RAPBA 2022
DPRA Sepakat RAPBA 2022 Diqanunkan, Pakar Sebut Pengesahan Lambat Akibatkan Kemiskinan Bertambah
Pertama, penandatangan persetujuan dokumen KUA dan PPAS 2022 dan kedua penyampaian Nota Keuangan dan Rancangan Qanun Aceh tentang APBA 2022 yang akan
Penulis: Herianto | Editor: Ansari Hasyim
Anggota DPRA mengusulkan kegiatan pokirnya, kata Irpannusir, sifatnya untuk percepatan pengembangan sektor akonomi rakyat yang sudah terpuruk, akibat dampak negatif dari kondisi pandemi covid 19 yang sudah berjalan dua tahun, banyak kegiatan usaha rakyat yang tutup.
Untuk membantu rakyat dari keterpurukannya akibat pandemic covid 19, kata Irpannusir, sudah sewajarnya anggota DPRA, mengusulkan kegiatan pokirnya yang bersifat mempercepat pembangunan usaha ekonomi rakyat dan itu juga yang diharapkan oleh pemerintah dari pusat sampai ke daerah.
Sementara itu, Pakar Ekonomi USK, Rustam Effendi yang dimintai tanggapannya terkiat bila RAPBA terlambat disahkan mengatakan, dalam kontek pembangunan, keberadaan kegiatan (proyek) pembangunan bagi proses kemajuan suatu daerah, termasuk dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan untuk perubahan kondisi sosial masyarakat, merupakan hal yang sangat penting dan strategis.
Harus diingat bahwa, kegiatan proyek adalah instrumen atau tool (alat) terpenting dalam pembangunan. Tidak akan ada perubahan kehidupan atau kemajuan suatu daerah/negara, di bidang infrastruktur, transfortasi, komunikasi, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial budaya dan lainnya,k tanpa ada aktivitas proyek pembangunan.
Karenanya keterlambatan pembahasan RAPBA 2022, akan berakibat pada terlambatnya pengesahan.
Berikutnya, akan berimplikasi pula kepada pelaksanaan kegiatan proyek pembangunan ikut terlambat/tertunda.
Dan bila masa keterlambatan pelaksanaan kegiatan proyek pembangunan yang berasal dari sumber dan belanja langsung berlangsung cukup lama, maka berdampak kepada daya dorong dan ungkit ekonomi daerah, sehingga membuat pertumbuhan ekonomi daerah menjadi rendah.
Contohnya pada tahun 2021 untuk triwulan II, akibat terlambatnya pelaksanaan berbagaia proyek pembangunan APBA, pertumbuhan ekonomi Aceh hanya tumbuh sebesar 2,56 persen, paling rendah di pulau Sumatera.
Pertumbuhan ekonomi di Sumatera, untuk periode yang sma mencapaia 5,27 persen. Sementra Provinsi di Sumatera lainnya dalam kurum waktu yang sma, ekonominya tumbuh 5-6 persen.
Pertumbuhan ekonomi yang rendah, kata Rustam Effendi, akan memberikan dampak kepada bertambahnya jumlah angka pengangguran dan kemiskinan di Aceh.
Untuk itu, Pakar Ekonomi USK itu menyerukan kepada anggota legislatif dan ekskutif di Aceh, agar mempercepat pengesahan RAPBA dan RAPBK, supaya pertumbuhan ekonomi di Aceh bisa bangkit sampai 5-6 persen, sehingga bisa mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan.(*)