Kasus Beasiswa
Kapolda: Kasus Beasiswa yang Libatkan Anggota DPRA Diawasi KPK dan Bareskrim
Supervisi dilakukan untuk mengumpulkan bukti lainnya dalam kasus dugaan korupsi beasiswa itu sebelum dilakukan penetapan tersangka.
Penulis: Subur Dani | Editor: Taufik Hidayat
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kasus dugaan korupsi bantuan pendidikan atau beasiswa Aceh pada tahun 2017 yang diduga melibatkan beberapa Anggota DPRA, masih terus ditangani oleh Polda Aceh hingga saat ini.
Kapolda Aceh, Irjen Pol Ahmad Haydar mengatakan, kasus penyidikan dugaan korupsi Rp 22 miliar itu masih terus berlanjut.
Bahkan, Kapolda mengatakan, kasus tersebut kini mendapat atensi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bareskrim Mabes Polri.
Hal itu disampaikan Kapolda Aceh dalam konferensi pers akhir tahun Polda Aceh di Gedung Presisi Mapolda Aceh, Jumat (31/12/2021).
"Kasus itu masih ditangani, KPK dan Bareskrim sedang melakukan supervisi terhadap kasus itu. Kasus itu masih ditangani oleh Ditreskrimsus Polda Aceh," kata Irjen Pol Ahmad Haydar didampingi Wakapolda Aceh Brigjen Pol Dr Drs H Agus Kurniady Sutisna dan Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Winardy.
Ahmad Haydar menjelaskan, supervisi dilakukan untuk mengumpulkan bukti lainnya dalam kasus itu sebelum menetapkan tersangka. Kapolda juga meminta penjelasan lebih lanjut kepada Dirreskrimsus, Kombes Pol Sony Sanjaya dalam kesempatan itu.
Sony dalam penjelasan singkatnya mengatakan, pihaknya masih perlu menambahkan alat bukti dalam kasus tersebut.
Penjelasan itu sama seperti keterangan Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Winardy sebelumnya. Pada Kamis 19 Agusustus 2021 Winardy mengatakan, penyidik telah menggelar perkara terkait kasus beasiswa ini.
Namun, hasil gelar perkara bukan penetapan tersangka melainkan keputusan terkait perlu adanya penambahan alat bukti pada kasus tersebut.
"Kita sudah melakukan gelar perkara dan hasilnya bahwa seluruh peserta gelar perkara sepakat, kasus tersebut masih perlu diperdalam untuk konstruksi hukumnya dan penambahan alat bukti serta permohonan asistensi dari Bareskrim Polri," kata Winardy.
Winardy menambahkan,rekomendasi yang dihasilkan dalam gelar perkara itu akan dilaksanakan secepatnya.
"Sehingga gelar perkara berikutnya sudah dapat menentukan kembali siapa tersangkanya," kata dia.
Baca juga: Pemuda 19 Tahun Pacari dan Setubuhi Siswi SD, Pelaku Nekat Jual Korban Rp 400 Ribu Sekali Kencan
Baca juga: Pria Ini Raup Rp 200 Juta Per Bulan dengan Bisnis Sampo Palsu, Pelaku Belajar dari Youtube
Ditanya Serambinews.com mengapa kasus tersebut perlu diperdalam konstruksi hukumnya, sedangkan BPKP Aceh sudah merilis adanya kerugian negara dalam kasus itu.
Menurut Winardy konstruksi hukum yang sudah ada belum kuat. "Konstruksi hukum belum kuat, unsur kerugian negara hanya salah satu unsur dalam pasal tipidkor.
Semua unsur pasal harus terpenuhi dan kuat baru bisa menjadi sebuah kasus yang konstruktif sehingga saat persidangan tidak ada yang bebas," pungkasnya.