Internasional

Tujuh Demonstran Anti-Kudeta Militer di Sudan Tewas, Junta Militer Pecat Sejumlah Dubes Pembangkang

Sebanyak tujuh demonstran anti-kudeta tewas sejak kudeta militer empat hari lalu. Seorang pejabat kesehatan Sudan, Kamis (28/10/2021) menjelaskan may

Editor: M Nur Pakar
AFP
Para demonstran menghadapi pasukan keamanan dengan membakar ban bekas yang dibalas dengan tembakan gas air mata di Khartoum pada Rabu (27/10/2021) 

SERAMBINEWS.COM, KHARTOUM - Sebanyak tujuh demonstran anti-kudeta tewas sejak kudeta militer empat hari lalu.

Seorang pejabat kesehatan Sudan, Kamis (28/10/2021) menjelaskan mayat-mayat lain tiba tanpa memberikan jumlah pasti.

Sebanyak empat pengunjuk rasa sudah dilaporkan tewas pada Senin (25/10/2021) atau beberapa jam setelah kudeta militer diumumkan.

“Pada hari Senin, kamar mayat di Khartoum dan Omdurman menerima mayat tujuh warga sipil,” kata Hisham Fagiri, Kepala Forensik Kementerian Sesehatan.

Dia mengatakan beberapa mayat menunjukkan luka yang disebabkan oleh benda tajam, seperti dilansir AFP, Kamis (28/10/2021).

Selain itu, pemimpin junta militer Sudan, Jenderal Abdel-Fattah Buran memecat enam duta besar.

Baca juga: Bantah Kudeta, Pemimpin Militer Sudan Akui Ambil Alih Kekuasaan untuk Hindari Perang Saudara

Terdiri dari utusan untuk AS, Uni Eropa dan Prancis, setelah mengutuk pengambilalihan militer, kata seorang pejabat militer Kamis.

Para diplomat menjanjikan dukungan untuk pemerintahan Perdana Menteri Abddalla Hamdok yang sekarang digulingkan.

Junta militer juga memecat orang kuat pada Rabu (27/10/2021) malam.

Mereka terdiri dari duta besar Sudan untuk Qatar, Cina dan misi PBB di Jenewa.

TV Sudan yang dikelola pemerintah juga melaporkan pemecatan itu.

Para duta besar dipecat dua hari setelah Burhan membubarkan pemerintah transisi.

Kemudian, menahan perdana menteri dan banyak pejabat pemerintah serta pemimpin politik.

Kudeta itu telah dikutuk oleh AS dan Barat.

Baca juga: Kronologi Kudeta di Sudan: Dipicu Konflik Sipil vs Militer dan Warisan Ekonomi Diktator

Militer mengizinkan Hamdok pulang pada Selasa (26/10/2021) setelah tekanan internasional untuk pembebasannya.

Burhan mengatakan pasukan militer terpaksa mengambil alih karena perselisihan antar partai politik yang dia klaim bisa memicu perang saudara.

Namun, kudeta juga terjadi hanya beberapa minggu sebelum Burhan harus menyerahkan kepemimpinan Dewan Berdaulat.

Sebuah badan pembuat keputusan utama di Sudan kepada warga sipil.

Sehingga, akan mengurangi cengkeraman militer di negara itu.

Dewan memiliki anggota militer dan sipil.

Pemerintahan Hamdok menjalankan urusan sehari-hari Sudan.

Kudeta mengancam akan menghentikan transisi menuju demokrasi.

Dimana, telah dimulai setelah penggulingan penguasa lama Omar Al-Bashir pada 2019 dalam pemberontakan rakyat.

Pengambilalihan itu terjadi setelah berminggu-minggu meningkatnya ketegangan antara para pemimpin militer dan sipil selama proses dan kecepatan proses itu.

Ali bin Yahia, utusan Sudan di Jenewa, menentang pemecatannya.

"Saya tidak akan menyia-nyiakan upaya untuk membalikkan situasi," ujarnjya.

Dia menjelaskan menolak kudeta yang terjadi di negaranya.

Nureldin Satti, utusan Sudan untuk AS, mengatakan akan terus bekerja dengan diplomat Sudan di Brussel, Paris, Jenewa dan New York.

Baca juga: Presiden Prancis Kutuk Kudeta Militer di Sudan, Serukan Pembebasan Perdana Menteri

Dia menegaskan akan terus melawan kudeta militer untuk mendukung perjuangan heroik rakyat Sudan.

Dalam perkembangan lain, Burhan memecat Adlan Ibrahim, kepala Otoritas Penerbangan Sipil negara itu.

Pemecatan Adlan terjadi setelah dimulainya kembali penerbangan masuk dan keluar dari bandara internasional Khartoum pada Rabu (28/10/2021).(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved