Pelabuhan

Pelabuhan Laut di Aceh Perlu Dibenahi untuk Sarana Ekspor CPO, Kopi dan Pinang

Sementara tangki timbun CPO yang sudah dibangun PT KTS di pelabuhan tersebut kapasitasnya sudah mencapai 15.000 ton.

Penulis: Herianto | Editor: Ansari Hasyim
DOK HUMAS PEMERINTAH ACEH
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, didampingi Bupati Aceh Jaya, Irfan TB, melepas ekspor CPO (crude palm oil) perdana melalui Pelabuhan Calang, Aceh Jaya, Kamis (17/10/2019). CPO sebanyak 4,900 ton Itu akan diangkut dengan Kapal Mekongtrans 02 Saigon menuju India. 

Laporan Herianto I Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kakanwil Bea dan Cukai Aceh Dr Safuadi menyatakan untuk menarik perusahaan perkebunan kelapa sawit mengekspor produksi CPO (Crude Palm Oil) melalui pelabuhan lokal, PT Pelindo I bersama Pemerintah Aceh dan Kabupate/Kotanya, perlu membuat program bersama membenahi kembali sarana dan prasaran pelabuhan laut yang digunakan secara intensif untuk pelabuhan ekspor impor.

“Misalnya terkait kedalaman kolam dermaga, harus bisa disandari kapal-kapal berkapasitas di atas 10.000 ton,” kata Safuadi kepada Serambinew.com, Kamis (4/11/2021) di Banda Aceh.

Contohnya Pelabuhan Krueng Geukuh, di Kota Lhokseumawe, yang kini sudah dijadikan Pelabuhan Ekspor CPO oleh PT Karya Tanah Subur (KTS). Tapi sayangnya, jumlah volume CPO yang bisa diekspor, untuk satu kali berlayar hanya 6.000 ton CPO yang bisa diangkut.

Sementara tangki timbun CPO yang sudah dibangun PT KTS di pelabuhan tersebut kapasitasnya sudah mencapai 15.000 ton.

Artinya, jika ada kapal pengangkutan CPO bermuatan 15.000 ton, yang bisa masuk ke kolam pelabuhan itu, muatannya sudah tersedia.

Baca juga: Satpol PP Amankan Dua Pembuat Konten Tak Senonoh di TikTok, Pelaku Minta Maaf & Wajib Lapor

Kalau ada kontrak penjualan CPO ke luar negeri sebanyak 32.000 metrik ton/tahun, kata Safuadi, pihak KTS harus mengangkut 5 – 6 kali. Dari sisi bisnis transportasi, hal itu kurang ekonomis. Kolam dermaga perlu dilaukan pengerukan secara rutin.

“Padahal, jika ke dalaman kolam dermaga, bisa disandari kapal bermuatan di atas 10.000 ton, untuk kontrak penjualan CPO sebanyak 32.000 ton itu, cukup tiga kali diangkut degan kapal kapasitas 10.000 ton, sudah selesai dan biaya transportasinya jadi lebih murah,” ujar Safuadi.

Untuk Pelabuhan Laut Calang, ungkap Safuadi, kendalanya pada musim angin barat, mulai bulan Oktober-Desember, bahkan bisa sampai bulan Januari-Februari tahun berikutnya, ombak di pesisir pantai barat, termasuk di wilayah Pelabuhan Laut Calang, Aceh Jaya, sangat besar.

Dengan kondisi ombak besar itu, kapal pengangkut CPO, tidak bisa merapat untuk mengisi muatan CPO yang mau diekspor.

Pada saat musim opmbak besar, ekspor CPO nya dialihkan ke Pelabuhan Krueng Geukuh, atau Belawan.

Untuk mengatasi masalah ombak besar pada musim angin barat, di sisi kiri-kanan kolam dermaga pelabuhan perlu dibangun break water, batu pemecah ombak sepanjang 200 meter pada sisis kanan-kiri.

Baca juga: Philippe Coutinho Segera Hengkang dari Barcelona, Pindah ke Newcastle United

Untuk memecahkan masalah ombak besar dan kedangkalan kolam dermaga, yang kini menjadi hambatan di Pelabuhan lokal di Aceh yang telah dimulai dijadikan Pelabuhan ekspor CPO itu, seperti Pelabuhan Laut Krueng Geukuh dan Pelabuhan Laut Calang, Pemerintah Aceh bersama PT Pelindo I, duduk bersama menyusun program penanganan dan pembiayaannya bisa dilakukan patungan.

Pembiayaan patungan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat, kata Safuadi, sering dilakukan diberbagai daerah, demi kepentingan kesejahteraan masyarakat setempat. Misalnya pembangunan Jembatan Holtekam di Papua yang nilainya mencapai Rp 1,3 trilliun.

Pemerintah Papua mengalokasikan APBD nya Rp 400 miliar dan pusat sisanya Rp 900 miliar.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved