Berita Banda Aceh
Tsunami Dapat Dijadikan Sumber Pembelajaran dan Daya Tarik Wisata
situs-situs peninggalan tsunami juga menjadi destinasi wisata bagi masyarakat yang ingin melihat langsung dampak tsunami
Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Nur Nihayati
situs-situs peninggalan tsunami juga menjadi destinasi wisata bagi masyarakat yang ingin melihat langsung dampak tsunami
Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Peristiwa tsunami Minggu, 26 Desember 2004 masih terekam kuat dalam ingatan masyarakat Aceh.
Peristiwa tersebut juga menjadi pembelajaran penting bagi masyarakat Aceh dan dunia.
Selain itu, situs-situs peninggalan tsunami juga menjadi destinasi wisata bagi masyarakat yang ingin melihat langsung dampak tsunami yang terjadi 17 tahun silam.
Hal tersebut menjadi pokok bahasan pada seminar hari kedua dalam rangka Pekan Peringatan Ke-17 Tsunami Aceh yang dilaksanakan secara daring dan luring di Balai Arsip Statis dan Tsunami (BAST) Aceh, Rabu (15/12/2021).
Seminar yang mengusung tema “Melihat Tsunami dari Kacamata Wisata” itu dibuka oleh Head International Office Universitas Syiah Kuala, Muzailin Affan.
Dalam acara ini pihak BAST mengadirkan narasumber Teuku Hendra Faisal MSi, Kepala Bidang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Kepala Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala, Dr Syamsidik MSc, dan Direktur Rumoh Manuskrip Aceh, Tarmizi Abdul Hamid.
Baca juga: Perceraian Rizki DA & Nadya Mustika Bikin Lesti Kejora Ikut Sedih, Begini Ceritanya
Baca juga: VIDEO Review Mercy Mini Tahun 1975 Milik Pak Yan Fitri MKB, Mobil Original dan Bermesin Kuburan
Baca juga: Doa Sholat Tahajud, Lengkap Niat dan Tata Caranya, Begini Keutamaan Melaksanakannya
Dalam pemaparannya, Teuku Hendra Faisal menyampaikan bahwa di Aceh terdapat beberapa situs tsunami yang kini menjadi destinasi wisata, antara lain, Museum Tsunami Aceh, PLTD Apung, Kubah Masjid Gurah, Monumen Aceh Thanks to The World, Kapal di Atas Rumah Lampulo, Taman Edukasi Tsunami, Masjid Rahmatullah, dan Masjid Raya Baiturrahman.
Situs-situs tersebut, kata Hendra, merupakan saksi bisu peristiwa tsunami, tapi menyisakan pelajaran kepada masyarakat yang ingin belajar dan mengetahui tentang peristiwa tsunami di Aceh.
Selain destinasi di atas, lanjut Kabid Pemasaran Disbudpar Aceh ini, masyarakat juga dapat mengunjungi Balai Arsip Statis Tsunami (BAST) yang menyimpan arsip-arsip tsunami dan arsip rehabilitasi dan rekonstrusi Aceh baik untuk belajar maupun untuk berwisata.
Gedung BAST tersebut berlokasi Jalan Teungku Hasan di Bakoi, Gampong/Desa Bakoy, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar.
Sementara itu, Kepala TDMRC, Dr Syamsidik ST MSc menjelaskan bahwa peristiwa tsunami di Aceh merupakan tsunami paling besar di abad modern. Namun demikian, peristiwa serupa dengan nama berbeda, di antaranya smong, gloro, ie beuna, dan alon buluek, ternyata sudah terjadi di Aceh lebih dari 10 kali pada masa lampau.
Inilah yang disebut dengan istilah paleotsunami atau tsunami purba.
“Kajian pada sebuah gua di kawasan pantai di Kabupaten Aceh Besar, yakni Guha Ek Luntie, telah menyingkap 11 tsunami lampau yang pernah terjadi di Aceh,” kata Syamsidik.
Dosen Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala ini juga menjelaskan perlunya mitigasi bencana untuk mengurangi potensi kerugian atau korban. Di antaranya dengan membangun gedung evakuasi, perbaikan struktur bangunan, kanal, tembok laut, maupun hutan pantai dengan tanaman mangrove (bakau).
