menyampaikan buku ini diinisiasi oleh beberapa orang dan
Penulis: Mawaddatul Husna | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Mawaddatul Husna | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Para penulis Aceh berasal dari berbagai latar belakang akademik mengungkap berbagai fenomena yang terjadi di warung kopi di Aceh.
Warung kopi menjadi tema menarik yang diangkat para penulis karena memiliki sejuta makna dan sarat dengan nuansa peristiwa budaya, sosial, politik, ekonomi hingga kuliner.
Semua itu terangkum dalam Buku De Atjehers 2: Dari Serambi Mekkah ke Serambi Kopi (Perempuan, Perubahan Sosial, Politik dan Teknologi), dan De Atjehers 3: Dari Serambi Mekkah ke Serambi Kopi (Kopi, Garis Batas dan Kebudayaan) yang resmi diluncurkan, di Montes Warung Kopi, Banda Aceh, Sabtu (16/10/2021).
Sebelumnya jilid 1 dari buku ini sudah diluncurkan pada 2018, dan mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat Aceh.
Buku ini mengurai berbagai fenomena warung kopi dan ngopi sebagai salah satu alat transformasi budaya yang paling revolusioner di Aceh dalam lebih dari satu dekade terakhir.
Baca juga: Ridha Umami, Gelandang asal Pidie Meraih Medali Emas Porwil Hingga Perak Sepakbola PON Papua
Penggagas sekaligus Editor dan Penulis Buku De Atjehers, Saiful Akmal kepada Serambinews.com menyampaikan buku ini diinisiasi oleh beberapa orang dan belum ada yang menulis dengan tema ini yaitu tentang kopi aceh.
“Padahal Aceh dikenal dengan kopinya dan budaya ngopinya. Jadi kita berpikir untuk menulis kumpulan essai terkait apa saja dengan fenomena warung kopi, peminumnya, jenis makanannya, tema-tema yang didiskusikan di warung kopi. Jadi multisegmen dan multiumur, itu salah satu kelebihan dari buku ini,” jelas Saiful.
Ia manambahkan, hal lain yang menarik dari buku ini adalah multiperspektif tidak hanya multipenulis, jadi orang yang setuju dengan tidak setuju dengan kopi dan yang setuju dengan tidak setuju apakah kaum hawa itu ngopi juga.
“Maka itu semua dibahas dalam buku ini. Nah, ini yang kemudian tidak ditawarkan atau mungkin jarang ditawarkan di buku-buku lain. Dan ini akan menjadi warisan yang berharga untuk anak cucu ke depan, bahwa kopi itu bagian dari tradisi,” sebutnya.
Dikatakan, ada satu bagian dari buku ini yang menulis tentang mereka yang siap-siap mau keluar negeri tapi sebelum berangkat bertemu dulu di warung kopi, kemudian ketika mereka pulang dari luar negeri pun kembali bertemu di warung kopi.
Baca juga: Sasaran Vaksinasi di Bireuen 320 Ribu Orang, Baru Tercapai 68 Ribu, Polres Terus Vaksinasi Presisi
“Mereka yang start up bisnis juga dari warung kopi, jadi semua urusan selesai di warung kopi,” ujarnya.
Penggagas sekaligus Editor dan Penulis Buku De Atjehers lainnya, Muhajir Al Fairusy menambahkan warung kopi tersebar banyak di Aceh, dan bagi orang luar yang ingin mencari referensi tentang kopi itu hampir tidak ada.
Maka lahirlah buku ini yang ditulis oleh penulis dari berbagai latar belakang, ada mahasiswa, akademisi, aktivis, dan kalangan lainnya yang berbaur untuk menghasilkan buku De Atjehers.
“Titik lahir buku ini saat kita melihat banyak warung kopi di Aceh, tapi ini kok tidak ada literasinya bacaan terkait kebudayaan,” sebut Muhajir.
Buku yang dapat menjadi rujukan bagi orang-orang luar sebelum datang ke Aceh ini, bisa diperoleh di Toko Buku Gramedia.(*)