Breaking News

Kisah Inspiratif

Kisah Anak Petani Gayo Sukses Bangun Usaha Kopi Bermodal Rp 20 Ribu, Kini Omzet Rp 50 Juta Per Bulan

Seperti kisah seorang anak petani Gayo, Prio Handoko SSos (33), dirinya berani mengambil keputusan untuk resign dari salah satu perusahaan dengan gaji

Penulis: Budi Fatria | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
Owner MD Caffee, Prio Handoko atau lebih dikenal Koko 

Seperti kisah seorang anak petani Gayo, Prio Handoko SSos (33), dirinya berani mengambil keputusan untuk resign dari salah satu perusahaan dengan gaji menggiurkan.

Laporan Budi Fatria | Bener Meriah

SERAMBINEWS.COM, REDELONG - Kesuksesan, harus diraih dengan usaha, kerja cerdas, ketekunan, komitmen, bahkan ada yang harus berani mengorbankan zona nyaman demi mencapai itu semua.

Seperti kisah seorang anak petani Gayo, Prio Handoko SSos (33), dirinya berani mengambil keputusan untuk resign dari salah satu perusahaan dengan gaji menggiurkan.

Ya, betapa tidak, perusahaan yang dimaksud itu adalah PT Lafarge Cement Indonesia (LCI) yang sekarang saham mayoritas dikuasai oleh Semen Indonesia atau PT Solusi Bangun Andalas (SBA).

Waktu itu, Prio Handoko terakhir bekerja dan menjabat sebagai koordinator program di marketing department pada PT LCI.

Setelah bekerja selama sekitar tiga tahun, ia memberanikan diri untuk resign dari perusahaan semen terbesar dengan kesejahteraan karyawan yang terjamin itu.

Ia pun merintis usaha rumah produksi kopi (roastery) di daerah asal kelahirannya.

Baca juga: Kuah Beulangong, Kopi Gayo, dan 10 Budaya Aceh Lainnya Dapat Hak Paten dari Kemenkumham RI

Bagi Koko, nama sapaannya, kopi tidak lah asing, karena dia dididik dan dibesarkan oleh orang tuanya, Madiono (66/almarhum) dan ibunya Rusmiati (54/almarhumah) dari hasil bertani kopi.

Dengan modal keberanian, setahun setelah resign dari PT LCI tepatnya tahun 2016, Koko mulai memutar otak bagaimana mampu bertahan dan berkembang dengan pengalaman yang dimiliki di tanah kelahirannya Bener Meriah untuk berbisnis dengan potensi sumberdaya alam yang ada, yaitu kopi Gayo.

Mengingat, Dataran Tinggi Gayo (DTG) merupakan salah satu penghasil kopi arabika terbaik di dunia dan memiliki volume produksi yang melimpah.

Peluang itu yang memotivasi anak petani Gayo ini bangkit dan berani berinovasi untuk mengembangkan dan mempromosikan Kopi Gayo dalam bentuk bahan jadi siap saji.

Namun, satu tahun sebelum total memulai usaha rumah produksi kopi, Koko sempat berdagang air tebu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bagi keluarga kecilnya.

Baca juga: Satu Lagi, Kedai Kopi Gayo Didirikan di Bekasi, Diawaki Anak Muda Aceh dengan Nama Kedai Kupi Mulo

Bermodal Rp 20 Ribu Bangun Usaha 

Modal awal Rp 20 ribu yang dikeluarkan untuk jasa roasting satu kilo kopi dari kebunnya, Koko bersama istrinya Rini Adisty Sabtina ST, memulai memasarkan produk bubuk kopi dalam kemasan sachet 100 gram yang dijual via online (market place).

Koko, tidak begitu terbeban dengan bahan baku karena memiliki kebun kopi peninggalan almarhum ayahnya seluas 1/2 hektare.

Namun, yang jadi beban pikirannya saat itu, bagaimana mengembangkan identitas sebagai anak petani kopi untuk menjadi skala bisnis di sektor produksi kopi (roastery).

Dari hasil kebun kopi itu, Ayah dua anak ini mengolah, mengulik untuk memproses kopi dari bahan mentah menjadi bermacam varian jenis proses kopi arabika yang ada di Gayo hingga grade specialty kopi siap dikonsumsi.

