Opini
Waspadai Bahaya Penipuan Online
Akhir-akhir ini kita banyak mendengar kisah tragis orang-orang yang terjebak pada system peminjaman online (pinjol)
OLEH DR. RITA KHATHIR, S.TP., M.S.c, Dosen Prodi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, USK
Akhir-akhir ini kita banyak mendengar kisah tragis orang-orang yang terjebak pada system peminjaman online (pinjol). Mereka diintimidasi, diancam, diteror, dan sebagainya sehingga harus melakukan berbagai cara untuk melunasi pinjaman yang tentunya telah berbunga lebat.
Astaghfirullahal ‘adhim. Selalu saja ada manusia yang mencari kekayaan dengan cara menjerat manusia lainnya. Suatu sistem kanibalisme ekonomi masa kini.
Modusnya biasa dimulai dengan pesan short message service (sms) di handphone yang sangat ramah dan lembut menawarkan pinjaman sejumlah uang dengan syarat yang sangat lunak. Ketika seseorang memutuskan untuk mengambil pinjaman tersebut, terjeratlah dia dalam perangkap jaringan pinjol ini. Tidak lama kemudian, korban telah terjerat dengan sejumlah pinjaman yang membengkak karena bunga yang terus bertambah.
Pada waktu yang lain seorang sepupu saya mendapatkan sms berisi informasi bahwa dia mendapatkan hadiah Rp 10.000.000,00. Kemudian si pelaku mengarahkan agar saudara saya ini membayarkan dulu uang DP sebesar Rp 1.500.000,00 supaya keseluruhan hadiah dapat ditransferkan. Oleh karena teriming-iming untuk mendapatkan uang yang lebih besar, maka dia pun memutuskan untuk mengirimkan uang DP tersebut, dan kemudian dia menyadari bahwa dirinya telah tertipu. Kalau kita melihat kasus-kasus seperti ini ada faktor internal yang menjadi sebab musabab jatuhnya korban penipuan, yaitu adanya keinginan mendapatkan harta atau uang dalam jumlah banyak tanpa usaha (alias hadiah). Secara logika, kita tahu bahwa mencari uang itu susah, maka sudah barang tentu sangat tidak masuk akal ketika ada pihak yang menjanjikan sejumlah uang sebagai hadiah ataupun undian tanpa ada latar belakang.
Di samping itu kegiatan mengikuti suatu undian dan mengharapkan kemenangan adalah bagian dari judi (maisir) yang diharamkan dalam agama Islam. Oleh karena, langkah pamungkas membentengi dari dari penipuan online ini adalah membenahi diri kita dengan keimanan yang lebih kuat kepada Allah, rajin berusaha secara riil dan halal serta selalu berdoa kepada Allah SWT.
Wabah berbahaya selanjutnya adalah mengharapkan passive income tertentu apabila kita mau menginvestasikan sejumlah dana pada suatu Lembaga atau seseorang secara online. Banyak yang tergiur untuk investasi Rp10 juta misalnya, dengan kontrak pengembalian uang Rp 1 juta per hari selama 15 hari, dan seterusnya.
Secara kasat mata kita melihatnya sebagai suatu perjanjian yang menguntungkan, namun coba kita pikirkan sekali lagi, dari mana mereka mendapatkan uang yang dijanjikan akan dikembalikan kepada kita tersebut, bagaimana bentuk usaha riilnya sehingga keuntungan bisa diperoleh secara berlipat ganda? Apakah usaha yang dikelola itu halal dan tidak mengandung maisir?
Kenalkah kita secara baik dan mendalam dengan pengelola dana? dan seterusnya. Kalau di ujungnya kita ketemu dengan keraguan akan kehalalan, yuk mari kita berpaling dan meminta perlindungan kepada Allah SWT.
