Berita Aceh Utara
HMI Mengajar Potret 1 Sekolah Pedalaman di Aceh Utara Gabung PAUD & SD, Guru Hanya 1 Gadis Tamat SMP
Program yang dinamakan HMI Mengajar itu mereka lakukan di Dusun Sarahraja untuk membantu permasalahan dan masyarakat kecil di sana sebagai bentuk
Penulis: Zaki Mubarak | Editor: Mursal Ismail
Kemudian berjalan kaki lagi sekitar 40 menit. Sedangkan untuk ke SD di Aceh Utara justru lebih tak memungkinkan lagi karena bisa menghabiskan waktu perjalanan hingga tiga jam.
Ketua Umum HMI Cabang Lhokseumawe - Aceh Utara, Muhammad Fadli, menambahkan adapun guru di PAUD Sejemput Asa yang juga memiliki dua murid SD itu hanya satu orang, yaitu Anacahyati.
"Gadis yang masih usia 16 tahun dan tamat SMP tahun 2020 ini rela mengorbankan dirinya tak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA/sederajat demi mengajar anak-anak di PAUD Sejemput Asa itu.
Padahal ia tak mendapatkan honor dari pemerintah, tapi hanya dikasih semacam sedekah oleh camat, keuchik, kadus, atau para relawan yang berkunjung ke sana," kata Muhammad Fadli.
Lebih lanjut, Muhammad Fadli menceritakan Dusun Sarahraja merupakan daerah 3T paling pedalaman di Aceh Utara, jaringan internet/HP hampir tidak mungkin ada di sana.
Akses masyarakat sangat sulit, baik itu jalur darat maupun jalur sungai,” jelas Muhammad Fadli.
Muhammad Fadli mengatakan pihaknya sangat miris dan sedih melihat kondisi di sana yang serba sulit, padahal negara ini sudah 76 tahun merdeka.
Baca juga: Suka Duka Sekolah di Pedalaman Aceh Utara, Anak-Anak Abeuk Reuling Bisa Bergembira
“Jangankan untuk bisa hedonisme, untuk kebutuhan dasarnya saja mereka hampir tidak ada, seperti dunia pendidikan, kesehatan, air bersih, akses jalan, itu semua masih sangat sulit,” jelasnya.
Lebih lanjut, Muhammad Fadli mengatakan jika ada masyarakat yang sakit, juga sangat karena tidak ada perawat.
“Puskesmas ada, namun tidak terpakai karena susah para perawat pulang pergi dengan akses jalan yang sangat ekstrim.
Karena untuk sampai ke Dusun Sarahraja dari Desa Luboek Pusaka harus melewati sungai dan jalan kaki yang menghabiskan waktu sekitar 2 jam.
Belum lagi air bersih juga sulit di sana, masyarakat mandi, minum, nyuci, buang air besar dan air kecil dan sebagainya dengan air sungai kecil yang tentunya sangat jauh dari higienis.
Masyarakat yang bercocok tanam juga kesulitan karena ada gajah liar yang merusak tanaman di sana,” terangnya.
Atas kondisi yang telah ia lihat langsung itu, kata Muhammad Fadli, pihaknya mengaku sangat prihatin.
Padahal diakuinya anak-anak di sana juga memiliki semangat tinggi untuk melanjutkan pendidikan seperti anak-anak di daerah lainnya.