Menurut cerita dia, sebelumnya, kopi dari kebun orang tuanya sama seperti petani pada umumnya dengan menjual kopi dalam bentuk bahan setengah jadi (konvensional) kepada toke penampung kopi di Gayo.

Baca juga: Isu Glyfphosat dalam Kopi Gayo Bentuk Kampanye Hitam untuk Meruntuhkan Citra Kopi Gayo

Melihat trend, perkembangan, pasar konsumsi kopi Gayo dalam negeri yang sangat pesat, Koko mulai berpikir untuk membuka usaha dengan serius dalam bentuk workshop kopi dengan konsep “Farm to Cup”(micro processing, micro roastery, dan coffee store) yang dibranding dengan nama UD.MD Coffee.

Penamaan MD Coffee itu sendiri memiliki latar belakang sejarah yang diambil dari singkatan nama orang tuanya yaitu Madiono (disingkat MD).

Dalam perjalanan, rintisan usahanya tidak terlepas dari kendala berupa modal usaha.

"Kita tahu, alat pendukung untuk proses produksi kopi sampai siap dikonsumsi itu tidak sedikit dan harganya tidak murah," kata Koko. 

Oleh karena itu, Koko ketika itu berinisiatif mengajukan penawaran dalam bentuk modal kerja ke lembaga keuangan pembiayaan kredit usaha rakyat (KUR) pada Bank BRI Unit Lampahan, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah.

“Waktu itu, September 2016 saya membuat satu RAB usaha untuk mengajukan pinjaman modal kerja ke Bank BRI di sektor KUR senilai Rp 138 juta.

Alhamdulilah diapprove hanya Rp 25 juta oleh kepala unit yang ketika itu dijabat Bapak Noval. 

Meski demikian, hal itu tidak mematahkan semangat, saya tetap berterima kasih kepada Bank BRI karena sudah memberi kepercayaan kepada saya,” ungkap Prio Handoko kepada Serambinews.com, Sabtu (23/10/2021).

Lanjutnya, setelah mendapatkan modal dari KUR, usaha yang dijalani progresnya perlahan semakin baik, meskipun masih jauh dari kelengkapan alat dan sarana yang diharapkan.

Mengingat tuntutan untuk pengembangan basic usahanya, seiring waktu segera mungkin, dirinya mulai mendalami kemampuan mengenal ilmu tentang kopi lebih dalam untuk siap bersaing di pasar dengan mengikuti beberapa basic class kopi.

Di antaranya, cupping di Gayo Cupping Class (GCC) angkatan ke 5 yang dimentori team dari Gayo Cupper Team (GCT) di Takengon, Aceh Tengah, pada tahun 2017.

Materi yang dipelajari ini tentang analisa uji cita rasa pada kopi, dan Koko berhasil mendapat predikat peserta terbaik dari hasil penilaian saat ujian akhir di class GCC angkatan ke 5 itu.

Selanjutnya, basic barista class di Asean Coffee Federation (ACF) yang diadakan di Pilastro Cafe Medan, Sumatera Utara yang juga tahun 2017.

“Ilmu yang saya dapat ini untuk mengerti bagaimana standar penyajian dan etika penyajian kopi,” jelasnya.

Tidak cukup di situ, mengingat identitas usahanya adalah rumah produksi kopi (roastery), ia harus kembali mengikuti roasting class yang diselenggarakan oleh Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) di Takengon, Aceh Tengah pada tahun yang sama.

“Ini sebagai basic standarisasi teknikal roasting (sangrai) untuk mampu mengeksplorasi dan menjaga kualitas citarasa dan aroma pada kopi.

Berangkat dari support modal dana KUR itu, Alhamdulillah saat ini sudah beromzet Rp 50 juta per bulan dan setiap bulan kami terus melengkapi kebutuhan alat pendukung produksi kopi,” ucapnya.

Dan dalam menjalani operasional MD Caffee sekarang telah mempekerjakan sebanyak tujuh (7) orang di workshop dan dua (2) KK lagi di area kebun kopi sumber bahan baku utama.

Mereka semua merupakan putra asli daerah ini.

MD Coffee miliki Empat Anak Usaha

Sementara itu, dalam pengembangan dan ekspansi usahanya, MD Coffee kini memiliki empat anak usaha diantaranya, di Kabupaten Bener Meriah dan Sumatera Utara.