Selain itu, lanjut Syamsidik, juga dapat dilakukan mitigasi melalui latihan evakuasi tsunami, early warning system, penataan ruang, dan kontrol terhadap jumlah penduduk di kawasan pantai.
Adanya tsunami di masa lampau yang merangsek daratan Aceh juga dibenarkan oleh Direktur Rumoh Manuskrip Aceh, Tarmizi Abdul Hamid.
Rekam jejak peristiwa bencana tercatat dalam beberapa manuskrip Aceh, terutama bencana gempa dan dampaknya. Demikian dikatakan kolektor dokumen dan benda bersejarah yang akrab disapa "Cek Midi" ini.
Di dalam manuskrip, katanya lebih lanjut, juga dijelaskan tentang takbir (takwil) gempa yang juga dapat dijadikan sebagai rujukan untuk belajar tentang peristiwa gempa dan dampak yang akan terjadi.
“Dengan hadirnya teknologi yang canggih dan modern, bukan serta merta menguburkan kearifan lokal masyarakat terdahulu. Akan tetapi sepatutnya masyarakat dapat memadukan dua disiplin keilmuan tersebut yang dapat menambah pengetahuan dan kesiagaan terhadap bencana," kata Tarmizi.
Peninggalan bencana dan jejak tsunami Aceh, menurut Tarmizi, merupakan aset berharga bagi dunia pariwisata Aceh. Begitu juga dengan peninggalan-peninggalan lain seperti artefak sejarah, arsip tsunami, dan budaya Aceh.
Sementara itu, pada hari pertama Pekan Peringatan Ke-17 Tsunami Aceh, Selasa (14/12/2021) BAST Aceh memberikan penghargaan khusus kepada Ir Faizal Adriansyah MSi, geolog senior di Aceh yang juga Kepala Pusat Pelatihan dan Pengembangan Kajian Hukum Administrasi Negara (Puslatbang KHAN LAN) Republik Indonesia.
Penghargaan dalam bentuk piagam tersebut diberikan kepada Faizal Adriansyah atas peran sertanya dalam penyelamatan dan pelestarian arsip yang bernilai guna pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Piagam penghargaan yang sudah dibingkai bagus itu diserahkan oleh Kepala BAST, Muhammad Ihwan MSi di Aula Kantor BAST, Selasa pagi.
Penyerahan piagam penghargaan itu dirangkai dengan Webinar Pekan Peringatan Ke-17 Tsunami Aceh yang dibuka secara resmi oleh Kepala ANRI, Drs Imam Gunarto MHum.
Terpilihnya Faizal Adriansyah sebagai penerima penghargaan bukan tanpa alasan. Menurut Kepala BAST, kiprah Faizal dalam menyimpan dokumen pribadi, terutama tulisan-tulisannya tentang kebencanaan, patut mendapat apresiasi.
"Bahkan tulisannya terkait tsunami menjadi fenomenal karena ia tulis 12 tahun sebelum Aceh diterjang tsunami," kata Muhammad Ihwan.
Kala itu Ustaz Faizal menulis artikel di Rubrik Opini Harian Serambi Indonesia tentang gempa dan tsunami yang terjadi di NTT pada 16 Desember 1992 dengan judul 'Mengapa di Tanahku Terjadi Bencana'.
Dalam tulisan itu dia ingatkan bahwa tsunami berpeluang terjadi di Aceh bila dipicu oleh gempa besar. Dan saat itu Aceh sudah lama tak digoyang gempa besar. Jadi, energi yang terhimpun sudah cukup besar, sehingga gempanya berpotensi memicu tsunami.
Selain itu, kumpulan tulisan Faizal tentang kebencanaan yang terkait dengan geologi telah pula diterbitkan menjadi buku dengan judul “Aceh Laboratorium Bencana".
Pada kegiatan Pekan Peringatan Ke-17 Tsunami Aceh, Faizal Adriansyah telah menyerahkan arsip pribadinya berupa kliping tulisan di media cetak, bahan dasar buku Aceh Laboratorium Bencana, buku Musafir Kematian Pasti Datang, buku Potensi Energi Aceh, dan dokumen pribadi lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat luas hari ini maupun suatu masa kelak. (*)