Berita Banda Aceh
Polda Aceh Ungkap Penjualan Kartu HP Teregistrasi NIK Orang Lain di Sejumlah Wilayah
tindak pidana ITE di sejumlah wilayah di Provinsi Aceh berupa Penjualan kartu seluler perdana yang telah teregistrasi NIK dan NKK Orang Lain
Penulis: Subur Dani | Editor: Muhammad Hadi
Kemudian, 1 unit monitor merk ALCATROZ warna hitam, 1 unit flasdisk merk TOSHIBA warna putih,1 unit laptop merk HP warna hitam,1 unit laptop merk ACER warna hitam, 1 unit cpu merk MICROTON warna putih, 1 unit monitor merk RAEAN warna hitam, 1 unit keyboard merk POWER UP warna hitam, 25 kotak kartu perdana 25 GB, 13 kotak kartu perdana 6,5 GB, 3 kotak kartu perdana 15 GB, 18 kotak kartu perdana AXIS yang masing masing berisikan 1000 pcs.
Baca juga: Tradisi Teut Leumang di Tangse Sambut Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW
"Dua kotak kartu perdana 1 GB yang masing masing berisi 600 pcs, 3 kotak kartu perdana sudah terdaftar dan 25 kartu simpati," kata Dirreskrimsus.
Lebih lanjut dalam kasus ini identitas ada 2 orang saksi atau calon terlapor, masing-masing berinisial WL, 36 Tahun, beralamat Desa Geuce Kayee Jato Kecamatan Banda Raya Kota Banda Aceh dan inisial RI, 36 Tahun, Karyawan swasta beralamat di Desa Kota Lintang Kecamatan Kuala Simpang Kabupaten Aceh Tamiang.
Adapun modus operandi yang dilakukan adalah dengan sengaja dan tanpa hak melakukan registrasi SIMCARD Kartu Perdana dengan menggunakan NIK dan NKK milik orang lain dengan menggunakan perangkat elektronik dan memperjualbelikan SIMCARD Kartu Perdana yang telah teregistrasi NIK dan NKK kepada pedagang kartu eceran yang ada di kabupaten dan kota, kata Dirreskrimsus.
Baca juga: Ratusan Murid SD Bireuen Ikut Workshop Belajar Bahasa Komputer Kelas Online
Dalam tindak pidana ITE ini, Pasal yang disangkakan, yaitu Pasal 35 Jo pasal 51 ayat (1) UU ITE ttg manipulasi data / dokumen elektronik sehingga seolah - olah data yg otentik dan Pasal 94 UU No. 24 THN 2013 atas perubahan UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terkait memfasilitasi dan atau memanipulasi data kependudukan dan atau elemen data penduduk.
"Sementara ancaman hukumannya adalah dipidana dengan pidana penjara setinggi tingginya 12 tahun penjara," tutup Dirreskrimsus.(*)
Baca juga: DKPP Proses Komisioner KIP Aceh Soal Penundaan Pilkada 2022, Sidang 25 Oktober 2021