“Pengembangan usaha di luar tanah kelahiran, bertujuan untuk terus memperkenalkan kopi Gayo dan mendekatkan diri ke para mitra kami,” beber Koko.

“Kita saat ini sudah memiliki tiga cabang coffee shop, kemudian satu workhop rumah roastery (roasting kopi), satu unit coffee mobile (mobil kopi untuk mobile branding untuk support event, dan micro central processing unit (MCPU) untuk standarisasi kualitas proses pasca panen,” ungkap mahasiswa lulusan Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) ini.

Sambungnya lagi, MD Coffee juga melayani jasa produksi (roasting kopi) untuk masyarakat umum, maupun pelaku dagang bubuk kopi yang belum memiliki mesin coffee roaster (mesin sangrai).

Sedangkan, kopi Gayo hasil produksinya sekarang sudah sampai ke pasar lokal hingga domestik.

“Mulai konsumsi pribadi, suplay green bean ke kedai kopi, cafe, roastery, dan roasted bean ke hotel, bahkan sampai grosir, kios dan pasar tradisional,” terangnya.

Pria gondrong itu berharap suatu saat Kopi Gayo hasil produksinya bisa menembus pasar ekspor (luar negeri).

“Mereka ini mengenal produk MD Coffee Gayo, melalui sosial media (medsos) dan beberapa marketplace, seperti Instagram (IG), Facebook (FB), Youtube, Shope dan lainnya dengan alamat @mdcoffee_gayo,” jelasnya lagi.

Sebagai contoh, costumer lokal MD Coffee yang saat ini menjadi salah satu dari mitranya yaitu, anggota DPD RI asal Aceh, Sudirman atau dikenal Haji Uma yang juga memiliki usaha kopi "Culture Coffee" di Aceh Utara.

“Haji Uma sudah dua tahun berbelanja kopi pada kami, baik untuk dikonsumsi sendiri maupun bahan baku untuk cafe milikinya,” imbuhnya.

Sebutnya lagi, seperti Grand Kanaya Hotel di Medan, Sumatera Utara, juga sudah dua (2) tahun bermitra dengan MD Coffee.

“Syukur Alhamdulillah, selain kedua itu, banyak juga usaha cafe lokal di Aceh, dan Provinsi lain yang bermitra dengan kita,” katanya lagi.

Target Ekpansi Kembangkan Kopi Original Gayo ke Pasar Retail

Owner MD Caffee ini sekarang lagi merintis projek di sektor retail yang mana ingin mengembangkan kopi Gayo dalam bentuk sachet (Original kopi Gayo) yang saat ini sudah dalam tahap percobaan observasi dan sampling market.

“Untuk projek ini, harapan saya bisa dikembangkan dalam skala produksi di Gayo sendiri agar nantinya bisa menampung tenaga kerja lokal,” cetusnya.

Ia menambahkan, untuk support volume produksi kopi selama ini, dan ke depan, pihaknya sudah bermitra dengan petani di lingkungan sumber bahan baku MD Coffee yang berada di ketinggian 1350-1400 Mdpl.

“Mitra bahan baku kita itu berada di Desa Sumber Jaya, dan Bukit Mulie, Kecamatan Timang Gajah, Bener Meriah,” ujarnya lagi.

Anak bungsu dari tiga bersaudara ini berharap, dengan banyaknya usaha produksi kopi (home roastery) yang tumbuh pesat di daerah Gayo saat ini, bisa berdampak pada peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas serta memiliki daya saing di pasar domestik.

“Tidak ada kata-kata terlambat, untuk itu, saya mengajak khususnya anak petani Gayo, ayo bangkit, yakin lah dengan kopi. Kopi bisa menjadi bagian masa depan kita, ayo berani secara mental, tidak mengenal kata lelah, terus berinovasi dengan menggali potensi sumber daya alam yang ada di depan mata yaitu kopi Gayo yang sudah mendunia,” pesan Koko kepada generasi Gayo.

“Ingat, ada warisan  “emas hitam” yang ditinggalkan dari generasi ke generasi untuk kita jaga, kelola dan kita kembangkan demi masa depan anak cucu kita di Gayo,” tutupnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved