Puluhan Tahun Antar Jenazah Arungi Sungai
BEBERAPA warga Gampong Pulo Mesjid II, Kecamatan Tangse, Pidie, Sabtu (13/11/2021), dengan berhati-hati mengarungi sungai Krueng
Sedihnya Warga Pedalaman Pidie
Di salah satu desa pedalaman Pidie, mengantarkan jenazah ke pemakaman bisa menjadi proses yang rumit dan berisiko. Warga harus mengarungi sungai untuk bisa mencapai lokasi pemakaman umum, tidak peduli siang ataupun malam. Hal ini sangat berbahaya, karena bisa saja pengantar jenazah terseret derasnya arus atau tiba-tiba datang air bah. Rutinitas yang sudah berlangsung puluhan tahun karena tak adanya sarana jembatan.
BEBERAPA warga Gampong Pulo Mesjid II, Kecamatan Tangse, Pidie, Sabtu (13/11/2021), dengan berhati-hati mengarungi sungai Krueng Inong sambil membawa keranda jenazah. Mereka harus menyeberangi sungai sejauh 30 meter untuk tiba di lokasi pemakaman umum.
Proses pengantaran jenazah ini jelas sangat berisiko jika tiba-tiba terjadi air bah. Namun kabar baiknya, hal itu belum pernah terjadi selama puluhan tahun warga mengantarkan jenazah, meskipun arus sungai lumayan deras.
"Warga Gampong Pulo Mesjid II telah puluhan tahun antar jenazah dengan mengarungi Krueng Inong," ungkap Sekretaris Gampong Pulo Mesjid II, Syahril, kepada Serambi, Minggu (14/11/2021).
Kondisi menyedihkan dirasakan warga ketika terjadi banjir yang menyebabkan air Krueng Inong melimpah. Dalam kondisi tersebut, kedalaman sungai bisa mencapai setinggi pinggang dewasa, ditambah lagi dengan arusnya yang deras.
Meski demikian, warga tetap mengarungi sungai mengantar jenazah ke lokasi pemakaman. Syahril menuturkan, dalam kondisi banjir, sebagian warga yang mengantar jenazah harus membuat pagar betis untuk menahan kuatnya arus air. “Jika tidak (membuat pagar betis), warga yang membawa jenazah bisa terseret arus Krueng Inong,” ujar Syahril.
Prosesi mengantar jenazah dengan mengarungi sungai itu tidak hanya dilakukan saat siang, tetapi juga saat malam. Selain membawa jenazah, warga juga harus membawa mesin genset sebagai penerang. “Jika pada malam hari warga harus membawa genset sebagai penerang saat menyeberangi sungai," ungkap Syahril.
Menyikapi kondisi tersebut, pihaknya sangat berharap Pemkab Pidie membangun satu jembatan gantung sepanjang 25 meter. Selain sebagai sarana penyeberangan warga yang mengantar jenazah, juga untuk pergi ke kebun.
"Di kawasan kuburan umum itu juga banyak kebun warga. Jadi bukan untuk keperluan sarana mengantar jenazah saja, tapi untuk warga mengangkut hasil kebun," ujar Syahril.
Total jumlah penduduk Gampong Pulo Mesjid II sekitar 700 jiwa dengan 225 Kepala Keluarga (KK), yang sebagian besarnya adalah petani.
Mengenai usulan pembangunan jembatan ini, Syahril mengaku sudah beberapa kali diusulkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang), tapi belum kunjung terealisasi. Pihaknya juga pernah melaporkan hal itu kepada Wakil Bupati Pidie dan dinas terkait, tetapi hasilnya masih tetap sama.
"Jika Musrembang tidak mengakomodir kebutuhan mendesak yang dikeluhkan warga, kan rugi saja dilaksanakan Musrenbang," keluhnya.
Syahril mengatakan, warga Gampong Pulo Mesjid II sudah lama mendambakan jembatan gantung dibangun di aliran Krueng Inong. “Tetapi kalau tidak bisa tertampung di Musrembang, masyarakat tidak tahu lagi harus mengusulkan pembanguan jembatan gantung itu kemana,” imbuhnya lagi.
Padahal, dana untuk pembangunan jembatan gantung itu tidak terlalu besar. Syahril memperkirakan, Rp 300 juta cukup untuk membangun jembatan gantung dan tanggul penahan jembatan. “Saya rasa, sekitar Rp 300 juta-an sudah cukup,” demikian Syahril.(muhammad nazar)