Internasional
Perdana Menteri Sudan Mengundurkan Diri, Junta Militer Akan Bertindak Otoriter
Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok akhirnya mengundurkan diri. Padahal, baru beberapa minggu diangkat kembali dalam kesepakatan kontroversial
SERAMBINEWS.COM, KHARTOUM - Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok akhirnya mengundurkan diri.
Padahal, baru beberapa minggu diangkat kembali dalam kesepakatan kontroversial dengan junta militer.
Tentara merebut kekuasaan pada Oktober 2021 dan menempatkan Hamdok di bawah tahanan rumah.
Tetapi, dia diangkat kembali setelah kesepakatan pembagian kekuasaan dengan pemimpin kudeta, seperti dilansir BBC, Senin (3/1/2022).
Para pengunjuk rasa menolak kesepakatan itu, menuntut aturan politik yang sepenuhnya sipil.
Pengunduran dirinya menyusul protes, di mana petugas medis mengatakan setidaknya dua orang tewas.
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Hamdok mengatakan Sudan berada pada titik balik berbahaya yang mengancam kelangsungan hidupnya.
Baca juga: Redam Demonstrasi Wanita, Pasukan Keamanan Sudan Dituduh Perkosa Puluhan Perempuan
Dia mengatakan telah mencoba yang terbaik untuk menghentikan negara meluncur menuju bencana.
"Tetapi terlepas dari segala sesuatu yang telah dilakukan untuk mencapai konsensus ... itu belum terjadi," jelasnya.
"Saya memutuskan mengembalikan tanggung jawab dan mengumumkan pengunduran diri saya sebagai perdana menteri," ujarnya.
"Saya memberikan kesempatan kepada pria atau wanita lain dari negara mulia ini untuk membantu melewati sisa masa transisi ke negara demokrasi sipil," tambahnya.
Para pemimpin sipil dan militer memasuki perjanjian pembagian kekuasaan yang bertujuan menggerakkan negara itu menuju pemerintahan demokratis.
Khususnya, setelah pemberontakan rakyat yang menyebabkan penggulingan Presiden otoriter Omar al-Bashir pada 2019.
Berdasarkan kesepakatan yang dicapai dengan Hamdok pada November 2021, perdana menteri memimpin kabinet teknokrat sampai pemilihan diadakan.
Tetapi tidak jelas seberapa besar kekuatan yang akan dimiliki pemerintah sipil yang baru, dan pengunjuk rasa mengatakan tidak mempercayai militer.