Berita Jakarta
Soal UUPA, Farhan Hamid: Aceh Mampu Mendapat, Tak Mampu Merawat
“Aceh mampu mendapatkan sesuatu, tapi kurang mampu merawatnya. Hampir semua yang diperjuangkan mampu dicapai, tapi tidak mampu dirawat. Banyak yang...
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Nurul Hayati
“Aceh mampu mendapatkan sesuatu, tapi kurang mampu merawatnya. Hampir semua yang diperjuangkan mampu dicapai, tapi tidak mampu dirawat. Banyak yang dicapai UUPA, tapi tidak mampu dilaksanakan,” katanya.
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Mantan anggota Pansus RUU Pemerintahan Aceh (RUUPA) DPR RI, Dr Ahmad Farhan Hamid menceritakan, pada periode awal pembahasan RUUPA di DPR, ada satu fraksi yang menolak hampir 100 persen RUU tersebut.
Namun di penghujung pembahasan, fraksi tersebut menerima secara aklamasi.
Situasi ini menandakan betapa alot negosiasinya, tarik ulur dan semuanya sangat luar biasa.
Kisah ini disampaikan Farhan Hamid yang pernah menjabat Wakil ketua MPR RI dalam Dialog Virtual Forum Mahasiswa Aceh Dunia (Formad), Jumat (3/12/2021) malam.
Pembicara lain Dr Drs Safrizal ZA MSi, praktisi otonomi khusus, T Surya Darma SE Ak MSos SC, (Anggota Tim Penyusun Naskah Akademik Rancangan Perubahan UUPA Badan Keahlian DPR RI), Ketua FORBES DPR dan DPD RI M Nasir Djamil, dan Ketua DPRA H Dahlan jamaluddin, namun tidak hadir.
Pada bagian lain kisah Farhan Hamid, ia mengaku pernah di lobi Jaksa Agung Baharuddin Lopa agar Aceh diberi “karpet merah” seperti yang pernah terjadi di sebuah negara Afrika, namun tetap berada dalam NKRI.
Baca juga: Tgk Ibrahim Ketua Rabithah Alumni MUDI Perwakilan Jakarta, Farhan Hamid dan Teuku Riefky Penasihat
“Pokoknya apapun berikan asal tidak keluar dari NKRI. Sebab situasi politik masa itu sangat mengkhawatirkan Jakarta, setelah Timtim lepas, pergolakan di Aceh dan Papua,” ujarnya.
Presiden Abdurrahman Wahid atau gus Dur, lalu mengambil inisiasi adanya perundingan di luar negeri, dan diteruskan oleh Megawati yang ketika itu Menkopolhukam-nya adalah Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
“Ini yang kita kenal ada Jeda Kemanusiaan, melibatkan Henry Dunant Centre atau HDC,” ujarnya.
Farhan Hamid mengatakan, kelahiran UUPA sebelumnya diawali dengan UU No 18/2001 tentang Nanggroe Aceh Darussalam dan UU 44 Tahun 1999 tentang penerapan Syariat Islam.
“UU 18/2001 jadi starting point pada proses perundingan berikutnya,” lanjut Farhan.
Semangat kebersamaan sangat kuat, tatkala mempersiapkan UUPA.
Ketika itu draft UUPA dikerjakan oleh rakyat, ada rancangan dari UIN, Syiah Kuala, Unimal, Pemerintah Provinsi Aceh, dan dikompilasi jadi satu draft yang disetujui DPRD Aceh.
Baca juga: Safrizal ZA: Dana Otsus Masuk dalam UUPA Hasil “Akrobat” Forbes Aceh di DPR
“Ketua DPRD Aceh Sayed Fuad Zakaria menyerahkan draft itu ke Kemendagri dan fraksi DPR. Oleh Kemendagri diolah dan diantarkan ke DPR dengan pengantar surat pengantar presiden (supres),” urai Farhan Hamid.
Hanya saja Farhan Hamid menyayangkan, semua yang diraih Aceh tidak bisa dirawat dengan baik.
Ia mengibaratkan, Aceh itu sama seperti orang kawin dalam urusan politik.
“Aceh mampu mendapatkan sesuatu, tapi kurang mampu merawatnya. Hampir semua yang diperjuangkan mampu dicapai, tapi tidak mampu dirawat. Banyak yang dicapai UUPA, tapi tidak mampu dilaksanakan,” katanya.
Termasuk Farhan mengkritisi tokoh-tokoh GAM yang menandatangani MoU Helsinki, setelah pulang ke Aceh justru di mata publik, terjadi ketidakkompakan diantara mereka.
Terkait dengan Dana Otsus, Farhan Hamid menegaskan sepanjang Aceh dan Indonesia ada, maka sepanjang itu pula dana otsus diterima Aceh.
“Sebab tidak mungkin diberi kewenangan, tapa diberi ongkos. Tidak mungkin ada kewenangan tanpa diberi anggaran. Pengelolaan pelabuhan, pengalihan madrasah, dan lain-lain tidak mungkin dilakukan di Aceh kalau uangnya tidak diberikan,” tukasnya.
Ia juga mengusulkan, agar 50 kursi DPRA/DPRK dialokasikan kepada partai lokal dan 50 persen lagi diperebutkan oleh partai nasional dan partai lokal.
“Ini untuk menjaga keberlangsungan UUPA. Sebab kalau perolehan suara partai lokal terus turun, maka bisa saja partai bubar akibat ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold," imbuhnya.(*)
Baca juga: Para Tokoh Penyusun UUPA Bicara dalam Dialog Virtual Formad