Coba kita buat perhitungan sederhana, bila ada 1.000 orang yang tergiur berinvestasi sebesar Rp 1 juta maka secara mendadak pengelola uang ini dapat mengumpulkan dana Rp 1 miliar. Maka yang sesungguhnya mereka lakukan adalah membagi-bagikan uang si A kepada si B dan seterusnya.
Selama beberapa waktu mereka bisa menunaikan kontrak, mereka akan memeroleh nasabah-nasabah baru sehingga dana terkumpul meningkat drastis, dan di saat dana tercukupi maka biasanya pihak pengelola dana ini sudah menghilang membawa kabur uang masyarakat. Untuk pilihan berinvestasi ini salah satu rekomendasi ekonom adalah memastikan bahwa lembaga itu memiliki izin OJK.
Saya sendiri berpendapat bahwa sebaiknya kita tidak melakukan investasi online, karena sangat dekat dengan unsure ketidakpastian, syubhat, dan bisa jatuh kepada haram.
Mendapatkan keuntungan berlipat ganda adalah hal yang tidak baik karena di lain pihak tentunya kita melakukan pemerasan atau penindasan kepada orang lain. Lalu kenapa kita bisa tergiur dengan tawaran keuntungan berlipat ganda sebagai passive income?
Dalam prakteknya sudah pasti ada pihak yang terdhalimi atau tertipu ketika yang lain mendapatkan keuntungan berlipat ganda. Islam mendidik umatnya untuk menjadi orang yang banyak manfaat kepada orang lain. Namun dalam implementasi kebanyakan kita berperilaku senang mengambil manfaat dari orang lain.
Di sinilah letak kesalahan kita bersama, yaitu kita terlalu mencintai diri sendiri sehingga sanggup melukai yang lain. Dekadensi moralitas adalah dasar kerusakan umat, hancurnya perekonomian, dan terpuruknya suatu bangsa.
Nah, bagaimana kita melakukan edukasi kepada masyarakat yang SDM nya sangat lemah untuk tidak terjebak dalam situasi ini. Era teknologi informasi telah memungkinkan mayoritas masyarakat menggunakan handphone bahkan smartphone dalam kehidupan. Namun, apakah kemampuan kita menggunakan teknologi ini tidak bisa diimbangi dengan peningkatan pendidikan kita?
Sebuah pertanyaan besar adalah bagaimana mungkin pesan-pesan penipu masuk dengan bebas ke handphone kita padahal yang bersangkutan tidak terdaftar dalam buku kontak kita? Baiklah jika pertanyaan ini tidak bisa dijawab, namun bukankah masih sangat mungkin Pemerintah melakukan tindakan edukasi melalui metode yang sama, yaitu untuk mengingatkan masyarakat tentang berbagai modus penipuan online?
Ya sangat mungkin. Kita perlu partisipasi Pemerintah untuk mengirimkan sms pendidikan dan bahkan sms mitigasi kebencanaan, sehingga setiap orang mendapatkan informasi yang aman dan benar. Lembaga swadaya masyarakat dapat ikut serta membantu memberikan edukasi positif kepada masyarakat melalui pesan sms ini.
Saya saja menerima setidaknya dua sms penipuan per hari, namun belum ada sms counter penipuan tersebut. Mari kita counter serangan pesan sms penipu dengan edukasi moral, skill, dan ilmu pengetahuan dalam rangka pemberdayaan masyarakat di era revolusi industri 4.0.
Para tengku dan ulama juga perlu melek teknologi digital sehingga dapat menyampaikan edukasi secara lebih maksimal. Kajian-kajian dengan tema investasi online, passive income, peminjaman pada lembaga non-syariah maupun peminjaman pada individu rentenir, multi level marketing bersyarat, strategi perdagangan Rasulullah SAW, dan lain sebagainya terkait perekonomian perlu dilaksanakan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat sehingga tidak terjebak penipuan dan kerugian.
Bersama kita bisa membangun bangsa dengan modal taqwa. Amin ya rabbal ‘alamin.